SUKABUMIUPDATE.com - Gempa Donggala dan Palu pada Jumat petang, 28 September 2018, sebesar 7,7 Skala Richter yang kemudian dimutakhirkan menjadi 7,4 SR mengguncang Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Gempa tersebut menyebabkan terjadinya tsunami Palu setinggi 1,5-2 meter. Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri kabinet sudah bertolak ke Palu untuk melihat dampak gempa dan tsunami Palu.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa berada di 0.18 Lintang Selatan dan 119.85 Bujur Timur atau 27 kilometer timur laut Donggala, Sulawesi Tengah.
Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan korban tewas sementara 832 orang, kebanyakan akibat tertimpa bangunan dan diterjang tsunami. Sedangkan masyarakat yang selamat dari terjangan tsunami merupakan masyarakat yang mengevakuasi diri ke tempat tinggi di sekitar pantai Kota Palu.
Korban tsunami yang selamat mungkin secara fisik mereka tampak tak kurang suatu apapun. Namun, masalah psikologis mengancam hidup mereka dalam beberapa hari dan minggu pasca kejadian. Ini bahkan bisa berlanjut selama bertahun-tahun, bahkan mungkin seumur hidup.
Korban umumnya merasa cemas dan stres karena merasa hidup mereka terancam oleh tsunami yang mungkin bisa terjadi lagi. Mereka juga menderita kesedihan karena tahu orang-orang yang mereka sayangi tidak bisa selamat dari bencana tersebut. Ada juga orang-orang yang merasa tertekan karena kehilangan rumah, uang, atau bisnis mereka karena tsunami.
"Dampaknya luas sekali karena mengganggu seluruh aspek kehidupan korban, apalagi jika korban juga kehilangan anggota keluarganya. Dampak yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis. Untuk saat ini dimana situasi masih gawat darurat, tentu korban masih diliputi ketakutan atau kecemasan akan terjadi lagi gempa susulan, kesedihan yang mendalam karena kehilangan keluarga, tempat tinggal dan sebagainya dan juga sakit akibat luka fisik yang diderita," kata Psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo, kepada Tempo melalui surat elektronik, Ahad, 30 September 2018.
Vera juga menjelaskan bahwa tsunami berdampak pula pada psikologis anak, dan kurang lebih sama seperti yang dialami orang dewasa.
"Dampak yang dialami anak kurang lebih sama dengan yang dialami orang dewasa. Namun anak bisa mengalami kebingungan, bisa berwujud rewel, bertanya terus, menuntut pulang ke rumah dan lain-lain," katanya.
Karena keterbatasan pemahaman atau pemikiran anak, Vera menyarankan agar orang tua atau orang dewasa menjelaskan kepada mereka tentang apa yang terjadi dan menenangkan para anak pasca gempa dan tsunami Palu. Orang tua perlu menjelaskan pula tentang usaha perbaikan dan pertolongan sedang dilakukan.
Sumber: Tempo