SUKABUMIUPDATE.com - Jenderal Sudirman adalah panglima besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) pertama dan salah satu pahlawan nasional Indonesia.
Jenderal Sudirman lahir pada tanggal 24 Januari 1916 di Purbalingga, Jawa Tengah, dan meninggal pada tanggal 29 Januari 1950 di Magelang, Jawa Tengah. Berkat perjuangannya untuk kemerdekaan Indonesia, nama pahlawan nasional ini diabadikan menjadi sebuah universitas, yakni Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) di Purwokerto, Jawa Tengah.
Di momentum Hari Pahlawan Nasional 2023 ini mari mengingat kembali siapa Jenderal Sudirman. Berikut Profil Jenderal Sudirman, salah satu Pahlawan Nasional Indonesia!
Profil Jenderal Soedirman
Jenderal Soedirman adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang lahir di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga pada tanggal 24 Januari 1916. Jenderal Sudirman adalah seorang putra dari pasangan Karsid Kartawiuraji (ayah) dan Siyem (ibu).
Baca Juga: 7 Ciri Luka Inner Child Pada Anak Broken Home, Kamu Memilikinya?
Kehidupan pendidikan Soedirman sangat sederhana seperti penduduk pribumi lain pada zaman penjajahan. Proses pendidikannya lebih banyak ditempuh di surau dengan cara mengaji atau belajar ilmu agama.
Mengutip ditsmp.kemdikbud.go.id, Soedirman mengenyam pendidikan dasar melalui didikan ayah angkatnya, yaitu Raden Tjokrosunaryo. Saat itu, Raden Tjokrosunaryo diberikan mandat sebagai asisten wedana oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Soedirman mulai mengenal dunia militer saat ditunjuk sebagai salah satu kader dalam pelatihan Pembela Tanah Air (PETA) (Giguyun), organisasi semi-militer bentukan Jepang.
PETA didirikan pada Oktober 1943 dan perekrutan anggota bersifat sukarela dari kalangan masyarakat pribumi. Saat tergabung dalam organisasi PETA, Soedirman banyak mendapat pengetahuan mengenai kemiliteran.
Baca Juga: 10 Cara Mengatasi Pikiran Stres Agar Hidup Bahagia
Setelah PETA dibubarkan pada 18 Agustus 1945, Soedirman mendirikan BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang kemudian berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Pada saat di TKR, Soedirman yang berpangkat kolonel ditunjuk sebagai pemimpin dalam pertempuran Ambarawa.
Pertempuran Ambarawa berakhir dengan kemenangan TKR atas Tentara Inggris pada 15 Desember 1945. Oleh karena kemenangannya, Soedirman diangkat oleh Pemerintah Indonesia sebagai panglima TKR dan pangkatnya yang semula kolonel naik menjadi jenderal.
Di bulan Desember 1948, pasukan Belanda kembali melakukan agresi militer yang lebih dikenal dengan sebutan Agresi Militer II Belanda. Saat itu, Yogyakarta yang menjadi ibu kota Negara Republik Indonesia berhasil dikuasai oleh Belanda.
Jenderal Sudirman dengan semangat patriotik yang tinggi memutuskan untuk melakukan perlawanan secara gerilya, meski saat itu kondisi fisiknya lemah karena terserang penyakit tuberkulosis atau TBC yang membuat paru-parunya hanya berfungsi sebelah.
Baca Juga: 10 Cara Menghilangkan Pikiran Stres dengan Cepat, Coba dan Buktikan Sendiri!
Tak pantang menyerah, ketika perang, Jenderal Sudirman harus ditandu untuk memimpin pasukan karena kondisinya sedang sakit. Jenderal Soedirman terus berjuang dari atas tandu memimpin perang gerilya selama tujuh bulan.
Namun, karena kondisi kesehatannya semakin turun hingga sampai pada titik tidak memungkinkan lagi untuk bertempur, Jenderal Sudirman terpaksa meninggalkan medan pertempuran, meskipun pemikirannya selalu dibutuhkan.
Jenderal Soedirman meninggal dunia pada 29 Januari 1950 di usia yang relatif muda, yaitu 34 tahun. Ia wafat di Magelang dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Atas jasa-jasa dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Jenderal Sudirman dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
Sumber: ditsmp.kemdikbud.go.id