SUKABUMIUPDATE.com - Di Hari Pers Nasional yang jatuh setiap tanggal 9 Februari ini mari kita kembali mengenal sosok Bapak Pers Indonesia, yaitu Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo atau lebih dikenal dengan mana Tirtoadisuryo.
Dikutip dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Tirto Adhi Soerjo semurapan sosok yang sangat memberikan inspirasi untuk masyarakat yang kebingungan serta tidak memiliki pijakan visi yang luas dan cenderung kacau.
Lahir di Kabupaten Blora tahun 1880, Tirto Adhi Soerjo ternyata lebih lama menetap di Bandung, Jawa Barat.
Baca Juga: Hari Pers Nasional 2023, Sapto Anggoro: Media Perlu Kembali pada Visi dan Misinya
Sejak muda, Tirto Adhi Soerjo rajin mengirimkan tulisan-tulisannya ke sejumlah surat kabar yang dimuat dalam bahasa Belanda dan Jawa.
Beliau juga pernah membantu Chabar Hindia Olanda pimpinan Alex Regensburg selama kurang lebih dua tahun, sebelum dirinya pindah menjadi redaktur di Pembrita Betawi, Pimpinan F. Wriggers. Tak berselang lama, Pembrita Betawi langsung dipimpin oleh Tirto.
Mengutip dari laman resmi dpad.jogjaprov.go.id, Tirto merupakan sosok yang menjadi perintis Pers Nasional Indonesia dan tokoh kebangkitan Nasional Indonesia.
Baca Juga: 30 Link Twibbon Hari Pers Nasional 2023 dan Cara Menggunakannya
Selain itu, dirinya juga dianggap sebagai orang yang paling berjasa atas bangkitnya pergerakan kaum terdidik di Indonesia.
Melansir dari Yoursay.id, karir pertamanya dalam bidang jurnalistik yaitu saat ia memimpin Soenda Berita, surat kabarnya sendiri (1903-1905). Perlu diketahui, Soenda Berita merupakan surat kabar pertama yang dikelola langsung oleh pribumi.
Ia kemudian mendirikan surat kabar mingguan ‘Medan priyayi’ pada tahun 1909, dan ditahun yang sama Tirtoadisuryo bersama haji Mohammad Arsjad dan Pangeran Oesman mendirikan perusahaan penerbitan pertama di Indonesia, N. V Javaanshe boekhandelen Drukkerij ‘Medan Priyayi’.
Baca Juga: Dewan Pers akan Fasilitasi Pembentukan Pedoman Pemberitaan Kekerasan Seksual
Pada waktu itu Medan Priyayi begitu digemari oleh masyarakat Indonesia karena adanya satu kolom khusus yang menyediakan penyuluhan hukum gratis.
Tirto sering dibuang ke tempat terpelosok selama berbulan-bulan lamanya karena pemberitaan di surat kabar Medan Priyayi sering dianggap menyinggung kolonial Belanda.
Setelah berjuang menegakan pers di Indonesia, Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo tutup usia pada tanggal Tujuh Desember 1918. Ironisnya, tidak ada satupun surat kabar di Indonesia yang memuat berita tentang kematiannya.
Tirtoadisuryo pernah berkata, tugas pers haruslah memajukan dan memahami hak-hak dan martabat rakyat.
Sebagai penulis berita, perumusan gagasan, pengarang karya-karya non-fiksi dan atas perjuangannya dalam membangun dunia pers Indonesia, pada tahun 1973 Dewan Pers RI menetapkan Tirtoadisuryo sebagai Bapak Pers Nasional.
Sumber: Yoursay.id (Portal Suara.com)