SUKABUMIUPDATE.com - Nasi liwet menjadi salah satu makanan khas Indonesia. Kuliner satu ini dapat dengan mudah ditemukan di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Bahkan saat ini nasi yang dimasak dengan dicampur bumbu dan sedikit rempah seperti sereh dan daun salam kerap dijadikan menu makanan di restoran-restoran yang menjadikan kuliner satu ini semakin banyak dikenal.
Di daerah Sunda bahkan menikmati nasi liwet telah menjadi salah satu tradisi yang dilakukan ketika berkumpul bersama keluarga atau teman.
Baca Juga: Asal Usul Batagor Kuliner Khas Sunda, Tercipta Karena Keinginan Menghindari Mubazir
Makanan ini akan dinikmati secara bersama-sama yang disajikan beralas daun pisang. Nasi gurih ini juga kerap disajikan dengan aneka lauk seperti ikan asin, akan bakar, ayam, serta tak lupa berbagai lalapan dari dun singkong, daun pepaya hingga petai.
Sedangkan di Jawa Tengah, melansir dari Tempo.co, nasi liwet Solo memiliki ciri khas yakni nasi dengan bumbu gurih dan disiram dengan kuah sayur labu siam.
Namun, hidangan nasi liwet juga terkadang terdiri dari nasi gurih yang disajikan bersama sayur lodeh labu siam, ayam suwir, telur kukus, dan dimakan dengan krupuk rambak.
Selain itu, masakan ini biasanya disajikan dengan lauk pauk seperti ayam suwir, tahu tempe dan sambal. Setiap daerah memiliki nasi liwet khasnya tersendiri. Misalnya, nasi liwet Sunda tentu beda rasanya dengan nasi liwet Solo. Simak sejarah nasi liwet berikut.
Baca Juga: Resep Laksa Cianjur, Kuliner Legendaris yang Mulai Dilupakan
Nasi liwet tertulis dalam Serat Centhini
Nasi liwet menjadi salah satu masakan tradisional yang cara pembuatannya tertulis dalam Serat Centhini. Serat Centhini sendiri merupakan salah satu karya sastra terbesar dengan penggunaan aksara Jawa dalam penulisannya di dunia.
Karya ini termasuk dalam kesusastraan Jawa Baru yang juga sering disebut Suluk Tambanglaras atau Suluk Tambangraras-Amongraga dan ditulis pada 1814-1823 M silam.
Serat Centhini sendiri menjadi karya sastra Jawa yang di dalamnya terdapat informasi mengenai sejarah kehidupan di Pulau Jawa, ilmu pendidikan, arsitektur, ilmu alam, filsafat, agama, makanan, adat istiadat, dan lain-lain. Gaya penyampaian dalam penulisan resep nasi liwet sendiri berbentuk tembang atau suluk.
Dalam Naskah Centhini, penulisannya dikelompokkan menurut jenis tembangnya. Hal ini dimaksudkan agar ilmu pengetahuan serta kebudayaan Jawa tidak punah. Makanan nasi liwet asli Solo sendiri ada di dalam tulisannya pada 1819 M.
Baca Juga: 8 Rekomendasi Kuliner Pedas di Sukabumi, Nikmatnya Bikin Nagih!
Nasi liwet mulanya dibuat oleh penduduk saat Pulau Jawa mengalami bencana alam gempa bumi besar, sehingga pembuatannya pada saat itu dikaitkan dengan tradisi yang berkembang di tengah masyarakat Jawa.
Nasi liwet saat itu dianggap sebagai penolak bala saat terjadi bencana. Bahkan, saat proses pembuatannya, dilakukan pembacaan lantunan doa-doa kepada Tuhan agar diberikan keselamatan dan terhindar dari segala bencana.
Nasi liwet disebut-sebut pertama dibuat oleh masyarakat biasa di Desa Menuran, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Menu nasi liwet atau sego liwet ini biasa dimasak oleh masyarakat Desa Menuran untuk disajikan pada saat acara syukuran.
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pihak keluarga yang mengadakan acara syukuran tersebut dapat mencapai hal-hal yang mereka inginkan sekaligus diberikan keselamatan.
Makanan tradisional nasi liwet yang mulanya dibuat di Desa Menuran pun sudah dimulai sejak 1582 M silam, yakni saat Kerajaan Mataram Islam berdiri. Saat itu, masyarakat Jawa meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW menyukai nasi samin yang salah satu bahannya yaknk minyak samin. Minyak samin sendiri terbuat dari lemak susu sapi.
Akhirnya, masyarakat mulai merefleksikan kecintaan sekaligus memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan membuat nasi gurih atau sego gurih yang dimasak dengan santan untuk menggantikan minyak samin.
Lalu, pada 1934, warga Desa Menuran mulai mengenalkan nasi liwet ala Menuran di wilayah Solo dan Surakarta, sehingga banyak orang mulai mencicipinya. Kelezatan nasi liwet ini pun semakin meluas, terutama di kalangan masyarakat biasa.
Baca Juga: Kuliner Nusantara di Sukabumi, 10 Warung Pempek yang Enak
Bahkan, nasi liwet saat itu tidak hanya menjadi makanan sehari-hari di kalangan masyarakat biasa, tetapi juga menjadi hidangan favorit kaum ningrat Keraton Mangkunegaran dan Kasunanan Surakarta.
Hidangan nasi liwet dari Desa Menuran mulai dikenal di kalangan istana sejak masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwana ke IX (Raja Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1861-1893) atau sekitar abad ke-19. Biasanya, nasi liwet disajikan pada acara-acara besar di keraton, misalnya saat Peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW.
Sumber: Tempo.co/Mutiara Roudhatul Jannah | Meutia Murti Dewi