SUKABUMIUPDATE.com - Nyai Djuaesih adalah seorang tokoh, pendakwah dan juga aktivis kelahiran Sukabumi yang berjasa atas berdirinya Muslimat NU. Beliau juga turut menandai bangkinya wanita di tatar Sunda.
Bahkan, Nyai Djuaesih sudah disetarakan dengan RA. Kartini sebagai tokoh emansipasi wanita. Sama dengan tokoh perempuan lainnya yang terkenal, Nyai Djuaesih juga mengutarakan pentingnya pendidikan bagi kaum wanita.
Nah, untuk mengenal lebih jauh tentang Nyai Djuaesih, berikut ada lima fakta tentang bilau yang dikutip dari Muslimat Nu.
1. Lahir dari Keluarga Pendakwah
Dari berbagai dokumen yang bersumber dari website NU, nama lengkapnya adalah Nyai Hajjah R. Djuaesih. Beliau lahir di bulan Juni 1901 di Sukabumi dan dikenal sebagai mubaligh.
Baca Juga: 7 Ciri-Ciri Orang yang Bakal Sukses di Masa Depan, Kamu Termasuk?
Namun, tidak ada data detail mengenai dimana tepatnya Nyai Djuaesih dilahirkan. Hanya saja beliau merupakan anak dari seorang pendakwah R.O. Abbas dan R. Omara S.
2. Tidak Mengenyam Pendidikan Formal
Nyai Djuaesih lahir dari keluarga sederhana pada zaman kolonial Belanda. Ia sama sekali tidak mengenyam pendidikan formal. Nyai Djuaesih hanya dibekali ilmu agama oleh kedua orangtuanya.
Selebihnya, beliau belajar dari pergaulan dan lingkungannya. Setelah cukup umur barulah Nyai Djuaesih menikah dengan Danuatmadja alias H. Bustomi. Dari pernikahan itu Nyai Djuaesih dikarunia tiga orang anak.
Baca Juga: 5 Tips Agar Pasangan Tetap Mencintaimu Meski Sudah Berhubungan Lama
Sejak saat itulah Nyai Djuaesih memandang dan memperjuangkan pentingnya pendidikan bagi semua orang terutama kaum wanita. Saat mendapat kesempatan, Nyai Djuaesih menyekolahkan ketiga anaknya di sekolah formil sampai menamatkan MULO (red: SMP jaman Belanda).
3. Menjadi Seorang Pendakwah dan Bergaul di Lingkungan NU
Lahir dari keluarga pendakwah yang sederhana, Nyai Djuaesih tidak minder dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Nyai Djuaesih mempunyai kemampuan alamiah sebagai pendakwah dan mubaligh.
Nya Djuaesih cukup terkenal di Jawa Barat dan sering memberikan pidato ceramah agama kepada ibu-ibu di berbagai pelosok Jawa Barat. Ia sering memberi ceramah di Pandeglang, Tasikmalaya, Sukabumi, Ciamis dan Bekasi.
Baca Juga: 7 Pekerjaan yang Cocok Untuk Introvert, Minim Interaksi dengan Orang!
Sejak menikah dengan H. Bustomi yang merupakan pengurus NU Jawa Barat, Nyai Djuaesih mulai aktif dalam berbagai organisasi NU. Ia kerap kali mendampingi suaminya dan mulai bergaul.
Dari pergaulannya itulah Nyai Djuaesih merasa NU perlu mengorganisasi perempuan agar bisa sama-sama ikut berdakwah. Menurutnya, NU memiliki kewajiban untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam tak hanya kaum pria.
4. Perintis Berdirinya Muslimat NU
Nyai Djuaesih adalah tokoh perintis berdirinya Muslimat NU. Dalam perjalanannya, sumbangsih terbesar dalam gerakan perempuan di lingkungan NU.
Kiprahnya dalam Muslimat NU tidak bisa dianggap remeh. Mengutip dari NU Online, Nyai Djuaesih merupakan perempuan pertama yang berhasil naik mimbar resmi organisasi NU pada Muktamar ke-13 NU di Menes, Banten pada tahun 1938.
Baca Juga: Link Nonton Film Sewu Dino Full Movie, Film Horor Tentang Santet yang Mematikan
Dalam forum Muktamar Nu di Menes Banten tersebut. Nyai Djuaesih dengan lantang dan tegas mengutarakan pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan. Ia juga menyampaikan supaya kaum wanita harus bangkit dan menyuarakan keinginan.
“Di dalam agama Islam, bukan saja kaum laki-laki yang harus dididik mengenai pengetahuan agama dan pengetahuan lain. Kaum wanita juga wajib mendapatkan didikan yang selaras dengan kehendak dan tuntutan agama. Karena itu, kaum wanita yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama mesti bangkit,” begitulah seruan Nyai Djuaesih dalam forum permusyawaratan tertinggi NU.
Atas keberaniannya itu, Nahdlatoel Oelama membuat laporan mengenai keberanian Nyai Djuaesih saat naik mimbar di Muktamar NU tersebut. Kemudian peristiwa itu diabadikan dalam berita Nahdlatoel Oelama yang tercatat pada Nomor 6 tahun ke-10 edisi 19 Januari 1941 halaman 4/86.
Baca Juga: Review Film Sewu Dino, Kisah Gadis Muda Terjebak Praktik Santet 1.000 Hari
“Kemudian dari pada itu, tampillah ke muka, Nyai Djuaesih, voorzitter (ketua) Muslimat NU Bandung yang telah memerlukan datang di kongres ini, berhubung kecintaan dan tertarik beliau kepadanya. Dengan panjang lebar menerangkan akan asas dan tujuan dari NU adalah suatu perkumpulan yang sengaja mendidik umat Islam ke jurusan agamanya dengan seluas-luasnya. Di dalam agama Islam bukan saja kaum laki-laki yang harus dididik tentang soal-soal yang berkenaan dengan agamanya, bahkan kaum perempuan juga harus mendapat didikan yang selaras dengan kehendak dan tuntunan agama, sebagaimana lakinya. Inilah nantinya yang akan dapat membawa keamanan dunia dan akhirat,” demikian bunyi laporan Berita Nahdlatoel Oelama pada waktu itu.
Nyai Djuaesih memiliki sumbangan besar dalam gerakan kaum perempuan di lingkungan NU. Gagasannya mendirikan organisasi khusus kaum wanita di NU sangat vital sekali.
Menurut Nyai Djuaesih, NU mempunyai kewajiban untuk berdakwah menyebarkan ajaran Islam bukan hanya kaum lelaki saja. Beliau mengusulkan agar kaum perempuan NU bisa menjadi anggota dan aktif mewadahi organisasi sendiri.
Baca Juga: 6 Fakta Menarik Film Horor Sewu Dino, Diangkat Dari Kisah Nyata!
Meskipun Nyai Djuaesih menjadi salah satu tokoh penting dalam perintis organisasi perempuan NU, ia tidak tidak pernah menduduki jabatan tertentu di kepengurusan pertama Muslimat NU Jawa Barat.
Namun, di periode 1950-1952, barulah Nyai Djuaesih menjabat sebagai Ketua Muslimat NU.
5. Nyai Djuaesih Disetarakan dengan Tokoh RA. Kartini
Peran Nyai Djuaesih sangat vital dalam mengangkat harkat dan martabat perempuan NU. Bahkan, atas dedikasinya itu membuat ia disetarakan dengan tokok RA. Kartini. Pengakuan beliau diberikan oleh aktivis perempuan yang juga anggota DPRD Jawa Timur, Ibu Nurfitriana Busyro.
Ibu Nurfitriana Busyro menulis dalam artikel menyambut Hari Santri tahun 2018 dalam portal matamaduranews.com. Di dalam artikelnya Ibu Nurfitriana Busyro menyebut tiga santriwati yang memiliki jasa besar dalam perjuangan emansipasi perempuan di Indonesia.
Baca Juga: 5 Tips Sukses Dalam Berkarir, Yuk Intip Kunci Rahasianya!
Mereka semua adalah Nyai Siti Walidah Dahlan, Raden Adjeng Kartini, dan Nyai Hajjah R. Djuaesih. Ibu Nurfitriana Busyro memandang Nyai Djuaesih yang kelahiran Sukabumi sangat layak untuk disejajarkan dengan kedua tokoh perempuan besar tersebut.
Kehebatan Nyai Djuaesih diakui oleh Ibu Nurfitriana Busyro dan menurutnya keberhasilannya menembus tradisi NU dikenal sebagai organisasi tradisional yang patriarkis dalam memperlakukan perempuan.
Terlebih ketika itu banyak pandangan yang menampik kehadiran perempuan di ajang organisasi dengan alasan Syar’i. “Seorang pendakwah yang lugas dan penggerak emansipasi yang otodidak yang kemudian menginspirasi lahirnya Muslimat NU,” tulis Ibu Nurfitriana Busyro bersaksi tentang Nyai Djuaesih.
Sumber: muslimatnu.or.id