SUKABUMIUPDATE.com - Siapa yang tidak tahu sate maranggi, salah satu makanan khas Jawa Barat yang terkenal nikmat ini ternyata memiliki cerita atau sejarah cukup unik.
Sate Maranggi sendiri merupakan salah satu jenis kuliner khas Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Makanan ini biasanya terdiri dari potongan daging berbentuk dadu. Potongan daging tersebut disatukan sejajar dengan cara ditusukan pada bilah tusuk bambu kemudian diberi bumbu lalu dipanggang hingga matang.
Melansir dari Tempo.co, istilah maranggi dalam bahasa Sunda merupakan istilah petukangan, yaitu seorang ahli pembuat sarung keris.
Baca Juga :
Irvan Setiawan, peneliti dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat dalam karya ilmiahnya berjudul Sate Maranggi: Kuliner Khas Kabupaten Purwakarta, mengungkapkan hanya sedikit bukti sejarah yang dapat dikemukakan mengenai asal mula sate maranggi.
Dari salah satu sumber, kata “Maranggi” dalam Sate Maranggi merupakan nama panggilan yang ditujukan pada seorang penjual Sate Maranggi, yaitu Mak Anggi. dari Jawa Tengah. Sekitar tahun 1960-an, ia berjualan sate dengan menggunakan tenda di daerah tempat tinggalnya, yakni daerah Cianting.
Masyarakat pada waktu itu, kerap menyebutkan nama Sate Maranggi untuk merujuk tempat Mak Anggi berjualan. Tambahan huruf “R” dalam “MaRanggi” digunakan untuk mempermudah pengucapan dalam memberikan nama kuliner tradisional tersebut.
Tidak diketahui secara pasti kapan Sate Maranggi mulai tenar. Data yang diperoleh dari informan Irvan menjelaskan bahwa Bustomi Sukmawirdja atau biasa disapa Mang Udeng, telah berjualan Sate Maranggi sejak tahun 1962 di Kecamatan Plered.
Informasi tersebut pun menyaingi informasi lokasi asal mula Sate Maranggi yang oleh beberapa sumber disebut berasal dari Kecamatan Wanayasa.
Adapun tahun awal adanya Sate Maranggi di Wanayasa adalah lebih muda dibandingkan dengan angka informasi keberadaan Sate Maranggi di Plered, yakni tahun 1970. Informasi awal mula adanya penjual sate di Wanayasa datang dari seorang perempuan dengan nama panggilan Mak Unah.
Mak Unah menyebutkan telah berjualan sate sejak sekitar tahun 1970. Namun ia tidak lantas menamai dagangannya dengan nama Sate Maranggi. Beliau hanya menyebutkan Sate Panggang.
Mak Unah juga telah mengetahui bahwa sebelumnya di Plered juga telah ada yang berjualan sate, yaitu Mang Udeng.
Daging yang digunakan kala itu merupakan daging sapi atau kerbau. Mak Unah sebelumnya juga menggunakan bahan daging yang sama. Sekitar tahun 1965, beliau mencoba menggunakan jenis daging lain dalam racikan bumbunya, yaitu daging domba.
Menurut beliau bahwa racikan bumbunya yang dimasak dengan menggunakan daging domba terasa lebih enak jika dibandingkan dengan jenis daging lain.
Berdasarkan penjelasan tadi, terdapat sinergi antara Wanayasa dan Plered yang mencuatkan nama Maranggi, sebuah kuliner yang kemudian mengemuka dan menjadi ikon Kabupaten Purwakarta.
Memang dalam melihat angka tahun, Wanayasa lebih muda dibandingkan dengan Plered. Namun dilihat dari jenis daging yang digunakan membuat kedua daerah tersebut dapat dikatakan sebagai awal mula adanya Sate Maranggi di Kabupaten Purwakarta.
Bisa dibilang, Wanayasa merupakan “pencipta” dari Sate Maranggi dengan menggunakan bahan dasar daging domba, sedangkan Plered merupakan “pencipta” Sate Maranggi dengan menggunakan bahan dasar daging sapi dan kerbau.
SUMBER: TEMPO.CO/HATTA MUARABAGJA