SUKABUMIUPDATE.com - Berada di bawah kaki Gunung Salak, Family Hills menjadi alternatif wisata yang layak dikunjungi. Tempat ini ada di Jalan Raya Cidahu-Javana Spa, Kampung Panagan, Desa/Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi.
Tak hanya berwisata sehari, pengunjung juga bisa berkemah (camping) untuk istirahat dari ramainya perkotaan dan menikmati kesejukan alam. Bagi wisatawan yang tidak membawa makanan, bisa memesan di warung setempat dengan harga terjangkau.
Pemilik Family Hills adalah Yandi (44 tahun). Dia menyediakan beragam menu seperti mie instan, nasi liwet, dan lainnya. Harga yang ditawarkannya pun cukup murah yakni mulai Rp 12 ribu sudah bisa menikmati nasi liwet, ikan asin, dan lalapan.
"Ada juga paket Rp 15 ribu, termasuk nasi liwet, sambal, dan daging ayam. Lalu paket Rp 17 ribu sudah lengkap dengan tahu dan tempe. Menu minumannya sama seperti tempat lain, ada kopi, teh, susu, dijual Rp 4 ribu.," kata Yandi kepada sukabumiupdate.com pada Sabtu (25/2/2023).
Baca Juga: Asyiknya Camping Ceria di Camping Ground Blok III Cidahu
Yandi yang juga pengelola Family Hills mengungkapkan di tempat wisatanya itu disediakan lahan untuk berkemah dengan tarif Rp 150 ribu, sudah termasuk tenda berkapasitas empat orang. Tetapi, bagi pengunjung yang membawa tenda sendiri, hanya dikenakan biaya Rp 35 ribu per orang.
Tersedia pula paket tenda, kasur, dan selimut, dengan tarif Rp 250 ribu untuk empat orang. Kemudian paket tenda, sarapan, dan coffee morning, bertarif Rp 350 ribu untuk empat orang. Adapun jam operasional Family Hills adalah mulai pukul 07.00 hingga 23.00 WIB, namun situasional.
"Kami menghargai pengunjung yang baru datang. Ketika mau tutup, tapi masih ada orang dan pengunjung, Family Hills akan berusaha tetap buka," katanya. "Khawatir rumahnya jauh, ketika baru sebentar di sini, sudah disuruh pulang, kasihan. Kecuali ada yang nongkrong sudah lama, saat mau tutup, saya bilang tutup," imbuh dia.
Yandi menyebut alasan warungnya buka pagi adalah supaya lebih semangat menjalani hari. "Hidup di sini harus bisa survive. Saya berjuang buka warung, dari mulai tidak ada pengunjung. Kemudian faktor cuaca, angin besar, dan hujan besar juga dipertaruhkan," ungkapnya.
Dia menerangkan konsep Family Hills yang merupakan warung sederhana bernuansa alam. Namun karena sifatnya UMKM, sehingga belum ada perizinan. "Wisata dan kuliner seperti ini tidak merusak lingkungan, bahkan justru terawat lingkungannya. Ini tempat kan tadinya semak belukar," kata dia.
Baca Juga: Camping Ground Cibuaya, Spot Berkemah dengan Pemandangan Pantai Selatan Sukabumi
Yandi berusaha menjaga lingkungan dengan terus mengupayakan menanam pohon di Family Hills. "Ketika menanam pohon sama halnya menghidupi seluruh lapisan makhluk hidup karena serapan air yang baik dan meghasilkan oksigen," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan pembangunan tempat wisata dan kuliner ini dilakukan bertahap.
"Seperti bayi yang belajar merangkak, dari apa yang bisa dan mampu, dilakukan sendiri. Saya dari awal di sini tidak memaksakan. Memang progres ke depannya saya ingin bumi perkemahan, tetapi terlepas dari itu semua, kita tetap ikuti alur, sesuai perkembangan, disesuakan konsumsi publik," ujarnya.
"Saya dulu pernah selama satu tahun hanya punya tempat duduk tembok. Kemudian satu tahun berikutnya saya targetkan ada perkembangan dibarengi apa yang bisa dilakukan, saya lakukan," kata Yandi. "Kalau punya uang, bisa cepat jadi tempat wisata yang wah. Sementara saya ikuti aja apa yang saya mampu, apa yang saya bisa, kemudian saya lakukan," tambahnya.
Yandi memulai konsep wisata dan kuliner bernuansa alam pada 2020 ketika Covid-19. Dia awalnya mendirikan gazebo yang berbentuk kerucut. Pada 2021, Yandi pernah mengalami kejadian unik di mana didatangi empat orang yang sedang kelaparan mencari makan karena sulitnya pedagang akibat semua warung tutup.
Baca Juga: Tips Memilih Tenda Untuk Kamu Pecinta Camping, Jangan Asal Pilih Ya!
Ketika keempat orang itu mampir ke tempat Yandi dan bertanya apa yang bisa mengenyangkan perut mereka, Yandi menjawab akan membuatkan nasi liwet dengan sayur asem, meski harus menunggu lama. Singkatnya, keempat orang ini selesai makan dan merasa puas dengan apa yang disajikan Yandi.
"Termasuk pelayanan yang kami berikan. Mereka lalu bertanya kepada saya tentang kondisi warung yang sepi akibat Covid-19," katanya. Yandi pun saat itu mengaku beryukur masih ada untuk makan dari penghasilan warungnya. Empat orang itu memuji dan memberikan masukan supaya warung Yandi lebih memiliki daya tarik.
Dengan cepat Yandi berpikir bahwa dia memerlukan lampu supaya warungnya bisa tetap dikunjungi pada malam hari. Alhasil, keempat orang tersebut langsung memberikan bantuan kepada Yandi untuk membeli lampu-lampu.
"Saya meminta untuk dibelikan lampunya, jangan uang. Pada akhirnya beberapa waktu berselang, mereka kembali datang membawa lampu-lampu untuk warung saya. Unik sih, berawal dari sayur asem dan liwet," katanya.
Yandi memilih lebih membangun hubungan emosional atau persaudaran dengan pengunjung sehingga membuat pengunjung nyaman dan datang kembali.