SUKABUMIUPDATE.com - Bahasa widal menjadi satu dari 4 budaya warga Kota Sukabumi yang diusulkan ke Unesco menjadi WBTB (warisan budaya tak benda). Sebagai calon warisan budaya dunia, bahasa widal hingga kini masih digunakan oleh warga Sukabumi yang paham dengan cara bertutur bahasa sandi yang identik dengan Tipar dan digunakan sejak zaman penjajahan kolonial di Indonesia.
Selasa 7 Juni 2022 lalu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Sukabumi mengusulkan bahasa widal bersama kesenian Gotong Sisig, Gotong Lisung dan mochi (makanan) sebagai Warisan Budaya Dunia atau WBTB (warisan budaya tak benda). 4 item ini lulus kurasi oleh tim Jawa Barat.
Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud, Rita Handayani, mengatakan rapat yang menghadirkan pihak yang berkompeten membahas mengenai pengusulan objek WBTB itu.Lebih lanjut, Rita menjelaskan untuk meraih status WBTB, setiap objek harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh UNESCO.
Keterlibatan para ahli dalam pengusulan ini untuk mengatasi kendala dalam pengajuan WBTB seperti kurangnya kajian maupun catatan mengenai objek yang diusulkan. Penetapan WBTB, adalah sebuah strategi pemerintah untuk melestarikan kebudayaan, sekaligus mengenalkan potensi Kota Sukabumi secara luas.
Lalu apa itu bahasa widal?
Tulisan Mohammad Ilham Ramadhan di portal mojok.co adalah yang paling menarik, setidaknya menjadi yang pertama muncul di mesin pencari google. Sederhananya Widal adalah bahasa gaul orang Sukabumi, khususnya di kawasan Tipar, Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi.
Dalam tulisan itu, Widal sendiri memiliki arti "Tipar", karena bahasa ini lahir dengan cara menukar-nukar huruf dan bunyi dari bahasa Sunda. Rumus dalam bahasa Widal utamanya Pelafalan huruf vokal tidak terjadi perubahan, kecuali kalau huruf vokal berada di depan kata maka akan ditambahkan bunyi “Ny”, contoh A = A (Nya); E = E (Nye) I = I (Nyi); U = U (Nyu); O = O (Nyo).
Sementara sejumlah pelafalan huruf konsonan juga berubah. B = H; C = J, Z (huruf yang berbunyi mirip); D = P, F, V (huruf yang berbunyi mirip); F = D; G = S; H = B; J = C; K = N; L = R; M = Y; N = K, Q, X (huruf yang berbunyi mirip); P = D; Q = N; R = L; S = G; T = W; V = D; W = T; X = N; Y = M; Z = C.
Baca Juga :
Wikipedia mengutip penelitian mahasiswi UNPAD Rahayu Puziawati tahun 2019, bahasa widal ini disebut diciptakan warga Tipar saat masa pendudukan Belanda di Indonesia. Penggunaan bahasa Widal oleh masyarakat setempat untuk mengelabui pihak Belanda, di mana mereka berusaha untuk menyembunyikan maksud percakapan serta menjaga informasi agar tidak bocor terhadap pihak lawan.
Sementara, Yani Heryandi tahun 2013 dalam makalah thesis diploma Universitas Komputer Indonesia, coba mengurai fungsi dan makna kekinian dari bahasa widal yang faktanya tetap lestari hingga saat ini.
Pertama, makna pesan bahasa Widal sebagai bentuk isyarat masyarakat Tipar Sukabumi ditunjukan sebagai bahasa sandi yang digunakan sebagai pembeda dengan masyarakat lainnya. Lalu, makna pesan sebagai bentuk refleksi diri menunjukan penggunanya memiliki ikatan emosional dengan masyarakat Tipar lainnya dan turut merepresentasikan budaya Sukabumi yang bersifat kesukuan.
Kemudian makna pesan sebagai bentuk pengaruh sosial menunjukan bahasa Widal dapat meningkatkan prestise, kepercayaan diri, dan status sosialnya dalam masyarakat Tipar. Pengguna bahasa widal akan mendapatkan pengakuan dari masyarakat Tipar lainnya, dan mewariskannya dengan mempergunakan bahasa Widal pada kehidupan sehari-hari.
Baca Juga :
Selanjutnya makna pesan sebagai bentuk kebersamaan menunjukan bahwa bahasa Widal merupakan bentuk identitas bersama masyarakat Tipar yang harus dijaga bersama. Ada kesepakatan bahwa bahawa Widal sebagai bahasa asli penduduk tipar yang pola penerapannya tetap sama dari jaman dulu hingga sekarang.
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan pesan bahasa Widal pada masyarakat Tipar Sukabumi pada dasarnya diakui sebagai bentuk warisan budaya yang dapat menjadi identitas para pelakunya sehingga harus dilestarikan keberadaannya sebagai salah satu sarana interaksi dalam sosialisasi masyarakat Tipar dan Sukabumi.
"Sebaiknya masyarakat Tipar dapat mempergunakan bahasa Widal dalam keseharian dan dapat memberikan sarana formal bagi siapa saja yang ingin mempelajari bahasa Widal," tulis peneliti sebagai saran dalam makalah tersebut.