SUKABUMIUPDATE.com - Puncak Festival Bakar Tongkang sukses digelar di Kota Bagansiapiapi, Kecamatan Bangko, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau, Sabtu 22 Juni 2024 lalu. Tradisi tahunan masyarakat Tionghoa setempat ini berhasil menyedot puluhan ribu wisatawan, baik lokal dan wisatawan mancanegara.
Termasuk jurnalis sukabumiupdate.com dan 17 jurnalis Indonesia lain yang mengikuti program Digital First Content (DFC) Australian Broadcasting Corporation (ABC) International Development, turut merekam kemeriahan event yang yang termasuk dalam agenda Kharisma Event Nusantara (KEN) 2024 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tersebut.
Selain ritual acara adat bakar tongkang, atraksi barongsai, pawai drumband hingga Festival Ekonomi Kreatif dan Bazar UMKM yang digelar Dinas Pariwisata Provinsi Riau juga turut memeriahkan acara ini. Bahkan kebudayaan daerah lain seperti kuda lumping hingga reog juga turut berbaur.
Dikutip dari mediacenterriau, bakar Tongkang sendiri merupakan tradisi ritual turun temurun di Rokan Hilir yang memiliki cerita yang sangat erat dengan kelompok imigran Cina pertama yang meninggalkan Tanah Air mereka, serta menetap di pulau Sumatera yang kemudian dikenal dengan nama Bagansiapiapi. Bakar tongkang berarti membakar kapal terakhir tempat mereka berlayar, pada tahun 1826.
Baca Juga: Seren Taun, Cara Kasepuhan Sinar Resmi Syukuri Hasil Tani
Acara adat ini juga merupakan sebagai wujud rasa syukur dan penghormatan kepada Dewa Kie Hu Ong Ya atau dewa laut atas hasil tangkapan ikan yang melimpah.
Dalam sejarahnya, diyakini bahwa leluhur Bagansiapiapi merupakan orang Tang-lang generasi Hokkien yang berasal dari Distrik Tong'an (Tang Ua) di Xiamen, Provinsi Fujian, Cina Selatan. Mereka disebut meninggalkan Tanah Air dengan pengarungan samudra menggunakan kapal kayu sederhana berupa tongkang yang digunakan sebagai alat pengangkut pasir serta mineral yang ditambang.
Ketika dalam kegelapan dan keheningan malam mereka memanjatkan doa-doa kepada Dewa Kie Hu Ong Ya untuk diberi penuntun arah menuju daratan, tiba-tiba tampak berkilauan cahaya. Cahaya itulah yang dijadikan pemandu arah menuju ke daratan, yakni Bagansiapiapi.
Adapun proses puncak Festival Bakar Tongkang ini sendiri dimulai dari Klenteng Ing Hok Kiong yang merupakan kelenteng tertua di Kota Bagansiapiapi. Dari tempat ibadah tersebut, para peserta bergotong royong, saling bahu membahu secara bergantian mengangkat replika Kapal Tongkang yang telah dihias dengan ornamen khas Cina yang terbuat dari kertas berwarna.
Replika tongkang yang berukuran hingga 8 meter dengan lebar 2 meter dan berat 400 kg tersebut lalu diarak serta digotong secara bergantian.
Seluruh warga Tionghoa yang awalnya sembahyang di Klenteng Ing Hok Kiong kemudian turut mengikuti arak-arakan menuju lokasi pembakaran sejauh 1,2 Kilometer dengan berjalan kaki dan membawa hio atau dupa yang telah dibakar ujungnya. Tradisi ini melibatkan berbagai usia dengan mayoritas mengenakan pakaian serba merah dan kuning.
Setelah ribuan peserta berjalan beriiringan, akhirnya mereka sampai di lokasi dipercayai dulunya tempat awal kapal warga Tionghoa pertama kali mendarat dan dibakar bersama agar tidak kembali ke kampung halaman di Fujian.
Di lokasi ini, jutaan tumpukan kertas sembahyang warna kuning atau Kim ChuaChua sudah lebih dulu dikumpulkan. Prosesi pembakaran tongkang dimulai dengan ritual sejumlah tatung yang menetapkan posisi haluan tongkang sesuai petunjuk Dewa Kie Ong Ya. Setelah mereka mengetahui posisinya, kapal tongkang replika diletakkan di atas tumpukan kertas tersebut.
Baca Juga: Peran Tokoh Tionghoa Sukabumi di Balik Dukungan Bung Karno Terhadap Palestina
Istilah Tatung sendiri dipergunakan sebagai simbol pada orang yang kebal yang tubuhnya dirasuki Dewa-Dewi atau roh leluhur sesuai kepercayaan. Warga Tionghoa di Bagansiapiapi mempercayai saat Tatung mulai beraksi, tubuh mereka akan ‘dipinjam’ oleh dewa untuk dijadikan sebagai alat komunikasi atau perantara dengan masyarakat di sekitarnya.
Kemudian sebelum dilakukan pembakaran replika kapal tongkang, sejumlah pejabat pemerintah dalam hal ini Forkopimda diundang ke atas kapal. Mereka melambaikan tangan dari atas kapal tersebut yang disambut tepuk tangan meriah.
Begitu para pejabat pemerintah ini turun, proses pembakaran mulai dilakukan. Jutaan lembar tumpukan kertas sembahyang mulai disulut api. Secepat kilat api menyambar ke seluruh tumpukan kertas dan kapal tongkang replika tadi.
Saat api membara inilah, seluruh peserta juga melemparkan hio yang mereka bawa ke lokasi. Selama proses pembakaran berlangsung, seluruh peserta berdoa.
Dari prosesi ini, ada yang paling dinantikan warga Tionghoa Bagansiapiapi. Dua tiang kapal yang berdiri tegak dengan panjang yang berbeda sebagai tempat tiang layar, harus ditunggu sampai jatuh.
Mereka akan melihat arah mana jatuhnya kedua tiang layar tongkang yang dibakar itu. Apakah ke arah laut atau darat. Pasalnya menurut kepercayaan warga Tionghoa Bagansiapiapi, arah jatuh tiang menunjukkan keselamatan dan peruntungan usaha serta mata pencarian menjadi lebih baik.
Baca Juga: Sandiaga Uno Puji Gelaran Hari Nelayan Palabuhanratu, Ngaku Deg-degan Nonton Atraksi Lais
Dalam proses kali ini, kedua tiang kapal sama-sama jatuh ke arah darat. Maka mereka meyakini bahwa rezeki dari peruntungan usaha dan mata pencarian tahun ini akan datang dari hasil darat.
Setelah kedua tiang layar replika kapal tongkang ini terjatuh, barulah peserta membubarkan diri. Sekalipun ini tradisi warga Tionghoa, namun masyarakat Rohil tetap ramai ikut menonton acara tersebut.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Roni Rakhmat mengatakan, tradisi Bakar Tongkang ini tidak lagi menjadi milik masyarakat Tionghoa di Bagansiapiapi saja. Namun saat ini Bakar Tongkang juga merupakan simbol dan pesta budaya lokal yang diikuti semua lapisan masyakarat untuk meningkatkan perekonomian mereka.
"Kita bisa lihat masyarakat pribumi, suku Melayu, Jawa, semua ikut berpartisipasi, meramaikan, memanfaatkan kemeriahan (event) ini. Event ini sangat berpengaruh kepada perekonomian masyarakat di sini. Lalu juga menambah pendapatan asli daerah Kabupaten Rokan Hilir ini," kata Roni kepada sukabumiupdate.com di lokasi.
Dari data Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, lanjut Roni, sebanyak 50 ribu wisatawan datang menyaksikan Festival Bakar Tongkang tahun ini. Okupansi kamar hotel pun tercatat mencapai 1.800 kamar yang terisi penuh. Kondisi ini berdampak pula dengan hotel dan penginapan di kabupaten/kota tetangga yang mengalami peningkatan okupansi.
Menurut Roni, event ini telah mengangkat wisata budaya potensial Provinsi Riau dalam mensukseskan program Pemerintah di sektor Pariwisata Nasional. Oleh karena itu, ia berharap masyarakat Rokan Hilir dapat menjaga dan melestarikan tradisi Bakar Tongkang ini.
"Mari kita juga jadikan event Bakar Tongkang ini sebagai salah satu cara memelihara toleransi dan kerukunan masyarakat di Kabupaten Rokan Hilir khususnya dan Provinsi Riau umumnya," tandas Roni.
Senada, Kapolda Riau Irjen Mohammad Iqbal juga turut mengajak masyarakat untuk menjaga budaya warisan leluhur, seperti bakar tongkang ini.
"Saya melihat tradisi Bakar Tongkang ini sangat baik. Tradisi budaya turun temurun masyarakat dirawat sajak jaman dahulu, sampai saat ini masih terjaga," kata Iqbal yang juga ikut memikul replika kapal tongkang.
Iqbal mengaku tradisi Bakar Tongkang di Bagansiapiapi adalah tradisi masyarakat Tionghoa. Namun, seluruh masyarakat kini ikut merayakan sebagai tradisi budaya di Riau yang banyak menarik wisatawan dari dalam dan luar negeri.
"Saya melihat tadi tradisi ini dihadiri tidak hanya masyarakat Tionghoa. Kebudayaan daerah lain seperti kuda lumping, reog, semua berbaur meramaikan tradisi Bakar Tongkang," kata jenderal bintang dua itu.
Selain itu, Iqbal juga melihat seluruh yang hadir saling menjaga keamanan dan ketertiban. Terbukti, kepolisian tidak perlu menurunkan banyak personel untuk ikut mengawal event nasional tersebut.
"Untuk pengamanan saja kita tidak banyak turun, tetapi masyarakat bisa menjaga ini bersama-sama. Termasuk juga menjaga keamanan dan ketertiban selama festival berlangsung," pungkasnya.