SUKABUMIUPDATE.com - Ngabuburit adalah istilah dalam bahasa sunda berupa kegiatan menunggu adzan magrib menjelang waktu berbuka puasa di bulan Ramadan. Kegiatan Ngabuburit cukup beragam mulai dari jalan-jalan, bermain, bercengkerama, mencari takjil gratis, mendatangi pasar kuliner atau sekadar menghabiskan waktu di tempat tertentu.
Selama bulan Ramadan banyak ide dan spot Ngabuburit yang bisa dipilih oleh warga Sukabumi. Kabar bahagianya, kata Ngabuburit kini sudah masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Baca Juga: 3 Kesaktian Abah Anom vs Kapten Congkak, Sakti Mandraguna Bak Mukjizat!
Istilah bahasa populer selama Ramadan ini penggunaannya semakin meluas secara nasional, tidak hanya terbatas di kalangan penutur Bahasa Sunda saja.
Asal Usul Ngabuburit, Istilah Populer Bahasa Sunda di bulan Ramadan
Menurut pakar Bahasa Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Gugun Gunardi, kata Ngabuburit dalam Bahasa Sunda berarti “ngalantung ngadagoan burit” atau bermain sambil menunggu waktu sore.
“Asal katanya dari ‘burit’, yaitu waktu sore, senja, menjelang adan Magrib, atau menjelang matahari terbenam,” kata Gugun dilansir dari laman Unpad via Tempo, Jumat (7/4/2023).
Baca Juga: Kisah Mualaf Ustadz Felix Siauw, Pendakwah Tionghoa yang Dulu Tidak Beragama
Istilah Ngabuburit kemudian digunakan masyarakat sebagai aktivitas untuk menunggu saat buka puasa di bulan Ramadan. Ragam aktivitas yang dilakukan bisa berupa bermain permainan tradisional, berjalan-jalan, berdagang, hingga melakukan aktivitas keagamaan.
Gugun menerangkan lebih lanjut, istilah Ngabuburit sebenarnya sudah ada sejak zaman Orde Baru, atau saat ulama Buya Hamka menjadi ketua umum pertama Majelis Ulama Indonesia atau Ketua MUI pada tahun 1975. Kala itu, ulama Buya Hamka mendapat arahan dari Presiden Soeharto untuk mengisi momentum Ngabuburit dengan kegiatan keagamaan.
Hal ini tentunya bisa diterapkan kembali di masa kini, khususnya oleh para generasi muda.
“Generasi muda bisa melakukan ngabuburit dengan berdiskusi. Ini waktu yang bagus sehingga pengetahuan kita dapat bertambah dan juga terjalin silaturahmi,” ujar Gugun.
Kekinian, kata 'Ngabuburit' sudah ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menurut Dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Unpad Wahya, proses penyerapan kata tersebut ke dalam bahasa Indonesia berawal dari ketidakadaan konsep kata yang sepadan untuk penggunaan sehari-hari di luar penutur bahasa Sunda.
Ada beberapa pertimbangan suatu kata bisa digunakan banyak penutur. Pertama, soal bunyi, apakah enak didengar atau tidak mengarah ke makna tertentu. Susunan kata juga dipertimbangkan, seperti apakah sesuai dengan susunan suka kata bahasa Indonesia atau tidak.
Baca Juga: 100 Ton Kurma, Hadiah Raja Salman untuk Indonesia di bulan Ramadan
Pertimbangan selanjutnya adalah keringkasan, yakni kata itu tidak terlalu panjang saat diucapkan.
“Dengan dasar ini tampaknya kata ngabuburit yang berasal dari Bahasa Sunda diserap ke dalam bahasa Indonesia,” kata Wahya.
Kata ngabuburit sendiri diserap secara utuh ke dalam bahasa Indonesia tanpa pergeseran makna. Dengan kata lain, tidak ada perubahan makna saat kata tersebut digunakan ke dalam bahasa Indonesia.
Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa bahasa daerah dapat memperkuat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Wahya memaparkan, dalam kontak bahasa, misalnya bahasa daerah dan Indonesia dikenal istilah interferensi dan integrasi.
Baca Juga: 5 Ide Outfit Bukber Perempuan: Untuk Acara Keluarga hingga Bareng Pasangan
Interferensi terkait dengan penyerapan kata dari bahasa lain yang masih diperlakukan sebagai kata asing, sedangkan integrasi terkaiit dengan penyerapan yang diperlakukan bukan sebagai kata asing. Dalam hal ini, lanjut Wahya, kata ngabuburit termasuk ke dalam integrasi, karena tidak diperlakukan sebagai bahasa asing lagi dalam bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, Wahya berpesan kepada masyarakat agar tetap melestarikan bahasa daerah untuk memperkuat bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
“Bahasa daerah harus tetap dipelihara atau dilestarikan demi memperkuat dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara,” ujar Wahya.
Sumber: Tempo.co