SUKABUMIUPDATE.com - Kampung Ketupat Sukabumi saat ini sedang hangat diperbincangkan di media sosial. Bukan tanpa sebab, faktanya omzet penjualan Kampung Ketupat Sukabumi mampu mencapai Rp 30 juta sehari dengan memproduksi sekitar 20 ribu ketupat.
Berdasarkan penelusuran sukabumiupdate.com, Kampung Ketupat Sukabumi berlokasi di Limusnunggal RT 03/06 Kelurahan Limusnunggal, Kecamatan Cibeureum, Kota Sukabumi, Jawa Barat. Penamaan Kampung Ketupat sebenarnya sudah sejak dulu, namun mulai viral pada momen Idul Fitri 2022 lalu.
Menarik diketahui tentang Sejarah Ketupat di Indonesia. Selain karena ada Kampung Ketupat di Sukabumi, faktanya ada alasan kenapa makanan ini menjadi salah satu ciri khas hidangan Lebaran. Penasaran? Simak informasinya, dikutip dari sciencedirect via Suara.com!
Ketupat Lebaran Indonesia dalam perkembangannya menyebar ke negara lain, mulai dari Brunei, Malaysia, Singapura hingga Thailand selatan. Menu kuliner khas Lebaran yang memiliki bentuk seperti lontong.
Baca Juga: Tol Bocimi Seksi 2 Terkendala PHO, Apa Itu Provisional Hand Over?
Ketupat atau kupat adalah salah satu makanan dari bahan dasar beras yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa muda (janur), atau ada juga yang menggunakan daun palma. Di samping nasi yang disajikan dalam anyaman daun kelapa, Ketupat biasanya disiapkan bersama opor ayam.
Sejarah Ketupat
Ketupat merupakan makanan tradisional yang dibuat dari beras, dibungkus dengan daun kelapa muda yang dianyam terlebih dahulu. Beras yang sudah dimasukkan ke dalam anyaman daun kelapa muda atau dikenal dengan sebutan "Janur" dalam bahasa Jawa kemudian harus direbus terlebih dahulu.
Memang, cara membuat ketupat ini prosesnya cukup lama, sekitar lima jam bahkan bisa lebih.
Beras yang digunakan untuk membuat Ketupat bukan beras biasa tetapi beras jenis ketan. Sebelum dimasukkan ke dalam anyaman daun kelapa, beras juga harus sudah melalui proses perendaman dalam air selama kurang lebih 30 menit.
Bahkan sebelum daun kelapa muda dianyam, daunnya juga harus sudah direndam dulu di dalam air. Tujuannya supaya tidak mudah robek ketika dianyam.
Proses menganyam daun kelapa muda biasanya juga memakan waktu, sehingga orang-orang pada dewasa ini lebih suka membeli saja daripada membuat sendiri daun ketupat. Setelah Ketupat matang, biasanya orang-orang akan menyantap ketupat bersama dengan lauk seperti rendang hingga gulai.
Baca Juga: Mabuk Kambing dan Sapi, Apakah Daging Kurban Idul Adha Boleh Dijual?
Ketupat pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga, salah satu dari sembilan wali Islam Jawa atau walisongo, pada abad ke-15, terutama di kabupaten Demak yang terletak di Jawa Tengah. Namun, menilik sejarahnya, ketupat ini lebih identik dengan perayaan Idul Fitri ketimbang Idul Adha.
Kala itu, ketupat disajikan di hari pertama Idul Fitri setelah Shalat Ied, berdoa dan silaturahmi ke rumah saudara serta teman. Ketupat sangat erat kaitannya dengan tradisi perayaan dan pesta Idul Fitri. Hampir setiap rumah di jaman dulu akan sibuk menenun daun kelapa muda menjadi ketupat.
Setelah Ketupat dibuat, biasanya masyarakat akan berbagi dengan tetangga/keluarga/kerabat sebagai simbol kebersamaan.
Ketupat tidak hanya tersebar di Jawa tetapi juga menjangkau seluruh Indonesia dan negara lain, seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei. Hal ini karena penyebaran agama Islam. Penyebaran Islam telah membawa serta salah satu tradisi budaya, yaitu menyajikan Ketupat selama pesta Lebaran.
Ketupat melambangkan permintaan maaf dan berkah, sebagai simbol nafsu yang dibungkus oleh hati nurani. Artinya, manusia harus mampu menahan nafsu dunia dengan hati nuraninya.
Baca Juga: Duka Idul Adha: Pedagang Sate Tewas Ditusuk Anaknya, Pelaku Ditangkap Polisi
Sebelumnya diberitakan, Alasan penamaan Kampung Ketupat Sukabumi tidak lain karena keterampilan masyarakatnya dalam membuat cangkang ketupat. Ibu-ibu di tempat ini dengan telaten membuat cangkang ketupat di rumahnya masing-masing.
Pantauan sukabumiupdate.com di lokasi pada Rabu (28/6/2023), ratusan bahkan mungkin ribuan ketupat yang sudah matang terlihat memenuhi ruangan yang ada di rumah-rumah warga. Ketupat tersebut kemudian akan langsung dijual kepada para konsumen, apalagi saat ini menjelang Idul Adha 1444 Hijriah.
Abdul Muis, salah satu pemilik industri rumahan ketupat di kampung ini mengatakan keterampilannya membuat ketupat dapatkan turun-temurun dari orang tuanya. Ia menyebut sudah bisa membuat ketupat sejak tahun 2010
Abdul menyebut kampung tempat tinggalnya memang sudah lama menjadi pusat pembuatan ketupat di Kota Sukabumi, meski baru mulai dikenal banyak orang saat Idul Fitri tahun lalu. Menurut dia, hampir semua warga di kampungnya mencari penghasilan dengan membuat ketupat, terutama saat menjelang hari raya seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
Produksi ketupat di kampung ini berjalan setiap hari. Abdul sendiri mampu mendapatkan omzet lebih dari Rp 5 juta sehari dengan membuat 5 ribu ketupat pada hari-hari biasa. Sementara saat hari raya seperti Idul Fitri dan Idul Adha, dia mengaku dapat meghasilkan omzet penjualan hingga Rp 30 juta sehari dengan memproduksi sekitar 20 ribu ketupat.
Ada perbedaan harga pada setiap ketupat, di mana hari biasa Rp 15 ribu per 10 ketupat, sedangkan ketika hari raya Rp 25 ribu dengan jumlah yang sama. Adapun daun kelapa yang menjadi bahan pembuatan cangkang ketupat di tempat Abdul, diambil dari perkebunan kelapa di wilayah Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.
Dalam memproduksi 5 ribu ketupat, Abdul membutuhkan 2 kuintal beras atau 200 kilogram. Sementara saat hari raya dia bisa menghabiskan kurang lebih 1 ton beras untuk 20 ribu ketupat.
Menurutnya, ketupat Sukabumi punya khas karena pembuatannya berbeda dengan daerah lain. Ciri khas ini terdapat pada rasa dan warna kulit yang awalnya hijau berubah menjadi cokelat kemerahan setelah dimasak. Ketupat Sukabumi juga mampu bertahan selama tiga hari.
Sumber: Suara.com/Mutaya Saroh