SUKABUMIUPDATE.com - Ketua KPI atau Komisi Penyiaran Indonesia Agung Suprio meminta stasiun televisi berhenti menyensor tayangan film kartun. Agung meminta televisi menampilkan film kartun apa adanya.
“Gue minta di forum ini kepada semua industri penyiaran televisi untuk tidak memblur kartun, menyensor kartun, tampilkan apa adanya,” ujar Agung saat menjadi tamu di acara podcast Deddy Corbuzier, Kamis, 9 September 2021.
Seperti diketahui dalam beberapa tayangan film kartun di televisi, sering ada sensor. Agung mencontohkan karakter Shizuka dalam serial Doraemon yang terkena sensor karena menggunakan bikini. “Gue kaget banget. Itu bukan KPI,” ujar Agung.
Deddy kemudian berpendapat mungkin saja televisinya takut akan mendapat teguran. Agung membenarkan, tapi setiap tahun ada pelatihan mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Pihak televisi biasanya mengirim karyawannya untuk mengikuti pelatihan ini dan menjadi paham aturannya sebelum melakukan editing.
“Jadi ada kemandegan di tivi, di dalam forum ini supaya mereka mendengar melihat dan kemudian mengubah tidak lagi nge blur kartun. Kalau gue lihat kartun-kartun itu produk lama sih bro, didaur ulang dikasih lihat nih KPI, jengkel juga gue lama-lama,” kata Agung.
Sementara untuk tayangan sinetron atau film, Agung menjelaskan, semua sensor diserahkan kepada Lembaga Sensor Film (LSF). KPI, menurut Agung akan bekerja setelah pasca tayang dengan dua cara. “Sumber pertama pengaduan, masyarakat mengadu, wajib eksekusi, merespons. Sumber kedua – pantauan kita, secara manual, mereka mantau 24 jam, melanggar P3SPS atau enggak,” katanya menjelaskan.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memang telah mengeluarkan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) pada 2012 yang mengatur apa saja yang boleh dan tidak boleh ditayangkan lembaga penyiaran, seperti larangan penayangan adegan kekerasan dan pornografi. Pasal 18 (h) SPS memang melarang tayangan yang mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti paha, bokong, dan payudara, secara close-up dan/atau medium shot.
Tapi, perlu diingat, pasal ini berada pada bab mengenai pelarangan dan pembatasan seksualitas. Pada bab yang sama disebutkan pelarangan tayangan adegan ciuman bibir, ketelanjangan, dan kekerasan seksual.
Dengan demikian, jelas yang dimaksudkan pasal-pasal ini adalah larangan terhadap tayangan yang mengarah pada pornografi, bukan semua jenis tayangan. Tampaknya, beberapa stasiun televisi dan Badan Sensor Film (BSF) menafsirkan pasal ini terlalu jauh.
Dengan begitu, misalnya, asal terlihat dada perempuan, langsung disensor. Yang lebih menggelikan adalah penyensoran berlanjut ke film kartun. Beberapa adegan dalam film SpongeBob SquarePants dan Doraemon, misalnya, juga diblur.
SUMBER: DEWI RETNO/TEMPO.CO