SUKABUMIUPDATE.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika resmi membuka blokir Telegram setelah penanganan konten terorisme di perusahaan aplikasi pesan itu selesai ditangani. Sebeumnya akses aplikasi web Telegram diblokir oleh Kominfo sejak 14 Juli 2017.
"Kominfo sudah diberi jalur khusus untuk addresed konten negatif radikalisme dan terorisme, jadi masyarakat bisa kembali memanfaatkan Telegram," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam konferensi pers di kantornya, Kamis, 10 Agustus 2017.
Rudiantara menuturkan, pihaknya dan Telegram telah menyepakati sejumlah hal sebagai syarat pembukaan blokir. Pertama yaitu tentang ditunjuknya perwakilan Telegram untuk berkomunikasi dengan pemerintah. Kedua, pembuatan software internal Telegram untuk melakukan filter konten khususnya terkait terorisme dan radikalisme. Ketiga, pembuatan standar operasional prosedur (SOP) untuk tindak lanjut penanganan konten negatif.
"Kurang lebih sama dengan same day service jadi kalau ada aduan diterima bisa langsung diproses dan di-take down hari itu juga," ucapnya.
Rudiantara berujar, penyusunan SOP itu dilakukan Telegram bersama tim dari Kominfo, dan kini tengah dalam proses penyesuaian dengan sistem Telegram. Normalisasi blokir Telegram dilakukan hari ini sekitar pukul 10.46 WIB.
Terkait dengan sistem filtering internal Telegram, Rudiantara menjelaskan, diberikan script khusus berupa kata kunci (keywords) untuk mencari konten-konten negatif, khususnya radikalisme dan terorisme. "Jadi misal nanti ketik ISIS, konten atau channel yang mengandung kata itu bisa diakses dan di-take down."
Pasca penerapan sistem tersebut Telegram menemukan rata-rata 10 channel di Indonesia yang harus diblokir karena mengandung unsur radikalisme dan terorisme. "Telegram sudah melakukan perkembangan yang baik."
Menurut Rudiantara, yang diperlukan ke depan adalah kecepatan Telegram sebagai penyedia layanan untuk membersihkan konten-konten negatif tersebut. "Kita akan tingkatkan bagaimana layanan untuk masyarakat, buat program yang lebih nyaman, jadi nggak berhenti sampai sini."
Rudiantara pun mengatakan untuk konten-konten yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme pihaknya juga berkomunikasi serta berkoordinasi dengan Polri juga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). "Masalah radikalisme dan terorisme tidak bisa kita melakukan birokrasi yang berkepanjangan, jadi karpet merah itu diberikan ke Indonesia," ujarnya.
Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Samuel Abrijani Pangarepan, proses normalisasi blokir Telegram akan melibatkan operator. "Jadi seberapa cepat mereka resolve itu, ya ketentuannya 1x24 jam udah bisa diakses." Dia berharap kerja sama Kominfo dan Telegram ini juga dapat diterapkan dengan sejumlah penyedia layanan lainnya.
Sumber: Tempo