SUKABUMIUPDATE.com - Geopark Ciletuh, sering digambarkan sebagai salah satu mahakarya alam Sukabumi yang "tercipta saat Tuhan tersenyum,".
Selain menjadi destinasi wisata dengan suguhan panorama yang memanjakan mata, Geopark Ciletuh juga kerap menjadi lokasi penelitian. Di sana terdapat 50 situs geologi yang bisa dikunjungi untuk mempelajari berbagai hal tentang kekayaan alam Sukabumi.
Namun, di balik keindahan dan keunikan Geopark Ciletuh, ternyata menyimpan sisi gelap yang kadang luput dari perhatian wisatawan dan masyarakat umum.
1. Tambang Emas Ilegal
Geopark Ciletuh-Palabuhanratu mencakup delapan kecamatan di wilayah Kabupaten Sukabumi, yaitu Kecamatan Cisolok, Cikakak, Palabuhanratu, Simpenan, Ciemas, Waluran, Ciracap, dan Surade, dengan luas wilayah 126 ribu hektar atau 30,3% dari luas wilayah Kabupaten Sukabumi.
Salah satu sisi gelap di kawasan obyek wisata Geopark Ciletuh Palabuhanratu adalah tambang emas ilegal yang sudah menjadi fenomena sejak lama, terutama di Kecamatan Ciemas yang merupakan area inti kawasan Geopark Ciletuh. Tambang emas ilegal tidak hanya berbahaya bagi para Gurandil (penambang rakyat), tetapi juga memicu kerusakan lingkungan.
Meskipun keberadaan tambang ilegal tersebut sepintas tidak mengganggu kenyamanan para wisatawan, dalam jangka panjang sangat berpotensi mengganggu berbagai ekosistem lingkungan dan hayati di kawasan Geopark Ciletuh.
Baca Juga: Darurat Sampah di Jalur Geopark Ciletuh Sukabumi, Ini Kata DLH
2. Sampah
Sisi gelap berikutnya di kawasan Geopark Ciletuh Sukabumi adalah soal sampah. Dari kejauhan, nampak pemandangan indah terhampar, dan jalan berkelok menjadi sensasi tersendiri saat dilintasi.
Geopark Ciletuh menjadi salah satu kawasan yang selalu ramai didatangi, terutama saat musim liburan. Apalagi kawasan ini juga menjadi satu-satunya Geopark di Jawa Barat yang sudah ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu warisan dunia yang mesti dijaga dan dirawat keberadaannya.
Sampah menjadi persoalan yang membutuhkan perhatian serius dari para pemangku kepentingan. Bahkan salah satu pantai bahkan sempat viral karena menjadi tempat gunungan sampah.
Kesadaran masyarakat soal sampah dan kebersihan juga menjadi catatan penting, seringkali ditemukan sampah menumpuk di beberapa tempat di pinggir jalan menuju kawasan Geopark Ciletuh.
3. Ketidaksiapan Infrastruktur
Geopark Ciletuh dengan luas tak kurang dari 126 ribu hektar dikenal dengan pemandangan alamnya yang memukau, mulai dari pantai, air terjun, sungai, perbukitan, hingga beragam destinasi tersembunyi lainnya yang menarik untuk dikunjungi.
Namun, soal infrastruktur di Geopark Ciletuh masih belum memadai untuk menampung lonjakan wisatawan. Jalan-jalan menuju lokasi wisata seringkali rusak dan berbahaya, terutama selama musim hujan, selain itu fasilitas umum seperti toilet dan tempat sampah juga sangat minim, membuat pengalaman berwisata kurang nyaman dan menyebabkan wisatawan sering kali membuang sampah sembarangan.
Baca Juga: Jadi Narsum di Geofest 2024, Wabup Sukabumi Bicara Soal Pengelolaan Geopark Ciletuh
4. Dampak Ekonomi dan Sosial
Dampak ekonomi dan sosial dari pariwisata di Geopark Ciletuh tidak selalu positif. Meskipun ada peningkatan pendapatan dari sektor pariwisata, banyak masyarakat lokal yang merasa tidak mendapat manfaat langsung.
Sebaliknya, mereka harus menghadapi kenaikan harga barang-barang pokok dan tanah akibat spekulasi tanah yang dilakukan oleh investor luar daerah.
Selain itu, pariwisata masif juga mempengaruhi budaya lokal. Adat istiadat dan tradisi yang dulunya menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat kini semakin terpinggirkan, tergantikan oleh budaya konsumerisme yang dibawa oleh arus wisatawan.
5. Menjamurnya Vila Ilegal
Sisi gelap lainnya adalah fenomena menjamurnya vila ilegal di sekitar Geopark Ciletuh. Vila-vila ini sering kali dibangun tanpa izin dan merusak lingkungan sekitar. Selain itu, keberadaan vila ilegal juga mengganggu tata ruang dan merusak pemandangan alami kawasan tersebut.
Itulah sederet sisi gelap yang ada di kawasan Geopark Ciletuh Palabuhanratu Sukabumi. Untuk mengatasi berbagai permasalahan ini, diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan wisatawan.