SUKABUMIUPDATE.com - Adem Ayem merupakan salah satu rumah makan yang menyajikan masakan gudeg khas Solo. Selama 50 tahun, rumah makan itu pernah mengalami pasang surut. Pernah memiliki cabang di beberapa kota namun akhirnya tinggal di Solo yang masih tetap bertahan.
Pendiri RM Adem Ayem, Lies Rosmijati menceritakan bahwa pada awalnya dia membuka rumah makan untuk mengisi waktu, pada 1969. "Saat itu saya hanya ibu rumah tangga biasa, sedangkan suami saya pengusaha," katanya, Sabtu 23 Februari 2019.
Dia memilih untuk menjual masakan gudeg sebagai menu utama. "Saya berasal dari Yogya, jadi sudah terbiasa memasak gudeg," katanya. Hanya saja, masakannya itu ternyata kurang cocok dengan lidah masyarakat Solo.
"Banyak yang bilang gudegnya terlalu manis," katanya. Masyarakat Solo memang terbiasa memasak gudeg dengan rasa gurih, berbeda dengan gudeg Yogya yang cenderung manis. Lies lantas berkreasi untuk membuat Gudeg Solo.
Akhirnya, racikan Gudeg Solo yang dibuatnya cocok dengan lidah masyarakat Solo. Rasanya gudegnya kini lebih gurih. Kemudian gudeg Adem Ayem pun diguyur santan kental, jadi tak sekering gudeg Yogya.
Rumah makan yang terletak tepat di depan rumah dinas wali kota itu ramai dikunjungi pembeli. Bahkan banyak bus wisata yang singgah di rumah makan tersebut.
"Banyaknya bus wisata yang mampir membuat Adem Ayem juga dikenal di luar kota," katanya. Dia pun akhirnya berani membuka cabang di kota lain, seperti Yogyakarta, Surabaya dan Bali.
Meski cukup ramai, Lies terpaksa menutup cabangnya yang ada di kota lain. "Tidak sanggup membagi waktu," kata wanita berusia 72 tahun itu. Apalagi, rumah makannya memang dikelola secara tradisional. Saat ini dia memilih untuk fokus mengurusi rumah makan di Solo.
Rumah Makan Adem Ayem menjadi salah satu tujuan para wisatawan yang ingin mencicipi kuliner di Kota Solo. Sejumlah menteri hingga presiden menjadi pelanggan di rumah makan tersebut.
Salah satu pelanggan, Raden Ayu Febri Dipokusumo mengatakan pengelolaan rumah makan secara tradisional justru memberi nilai lebih di rumah makan itu. "Bukan hanya masakannya, keberadaan pedagang buku asongan yang membuat rumah makan ini selalu bikin kangen," katanya.
Pedagang makanan keliling juga banyak yang mangkal di depan rumah makan gudeg itu. "Pembeli boleh jajan dan membawanya masuk ke dalam rumah makan," katanya.
Sumber: Tempo