SUKABUMIUPDATE.com - Artificial Intelligence (AI), teknologi kecerdasan buatan kini makin populer di kalangan masyarakat. Terutama ketika deretan artis papan atas dilibatkan dalam subjek penggunaan teknologi AI.
Sebut saja gambar AI Rafathar saat menjadi salah satu pemain Timnas Indonesia. Potret AI gambar Rafathar itu dibagikan oleh Raffi Ahmad langsung, bersamaan dengan potret Nagita Slavina, Rayyanza (Cipung) dan Messi bak sedang menonton di stadion.
Tak hanya itu, tiruan suara Justin Bieber hingga Ariana Grande juga berhasil tercipta berkat teknologi AI. Namun, adakah dampak dari penggunaan teknologi AI ini?
Baca Juga: Kepala Bocor, Balita Tertimpa Timbangan Dacin di Posyandu Sukabumi
Menjawab hal itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran atau Unpad Sinta Dewi mengatakan bahwa perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) bisa menjadi tantangan tersendiri terhadap hukum perlindungan data pribadi. Ini terjadi karena penggunaan teknologi AI membuat sejumlah data pribadi dapat diakses.
Baca Juga: 132 Kg Sabu, 7 Tersangka Pelaku Penyelundupan Narkoba Ditangkap
“Jadi pembahasan tentang kemajuan teknologi sekarang harus memenuhi prinsip-prinsip perlindungan dari hak asasi manusia karena kalau ini dibiarkan ini akan membahayakan manusia itu sendiri,” kata Sinta dalam Satu Jam Berbincang Ilmu (Sajabi) secara daring pada Sabtu, 10 Juni lalu dilansir dari situs Unpad via Tempo.co, Rabu (14/6/2023).
Sinta mengatakan hukum perlindungan data pribadi merupakan bidang baru yang saat ini berkembang dengan cepat. Kini, setidaknya sudah ada 162 negara yang memiliki regulasi tersendiri di bidang data privasi termasuk Indonesia.
“Ini membuat hukum perlindungan data pribadi itu sudah menjadi rezim hukum tersendiri,” kata Guru Besar bidang Hukum Siber ini.
Baca Juga: Jejak Pegasus, Alat Sadap Mematikan Pembungkam Suara Rakyat Indonesia
Dalam paparannya Sinta menjelaskan, salah satu permasalahan penggunaan AI adalah bagaimana data itu direidentifikasi.
“Data pribadi menjadi suatu rezim hukum atau diatur oleh hukum karena dia mengidentifikasi seseorang. Jadi kalau dia tidak mengidentifikasi seseorang artinya anonim itu diperkenankan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sinta mengatakan bahwa dalam penggunaan AI, ada kemungkinan upaya memprofilkan seseorang dari pengumpulan data dan hal ini bisa disalahgunakan oleh korporasi hingga terjadi eksploitasi data besar-besaran.
Indonesia sendiri sudah memiliki Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Sementara saat ini belum ada regulasi khusus mengenai AI.
“Jadi masyarakat di Indonesia itu, di industri dan pemerintah masih berfokus kepada kepada penggunaannya,” ujar Sinta.
Sinta menjelaskan bahwa data pribadi itu boleh diproses asalkan sesuai peraturan. Adapun prinsip privasi yang harus dipenuhi, yaitu adanya pembatasan pengumpulan, spesifikasi tujuan, pembatasan pemakaian, transparansi dan persetujuan, serta akuntabilitas dan governance.
“Jadi aturannya adalah bagaimana data privasi itu dibatasi pengumpulannya kemudian tujuannya untuk apa sih sebetulnya. Kalau ini tujuannya untuk kepentingan kesehatan, itu harus digunakan hanya untuk kepentingan kesehatan, tidak boleh digunakan untuk hal lain,” jelas Sinta.
Baca Juga: Fake! Waspada Teman Kencan Online Tipu Pasangan Pakai ChatGPT
Sinta pun menyebutkan bahwa saat ini teknologi dan hukum menjadi dua aspek yang saling membutuhkan. “Mungkin pada awalnya dulu secara teknologi merasa bahwa tidak usah ada hukum. Hukum itu terlalu membatasi, tapi ternyata the end of the day banyak permasalahan-permasalahan yang muncul yang memerlukan intervensi dari hukum, yaitu baik berupa undang-undang maupun dalam kebijakan-kebijakan yang ada,” ujar Sinta.
Sumber: Tempo.co