SUKABUMIUPDATE.com – Berbicara wilayah Kecamatan Ujunggenteng, Kabupaten Sukabumi, tak lepas dari kekayaan keindahan alam. Bagian Selatan Kabupaten Sukabumi ini, tersimpan segudang destinasi wisata, mulai dari pantai, zona Geopark Ciletuh, hingga sejumlah bangunan peninggalan kolonial belanda.
Salah satu peninggalan kolonial Belanda yang luput dari perhatian para wisatawan adalah bekas Dermaga Bagal Batre sepanjang kurang lebih 200 meter dari bibir pantai. Dua lokasi ini merupakan saksi bisu sejarah bermukimnya orang Jawa Timur dan Jawa Tengah di Ujunggenteng.
“Dahulu di sana ada pos jaga tentara Belanda yang juga dikenal dengan Pos Gedong Papak,†ujar Maryono (45), salah seorang tokoh pemuda warga Kampung Waluran RT 07/02, Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap kepada sukabumiupdate.com, belum lama ini.
Untuk menuju ke sana, lokasi ini berada sekitar 90 kilometer dari Kota Sukabumi dengan jarak tempuh sekitar tiga jam perjalanan. Sedangkan dari Jakarta mencapai 200 kilometer atau sekitar lima jam perjalanan normal.
Sebelum memasuki kawasan dermaga Bagal Batre dan Pos Gedung Papak, pengunjung harus melewati toll gate pariwisata dan membayar tarif masuk Rp8 ribu untuk sepeda motor, dan Rp15 hingga Rp20 ribu untuk kendaraan roda empat atau lebih.
Menempuh perjalanan jauh, tidak akan sia-sia. Sebab setiba di lokasi, akan terbayarkan dengan suguhan keindahan alam yang memesona mata. Indahnya hamparan pasir putih sepanjang pantai. dikelilingi hutan lindung di lokasi yang sama, memberi kesejukan alami yang sulit ditemui di daerah lain di Sukabumi.
Selain menawarkan keindahan alam, lokasi wisata yang kini berada di bawah pengawasan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) ini, memiliki sejarah penting soal bermukimmnya etnis Jawa di wilayah tersebut.
Menurut sejarah, kata dia, dermaga Bagal Batre ini dahulunya digunakan sebagai pelabuhan transit armada tentara Belanda yang melintas di perairan Selatan Jawa. “Bahkan tempat ini merupakan saksi sejarah masuknya warga Jawa Timur dan Jawa Tengah ke wilayah Kabupaten Sukabumi yang sengaja di bawa tentara Belanda sebagai tenaga kerja tujuan Suriname dan Kalimantan,†papar dia.
BACA JUGA:
Minajaya, Berburu Sunset dan Kisah Kapal Karam di Selatan Sukabumi
Bersemayamnya Era Prasejarah di Puncak Batu Gores Kutajaya Kabupaten Sukabumi
Soal sejarah tibanya etnis Jawa di daerah itu, seorang saksi sejarah yang masih hidup, warga Kampung Waluran, Desa Pengumbahan, Kecamatan Ciracap, Mbah Kartijo (97) menuturkan, bermula ketika pada 1947, ratusan pemuda diangkut kapal perang tentara Belanda menuju Pulau Borneo –kini Kalimantan– melalui pantai Selatan Pulau Jawa.
Perjalanan itu, kata Mbah Kartijo, menghabiskan waktu dua minggu hingga sebulan. Ketika melihat daratan apalagi adanya dermaga dan pos tentara, nakhoda kapal langsung bersauh.
“Kapalnya mutar-mutar di sekitar pantai Selatan. Kemudian kami diturunkan di dermaga. Saat kami turun, Gedong Papak dan Dermaga Bagal Batre itu memang sudah berdiri, sebelum agresi Belanda kedua tahun 1947. Semula kami tak tahu nama  tempat ini,†terang Mbah Kartijo yang mengaku berasal dari Jawa Timur.
Mereka baru mengetahui berada di Jawa Barat, ketika Belanda menyuruh menanam kelapa dan sejumlah tanaman lainnya. “Perlahan interaksi dengan penduduk lokal terjadi, dan ternyata kami tidak berada di Boneo, melainkan di Jawa Barat,†sebut dia.
Ia menyebutkan, semenjak berlabuh di Ujunggenteng, kehidupan sosial budaya dari suku Jawa tidak dihilangkan. Kesenian asli Jawa Timur dan Jawa Tengah terus dipelihara, seperti Seni Angguk, Cidur, Wayang Orang, Ketoprak, dan Kuda Lumping. Diakui Kartijo, seiring perjalanan waktu, banyak kesenian ini tidak terlestarikan dengan baik. Hanya kesenian kuda Lumping Jia yang masih bertahan.
Seperti halnya Kartijo, Maryono tidak mengetahui persis kapan bangunan dan dermaga itu dibangun. Namun, di luar soal waktu dibangunnya dermaga, yang jelas tempat ini memang menawarkan keindahan tak terjua, sekaligus menjadi spot memancing ideal. “Tempatnya persis berada di kawasan hutan lindung. Nyaman, dan udaranya segar. Sangat cocok untuk dijadikan tempat selfie dan menikmati sunset,†tambah Maryono lebih jauh.
Maryono juga menambahkan, tempat tersebut dikenal angker pada malam hari. Menurutnya sangat jarang orang mau berlama-lama di tempat itu, terlebih jika waktu Maghrib sudah tiba. “Suka merinding saja bawaannya. Kata orang sini tempatnya memang angker,†ujarnya tanpa menjelaskan kenapa disebut angker.
Ia mengatakan, setiap hari, apalagi akhir pekan dan liburan, tempat ini dikunjungi ratusan wisatawan lokal. “Kalau bulan suci Ramadhan, tempat ini menjadi lokasi favorit wisatawan lokal, bisa ribuan orang yang datang. Sayangnya, gedung peninggalan bersejarah itu, nampak tidak terawat dengan baik. Padahal lokasi tersebut merupakan salah satu destinasi wisata yang mampu menyumbang pundi-pundi daerah,†papar dia.
Selain tak terawat, tambah dia, fasilitas infrastruktur penunjang pun masih minim. Di sekitar lokasi dermaga Bagal Batre, tidak tersedia tempat beristrahat atau lainnya, sehingga pengunjung wajib membawa peralatan bila ingin berlama-lama di sana.