SUKABUMIUPDATE.com - Di balik dinding SDN Anggarudin, Desa Kalaparea, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, tersimpan kisah penuh dedikasi dari seorang guru honorer, Apipudin.
Alkisah, Apipudin, seorang pria berusia 67 tahun dengan lima anak itu telah mengabdikan dirinya selama puluhan tahun untuk mendidik generasi penerus. Namun, perjalanan hidupnya sebagai guru tidak selalu indah.
Sebelum beralih menjadi guru, Apipudin menjabat sebagai Sekretaris Desa (Sekdes) Kalaparea dan pernah menjadi Kepala Desa sementara. Karirnya di pemerintahan desa berlanjut hingga tahun 2003, sebelum akhirnya menjabat sebagai Kepala Desa Darmareja pada 2004, sebuah desa hasil pemekaran dari Kalaparea.
Setelah masa jabatannya di pemerintahan desa berakhir, Apipudin beralih menjadi guru pada tahun 2005 di SDN Anggarudin.
"Menjadi wali kelas 2 SD, mengajar berbagai mata pelajaran. Saya ingin mengajar karena saat itu menganggur dan SD kekurangan guru," ujarnya kepada sukabumiupdate.com, Selasa, 16 Juli 2024.
Meski demikian, Apipudin mengakui bahwa dirinya tidak pernah mencoba seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) karena merasa tidak percaya diri hanya dengan lulusan SMA, sementara yang lain adalah sarjana. "Gaji sebagai guru honorer tidak besar. Dari 2005 itu Rp 300 ribu, terakhir itu kenaikan menjadi Rp 1,2 juta," kenangnya.
Baca Juga: Rumah Tak Layak Huni Popon Guru Honorer di Waluran Sukabumi Dibedah Bupati
Baca Juga: Cerita Guru Honorer Sukabumi Nyambi Jadi Pemulung, Butuh Modal untuk Buka Lapak
Dengan hasil dari mengajar, ia berhasil membangun rumah secara bertahap mulai tahun 2010, meski sisanya harus meminjam dari bank.
Kesehatan Apipudin mulai memburuk sejak dua tahun terakhir, dan ia memutuskan untuk pensiun pada Juli 2024. Kini, ia lebih banyak menghabiskan waktu untuk beristirahat di rumah.
"Sekarang di rumah saja, karena sulit untuk jalan, kaki sudah lemas jadi memutuskan pensiun karena kondisi kesehatan. Sebetulnya, kalau badan sehat, masih ingin mengajar, ingin mencerdaskan anak bangsa," katanya.
Kesehatan kakinya yang semakin memburuk didiagnosis sebagai rematik. Sayangnya, BPJS-nya tidak aktif karena tidak dibayar. "Kaki kanan mulai terasa sejak dua tahun lalu, mengajar juga kondisi sudah seperti ini. Kalau berobat mah berobat terus," jelasnya.
Meskipun harus menghadapi berbagai tantangan, Apipudin tetap bangga melihat anak-anak didiknya yang terbilang sukses. Selama karirnya, ia melihat banyak anak didiknya berhasil.
"Kalau ketemu, mereka suka tegur sapa, banyak yang bekerja di pabrik, ada juga yang jadi guru dan pengusaha," katanya dengan rasa bangga.
Di usia senjanya, Apipudin berharap bisa menikmati waktu bersama keluarga dan mungkin sesekali ke kebun. "Ya bagaimana keseharian istirahat, paling ke kebun," pungkasnya.