SUKABUMIUPDATE.com - Abah Anom adalah sebutan dalam bahasa Sunda yang berarti 'Kyai Muda'. Tanah Sunda tercatat memiliki salah satu Abah Anom yang disebut-sebut sebagai sosok ulama yang sakti mandraguna alias luar biasa.
Abah Anom itu ialah KH Ahmad Sohibul Wafa Tajul Arifin yang lahir pada 1 Januari 1915 di Kampung Suryalaya, Tasikmalaya, Jawa Barat. Namun beliau telah wafat pada 5 September 2011 silam.
Mengutip suryalaya.org, Abah Anom adalah putra kelima Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dari ibu Hj Juhriyah. Ketika berusia delapan tahun, Abah Anom masuk Sekolah Dasar (Verfolg School) di Ciamis antara tahun 1923-1928 dan melanjutkan ke Sekolah Menengah semacan Tsanawiyah di Tasikmalaya.
Baca Juga: Penjelasan Hadits Mengapa Menikah di Bulan Syawal adalah Sunnah Rasul
Kemudian di tahun 1930, Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu agama Islam secara lebih khusus.
Jejak pendidikan beliau untuk belajar ilmu fiqih yakni diperoleh dari seorang Kyai terkenal di Pesantren Cicariang Cianjur, ia belajar ilmu fiqih, nahwu, sorof dan balaghah kepada Kyai terkenal di Pesantren Jambudipa Cianjur. Setelah kurang lebih dua tahun di Pesantren Jambudipa, beliau melanjutkan ke Pesantren Gentur, Cianjur yang saat itu diasuh oleh Ajengan Syatibi.
Abah Anom juga tercatat pernah mengenyam pendidikan di salah satu tempat di Sukabumi. Kala itu dua tahun kemudian atau tepatnya tahun 1935-1937, Abah Anom melanjutkan belajarnya di Pesantren Cireungas, Cimelati Sukabumi.
Pesantren tersebut terkenal sekali terutama pada masa kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang merupakan seorang ahli hikmah dan Silat. Dari Pesantren itulah Abah Anom banyak memperoleh pengalaman, termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah Pesantren.
Baca Juga: Sejarah Kerajaan Sukapura, Raden Wirawangsa dan Wangsadikusuma: Pemberontakan Dipati Ukur
Ketika Abah Sepuh Wafat, pada tahun 1956, Abah Anom harus mandiri sepenuhnya dalam memimpin pesantren. Pondok Pesantren Suryalaya, dengan kepemimpinan Abah Anom, tampil sebagai pelopor pembangunan perekonomian rakyat melalui pembangunan irigasi untuk meningkatkan pertanian, membuat kincir air untuk pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain.
Ketika itu, DI/TII terus bergerak aktif melakukan perlawanan menentang pemerintahan Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Soekarno. Setidaknya ada 38 kali teror dari DI/TII, terhitung sejak tahun 1950 sampai 1960.
Baca Juga: 68 Makam Tanpa Nama! Ada Pahlawan Sukabumi, Korban Algojo Belanda di Cianjur
Siasat menghadapi teror dan serangan DI/TII ini, Abah Anom selaku pemimpin Pesantren Suryalaya selalu menginstruksikan kepada para santri dan pengikutnya untuk memberikan perlawanan secara gigih. Atas kontribusinya itu, Abah Anom berhasil memperoleh penghargaan dari pemerintah RI pada masanya.
Sebelumnya di tahun 1939 sampai 1945, mengutip dari nu.or.id, tahun itu adalah masa-masa menjelang kemerdekaan, Abah Anom lebih aktif sebagai pejuang yang turut menjaga keamanan dan ketertiban NKRI. Ketika terjadi gerakan Darul Islam (DI/TII) di Jawa Barat, ia memutuskan segera bergabung dengan TNI untuk melawan gerakan tersebut.
Sumber: suryalaya.org | nu.or.id