SUKABUMIUPDATE.com - Fahrurazi mengaku ingin sekali mempunyai usaha kafe. Kelak setelah lulus sekolah, kata siswa kelas XII SMA Adzkia Islamic School Ciputat, Tangerang Selatan, ia akan merintis bisnis kafe. Namun, cita-cita itu masih membuat dirinya bimbang karena belum tahu bagaimana cara memulai dan mengelolanya jika mimpinya itu diwujudkan.
“Sebelum menjadi pengusaha, aspek penting apa yang harus saya perhatikan. Kemudian kalau usaha kafe saya nanti sudah berjalan, aspek utama apa yang harus saya siapkan. Berikutnya, kalau usaha kafe saya sudah berjalan lama, masalah penting apalagi supaya usaha saya terus berkembang,” kata Fahrurazi ketika diskusi tentang wirausaha muda pada Jumat, 30 November 2018.
Fahrurazi adalah satu dari sekitar 50 siswa atau santri kelas XII SMA Adzkia Islamic School, yang menjadi peserta diskusi dengan tema “Komunikasi Bisnis Program Santripreneur dalam Mencetak Entrepreneur Muda." Acara ini bagian dari serangkaian program Pengabdian Kepada Masyarakat Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara Jakarta.
Para siswa tampak antusias mengukuti jalannya diskusi. Marwan, teman sekelas Fahrurazi, dengan bersemangat menanyakan bagaimana mengatasi kegagalan dalam berwirausaha. “Sebab, saya ingin wirausaha tapi jangan sampai gagal. Bagaimana mengantisipasi supaya bisnis saya nanti tidak gagal,” kata Marwan.
Tak hanya Marwan dan Fahrurazi, seorang santriwati dengan nama panggilan Icha mengaku sudah lama menggeluti bisnis kecil-kecilan. Sejak duduk dibangku kelas VIII SMP, Icha berjualan boneka berbie berikut fashionnya. Begitu masuk SMA, bisnisnya berganti ke kuliner dan alat-alat tulis. “Saya ingin terus belajar berbisnis sampai berhasil,” kata Icha.
Semangat wirausaha di usia muda sepertinya sudah menjadi pilihan sebagian siswa sekolah seperti pondok pesantren ini. Acara diskusi lebih dulu dibuka oleh Wakil Kepala Sekolah SMA Adzkia, Gunawan Setiaji. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan perwakilan Universitas Tarumanegara, yaitu dosen Farid Rusdi dan ketua tim pengabdian, Diah Ayu Candraningrum.
Materi diskusi diawali dengan pemaparan tentang fenomena menjamurnya aksi bisnis yang dilakukan oleh kaum muda saat ini. Tema ini disampaikan Redaktur Eksekutif Tempo.co, Elik Susanto. Menurut dia, sebuah negara yang kuat apabila banyak wirausaha hebat. “Indonesia masih membutuhkan banyak wirausaha atau entrepreneur,” kata Elik.
Dijelaskannya, ada tiga potensi utama dalam memulai bisnis yakni pintar melihat kebutuhan pasar, tahu keinginan konsumen dan tangguh dalam mengatasi masalah. “Tirulah cara berbisnis Nabi Muhammad SAW yang mendapat julukan Al Amin, artinya yang dipercaya. Kalau ingin sukses, apapun jenis usahanya, seseorang pengusaha harus dapat dipercaya.”
Tiga pembicara lainnya dari mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi Untar, yaitu Anggi Melinda, Yusrina dan Nadya Febriyanti. Mereka menceritakan pengalaman merintis bisnis, yaitu kuliner Puding Lumer, Kerudung Dazzle dan fashion Quo Vadis.
Nadya mengisahkan bagaimana menciptakan pasar dan menggaet konsumen. Sasaran konsumen adalah teman-teman di kampus dan di sekitar rumahnya. Cara menjual produk yaitu dengan sistem PO (purchase order). Ini dilakukan supaya produk langsung habis terjual. “Jangan takut memulai bisnis, nanti rezekinya diambil orang,” kata Nadya yang merintis bisnis lewat clothing line ini.
Hampir dua jam acara berdiskusi berlangsung. Ketika hendak diakhiri, masih banyak siswa dan siswi ingin bertany. Mereka berharap mendapatkan arahan untuk memulai bisnis. Antusiasme ini seolah sesuai dengan anjuran Presiden Joko Widodo yang mengatakan bahwa jumlah entrepreneur muda di Indonesia masih sangat kecil.
Jumlahnya, kata Jokowi, baru sekitar 3,01 persen dari total jumlah penduduk yang mencapai 260 juta jiwa. Idealnya jumlah wirausaha muda Indonesia 14 persen dari jumlah penduduk.
Sumber: Tempo