SUKABUMIUPDATE.com - Remaja merupakan kelompok usia yang paling rentan mengalami kecanduan mengakses Internet dari gawai. Di sisi lain, usia ini juga butuh mengakses untuk bersosialisasi dan mendukung studi mereka.
Namun beberapa orang tua kerap khawatir saat melihat anak mereka berlama-lama dengan gawai, bahkan disebut kecanduan. Menurut psikolog, konten yang ditelusuri remaja berperan lebih penting dibandingkan lamanya bermain gawai untuk menyebut remaja kecanduan media sosial.
“Kecanduan media sosial itu apa. Bukan dari lama waktu anak di media sosial. Tapi apa yang dia lakukan, dia browsing. Kalau dia browsing sesuatu yang tidak bermanfaat untuk dia, iya dia kecanduan. Tapi kalau dia browsing yang bermanfaat, itu bukan kecanduan namanya,” kata Saskhya Aulia Prima, psikolog anak dan remaja saat ditemui di peluncuran Nivea Soft Mix Me di Bogor, Sabtu, 5 Oktober 2019.
Lebih lanjut ia memaparkan, “Contohnya saja ini, program Mix Me Troops untuk remaja putri ini bermula dari informasi di media sosial. Anak-anak yang berada di sini, tentunya mendapat izin dan dukungan penuh dari orang tua untuk melatih pengembangan percaya diri, bakat dan minat mereka.”
Menurut Saskhya, orang tua harus memastikan betul apa yang dilakukan remaja saat bermain media sosial. Sebab bila melarang sepenuhnya, mereka pun bercermin dari tingkah laku orang tua yang kesehariannya pun tidak lepas dari gawai dan internet.
Saskhya menyarankan orang tua membangun komunikasi versi remaja agar buah hatinya tidak terjerumus ke arah kecanduan media sosial. “Orang tua harus memperjelas, bukan durasinya saja, tapi juga konten di dalamnya. Untuk tahu konten, kita enggak bisa lepas ke anaknya. Harus diskusi berdua, apakah ini oke untuk anak. Orang tua juga harus updates,” ucap Saskhya.
“Jangan motong omongan remaja atau buru-buru menyalahkan pendapat remaja. Orang tua harus dengar dulu penjelasan mereka. Setelah itu, baru tanggapi. Kalau begitu di media sosial, kamu bisa cari A, B, C sampai Z yang bisa mengembangkan kemampuan kamu. Bila terjadi hal sebaliknya, harus ditempuh dengan komunikasi juga untuk menyepakati solusinya,” tandas Saskhya.
Sumber: Tempo.co