SUKABUMIUPDATE.com - Kawasan Banten Lama di Kabupaten Serang menyimpan banyak bangunan bersejarah, salah satunya adalah Keraton Kaibon.
Terletak di Kampung Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, keraton ini merupakan peninggalan berharga yang masih dapat ditemukan hingga kini.
Didirikan pada tahun 1815, Keraton Kaibon menjadi kediaman Ratu Aisyah, ibunda dari Sultan Syafiuddin, sultan ke-21 Banten.
Berbeda dengan Keraton Surosowan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, Keraton Kaibon lebih berperan sebagai tempat tinggal. Nama "Kaibon" sendiri berasal dari kata "keibuan," yang melambangkan kelembutan dan kasih sayang.
Bagian utama keraton ini adalah kamar tidur Ratu Aisyah, yang dirancang menjorok ke dalam tanah serta dilengkapi dengan sistem pendingin alami.
Lubang-lubang di dalam ruangan digunakan untuk menampung air yang memberikan efek kesejukan pada suhu di dalamnya.
Namun, pada tahun 1832, Keraton Kaibon dihancurkan oleh Belanda di bawah kepemimpinan Gubernur VOC, Jenderal Daendels. Penghancuran ini terjadi akibat penolakan Sultan Syafiudin terhadap perintah Daendels untuk melanjutkan pembangunan Jalan Anyer–Panarukan.
Bahkan, sebagai bentuk perlawanan, Sultan Syafiudin menghukum mati utusan Belanda, Du Puy, yang akhirnya membuat Daendels murka dan menghancurkan keraton hingga menyisakan puing-puing yang dapat dilihat saat ini.
Meskipun telah mengalami kehancuran, sisa-sisa Keraton Kaibon masih lebih jelas terlihat dibandingkan Keraton Surosowan yang nyaris tidak menyisakan bangunan utuh.
Struktur seperti gerbang Paduraksa, pondasi, serta pilar-pilar masih berdiri kokoh. Sama seperti Keraton Surosowan, Keraton Kaibon juga mengadopsi unsur air dalam arsitekturnya.
Saluran air yang mengelilingi bangunan berfungsi sebagai sistem pendingin alami, menyesuaikan dengan kondisi iklim yang panas di wilayah tersebut.
Di dalam kompleks keraton, terdapat bangunan yang menyerupai masjid, terletak di sisi kanan gerbang utama. Pilar bangunan ini masih utuh, dan di dalamnya terdapat mimbar yang dahulu digunakan sebagai tempat khatib menyampaikan khutbah.
Lantai serta atap bangunan dibuat menggunakan balok kayu berukuran besar, bahan yang sama juga digunakan untuk membangun masjid megah yang menjadi bagian utama dari keraton-keraton di Banten.
Keraton Kaibon memiliki gerbang besar bernama Pintu Dalam. Di bagian barat gerbang ini terdapat tembok dengan lima pintu bergaya Jawa dan Bali (Paduraksa dan Bentar).
Secara arsitektural, jika dibandingkan dengan Keraton Surosowan, Keraton Kaibon terlihat lebih kuno, terutama dalam desain pintu serta temboknya.
Terdapat empat pintu gerbang Bentar sebagai akses menuju keraton, sementara gerbang menuju bagian dalam keraton berbentuk Paduraksa.
Dalam konsep arsitektur Hindu, kedua jenis gerbang ini memiliki perbedaan fungsi, di mana gerbang Bentar lebih sering digunakan untuk bangunan profan (duniawi tidak berbau agama), sementara Paduraksa untuk bangunan sakral.
Kini, meskipun hanya tersisa reruntuhan dan pondasi, Keraton Kaibon tetap menjadi saksi bisu kejayaan Banten Lama di masa lampau. Cagar budaya ini masih menarik banyak pengunjung yang ingin melihat langsung jejak sejarahnya.
Selain itu, keindahan arsitektur klasik dan artistik yang tersisa menjadikannya lokasi favorit bagi wisatawan, termasuk pasangan muda yang ingin mengabadikan momen dengan latar belakang yang unik dan bersejarah.