SUKABUMIUPDATE.com - Gunung Pinang merupakan salah satu destinasi wisata alam yang menyimpan cerita legenda di Banten. Terletak di kawasan Serang, gunung ini menawarkan panorama alam yang menakjubkan, udara segar, dan berbagai aktivitas menarik.
Gunung Pinang adalah destinasi wisata yang terletak di Desa Pejaten, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Lokasinya berjarak sekitar 95 km dari Jakarta dan dapat dicapai dalam waktu sekitar 2,5 jam melalui jalur tol menuju Serang.
Menurut informasi dari laman Perhutani, Gunung Pinang memiliki ketinggian sekitar 300 mdpl, menjadikannya lebih rendah dibanding gunung-gunung lain di Indonesia. Kawasan wisata ini dikelola oleh Perhutani KPH Banten sebagai bagian dari pengelolaan hutan setempat.
Gunung Pinang sangat direkomendasikan untuk para penggemar olahraga sepeda gunung. Pengunjung dapat menikmati kegiatan downhill, yaitu meluncur dari puncak hingga kaki gunung dengan sepeda.
Meskipun medannya cukup menanjak dan kondisi jalannya belum sepenuhnya mulus, banyak pengunjung yang menikmati pemandangan indah dari ketinggian, terutama saat sore hari.
Lanskap pegunungan yang asri, udara sejuk, dan panorama alami menjadi daya tarik utama wisata Banten Gunung Pinang. Tempat ini juga memiliki banyak spot foto menarik, menjadikannya favorit bagi pengunjung untuk berswafoto bersama keluarga atau pasangan, terutama untuk melepas penat di akhir pekan.
Gunung Pinang menawarkan konsep wisata yang kekinian, sehingga selalu ramai pengunjung. Tempat ini cocok untuk piknik santai atau aktivitas olahraga dengan latar panorama alam yang memukau.
Wisata Gunung Pinang buka setiap hari mulai pukul 07.00 hingga 17.00 WIB. Tiket masuknya dikenakan biaya Rp15.000 per orang, belum termasuk biaya parkir kendaraan.
Mengutip laman NU Online, kisah Legenda Gunung Pinang berasal dari daerah Serang, Banten, dan mengisahkan seorang janda yang tinggal bersama anak laki-lakinya bernama Dampu Awang. Anak ini memiliki keinginan kuat untuk merantau demi mengubah nasib keluarganya.
Meski dengan berat hati, sang ibu akhirnya merelakan kepergian Dampu Awang dengan syarat ia harus menjaga burung peliharaan mereka yang bernama Si Ketut. Burung ini memiliki kemampuan luar biasa untuk mengirimkan pesan. Suatu ketika, seorang saudagar kaya bernama Teuku Abu Matsyah singgah di Banten, dan Dampu memutuskan untuk ikut berlayar bersama kapal milik saudagar tersebut.
Karena sifatnya yang jujur, rajin, dan pekerja keras, Dampu menarik perhatian putri Teuku Abu Matsyah, dan akhirnya mereka menikah. Lambat laun, Dampu pun berhasil menjadi saudagar kaya seperti mertuanya.
Setelah bertahun-tahun, Dampu kembali ke Banten dan menambatkan kapalnya di pelabuhan. Mendengar kabar ini, sang ibu merasa sangat bahagia. Namun, kebahagiaan itu berubah menjadi kesedihan ketika Dampu tidak mengakui ibunya dan bahkan menghina dirinya.
Dalam kekecewaannya, ibu Dampu memanjatkan doa, "Ya Tuhan, jika pemuda itu bukan anakku, biarkan ia pergi. Namun, jika dia benar-benar Dampu Awang, mohon beri ia pelajaran atas perbuatannya yang menyakiti hati seorang ibu."
Tiba-tiba, cuaca berubah drastis. Langit yang cerah mendadak gelap, dan siang berubah menjadi malam gulita. Petir, kilat, dan guntur bersahutan. Sambaran petir menghantam kapal Dampu hingga terbalik, dan kapal itu kemudian berubah menjadi Gunung Pinang.