SUKABUMIUPDATE.com - Belakangan ini masyarakat Indonesia dibuat emosional dengan drama yang disuguhkan dalam sinetron Ikatan Cinta. Bagaimana tidak, sinema elektronik memang kerap memiliki pesona alur cerita yang menggugah dan membuat banyak orang tertarik untuk menontonnya sebagai jeda dari rutinitas.
Begitu kuatnya alur cerita sinetron Ikatan Cinta, membuat banyak penonton terjebak secara emosional dengan tokoh yang ada di dalamnya.
Ikatan Cinta sendiri bercerita tentang perempuan bernama Andin (Amanda Manopo) yang melangsungkan pernikahan dengan kekasihnya bernama Nino (Evan Sanders). Tapi ternyata Nino merupakan pria yang pernah dicintai Elsa (Glenca Chysara), yang tak lain adalah adiknya Andin. Ibunya Andin (Natasha Dewanti) pun meminta Andin agar membatalkan pernikahannya dengan Nino.
Singkat cerita, setelah Andin dan Nino berhasil ke jenjang pelaminan dan resmi menikah, Andin ditangkap oleh polisi karena Roy (Fiki Alman), mantan pacarnya tewas dan kesaksian palsu Elsa menuduh Andin sebagai pembunuh Roy.
Andin pun mesti dipenjara dan diceraikan Nino. Namun ia melahirkan anaknya dengan Nino di sana. Bayi itu lalu jatuh ke tangan Elsa. Elsa berdalih bahwa bayi tersebut meninggal dunia. Padahal bayi itu dikirim ke panti asuhan.
Setelah menjalani hukuman penjaranya, Andin dilamar oleh Aldebaran (Arya Saloka). Aldebaran merupakan saudara Roy dan dia berupaya untuk membalas dendam dengan membuat Andin sengsara dalam kehidupan pernikahan mereka.
Cerita yang menguras emosi ini tak jarang membuat orang ketagihan menonton sinetron tersebut dan penasaran dengan lanjutan cerita di setiap episode Ikatan Cinta.
Melansir dari laman Moms, sinetron memang kerap memiliki alur adiktif yang dipenuhi sensasi, permasalahan sensitif, sampai rahasia memalukan yang membuat ceritanya lebih "berbobot" muatan emosinya. Hal ini semakin lengkap dengan kebiasaan artis papan atas yang berpenampilan menarik.
Uniknya, sinetron tetap memiliki banyak penggemar meski tak jarang dicap sebagai tayangan yang terlalu dramatis dan kadang adegannya tidak logis.
Bukan tanpa alasan, kehadiran sinetron diakui atau tidak, cukup menawarkan kesempatan bagi seseorang yang setiap harinya terjebak rutinitas monoton untuk memperoleh cerita kehidupan lain sebagai pelarian atau cara untuk beristirahat sejenak.
Maka tak mengherankan bila anak-anak hingga orang dewasa dapat menghabiskan waktu berjam-jam agar tidak ketinggalan jalan cerita dari sinetron kesukaannya.
Tapi wajarkah seseorang sampai kecanduan sinetron, atau dalam istilah Barat disebut "opera sabun"?
Mengutip dari laman VeryWellMind, gagasan tentang kecanduan televisi sebenarnya bukan hal baru dan telah dikonseptualisasikan serta didiskusikan sejak tahun 1970-an, jauh sebelum beberapa kecanduan perilaku lainnya, seperti kecanduan internet muncul.
Meskipun penelitian awal ihwal kecanduan televisi ini terbatas, namun konsep kecanduan televisi tersebut relatif diterima dengan baik oleh orang tua, pendidik, dan jurnalis. Pasalnya, menonton televisi menjadi lebih umum, terutama di kalangan anak-anak.
Sebagian besar penelitian saat ini memang baru dikhususkan dampaknya bagi anak-anak. Namun seperti yang disadari, orang dewasa pun cenderung menggunakannya secara berlebihan.
Dokter, guru, konselor, orang tua, dan bahkan anak-anak semakin khawatir karena jumlah konten, jenis media yang tersedia, perkembangan perangkat elektronik, dan waktu yang dihabiskan di layar semakin meningkat.
Dalam data dalam "The Common Sense Census: Media Use by Tweens and Teens" 2019 Common Sense Media dikatakan, rata-rata remaja menghabiskan 7 jam 22 menit di layar setiap hari untuk menonton televisi. Hal ini tidak termasuk untuk sekolah atau pekerjaan rumah.