SUKABUMIUPDATE.com - Web series 'Kupu-kupu Malam' masih membekas di sejumlah masyarakat Indonesia sejak perilisan tanggal 25 November 2022 lalu. Series yang dibintangi Michelle Ziudith dan Kenny Austin ini sukses mencuri perhatian publik hingga terus diperbincangkan warganet di media sosial.
Kupu-kupu malam adalah kata kiasan, istilah yang kerap digunakan untuk menyebut wanita tuna susila, Pekerja Seks Komersial (PSK), atau perempuan yang pekerjaannya adalah menjajakan diri. Namun, hingga kini tidak diketahui pasti siapa yang menciptakan dan kapan dicetuskannya istilah kupu-kupu malam tersebut, seperti dilansir via quora.com.
Bahasan kupu-kupu malam kali ini tidak akan menyoroti web series populer michelle ziudith, namun akan membaca kisah nyata "Caca", sosok Perempuan PSK Tuli yang berperang melawan HIV di tubuhnya.
Ini merupakan Kisah Nyata yang dilansir pada Senin (6/2/2023), dari laman old.magdalene.co, bertajuk "Kisah Caca, Pekerja Seks Tuli yang Berperang Lawan HIV di Tubuhnya" yang ditulis oleh Laili A.F.
Redaksi sukabumiupdate.com mencoba mengangkat kisah ini tak lain adalah sebagai pengingat tentang Pasal 28 H ayat (1), Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan negara wajib untuk menyediakannya.
Kisah Nyata Kupu-Kupu Malam, Cerita "Caca": Perempuan PSK Tuli Pengidap HIV
Diketahui, Kisah ini adalah cerita sosok Caca, perempuan pekerja seks Tuli dengan HIV yang ditinjau secara nyata di lapangan agar sosok Caca dipastikan bisa terus mengakses ARV.
Pertemuan pertama penjangkau lapangan Pekerja Seks Perempuan (PSP) dengan “Caca” bermula dari sosok Caca yang kerap menarik perhatian. Caca tidak bisa mendengar atau tuli serta positif mengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Caca, Perempuan PSK sehari-harinya beroperasi di Batang baru mengetahui status positif HIV pada bulan Juni 2022 lalu. Tes HIV mandiri dengan menggunakan Oral Fluid Test (OFT) -alat screening melalui cairan mulut-, menyatakan hasil tes caca positif HIV. Status HIV semakin kuat ketika pemeriksaan di Puskesmas menunjukkan hasil serupa.
Caca mengakui jarang menggunakan alat kontrasepsi kondom ketika melayani tamu, sehingga secara resiko akan riskan tertular virus. Alasannya jelas, tapi sepengetahuannya, para tamu lebih senang menggunakan jasa PSP yang tak menolak melepas kondom.
Perjuangan Caca selama melakoni profesi itu bisa disebut relatif berat. Apalagi dengan kondisi Caca saat ini yang tidak bisa mendengar serta berstatus ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).
Di kehidupan sehari-hari Caca, ia masih harus menghadapi perundungan, diremehkan, mendapat kecaman dan kekerasan bertubi-tubi, entah dari tamu maupun rekan-rekannya. Stigma ini yang menjadi titik berat Caca untuk bisa melawannya, agar bisa bertahan hidup tentunya.
Namun, Caca memilih bertahan. “Utang saya banyak, Mbak. Ada dua anak juga yang harus diberi makan,” ujar Caca kepada Petugas PSP, dikutip Senin (6/2/2023).
Baca Juga: 5 Cara Mencegah Perut Buncit Agar Tampil Lebih PD, Yuk Simak!
Petugas PSP sempat menyarankan Caca untuk membeli alat bantu pendengaran agar mempermudah ketika hendak berkomunikasi. Namun, lagi-lagi masalah ekonomi yang menghantui. Kata dia, alatnya terlalu mahal untuk dibeli.
Sehingga, kini yang bisa dilakukan Caca hanya berdoa seraya berjanji pada diri sendiri bahwa dirinya akan berhenti sebagai Perempuan PSK setelah semua utang terlunasi.
Siapa yang tidak tertegun dengan tekad kuat dibalik Sosok Caca? Ya, siapapun terenyuh, karena kondisi ekonomi Caca harus bekerja menjajakan diri. Maka dari itu, jika memang pekerjaan ini harus dijalani dengan segala keterbatasannya, yang menjadi perhatian adalah memastikan semua sosok "Caca" bisa mengakses layanan apapun yang dibutuhkan.
Selain itu, Caca juga pernah depresi lama lantaran dikecewakan oleh pasangannya di masa lalu. Caca nyaris bunuh diri dengan cara minum obat-obatan dengan dosis tinggi atau overdosis.
Hal itulah yang menyebabkan Caca mengalami gangguan pendengaran cukup parah. Caca tidak bisa mendengar suara orang lain kecuali jika orang-orang berbicara tepat di dekat telinganya.
Akan tetapi, tetap ada hal yang bisa disyukuri yakni Caca bisa membaca dan menulis, sehingga memudahkan komunikasi menggunakan ponsel. Ketika Caca bekerja melayani tamu, ia berkomunikasi menggunakan aplikasi WhatsApp.
Menurut sudut pandang petugas PSP, Caca cukup aktif mengikuti beberapa kegiatan di lokalisasi, termasuk tes voluntary counselling and testing (VCT) -layanan konseling dan tes HIV yang dilakukan secara sukarela per tiga bulan sekali-. Caca bahkan turut serta untuk senam bersama setiap satu minggu sekali, dan kegiatan sekolah perempuan satu bulan sekali.
Berkat kegiatan sekolah perempuan, Caca mengaku mendapat banyak pengetahuan, terutama tentang bahaya HIV dan penyakit menular seksual lain.
Sayangnya, meskipun dirinya sudah teredukasi, Caca masih belum bisa menggunakan kondom karena para tamu kerap memaksanya berhubungan seks tanpa pengaman.
Baca Juga: Kenapa Persib Bandung Dijuluki Pangeran Biru? Ternyata Ini Alasannya
Seperti PSP lainnya, Caca khawatir tidak mendapat sumber penghasilan jika harus memilih-pilih tamu yang mau memakai kondom.
Sosok Caca dan PSP Lain Memerlukan Dukungan
Saat pertama dinyatakan positif, Caca nyaris menyerah. Ia bilang pada saya, “Mbak, aku takut, aku harus gimana? Aku masih punya anak kecil, aku harus sehat, Mbak, dan anak-anakku masih butuh aku.” kata Caca.
Mendengar curahan hati Caca, Petugas Lapangan PSP hanya bisa menguatkan Caca. Langkah berikutnya yang diambil adalah meyakinkan bahwa kesembuhan itu bisa diupayakan, dengan catatan rajin mengkonsumsi obat anti-retroviral (ARV).
Namun kekhawatiran tetap ada, karena Caca merasa malu dengan pihak layanan tentang faktanya yang tidak bisa mendengar atau Tuli. Sehingga, Caca perlu pendampingan karena tak semua petugas punya pandangan inklusif dan tak mendiskriminasi kelompok marginal seperti Caca.
Menilik soal data, sesuai hasil pemetaan populasi kunci PSP 2022, jumlah PSP di Batang mencapai 1.170 orang. Mengutip data di Yayasan Forum Komunikasi Peduli Batang (FKPB) per September 2022, jumlah PSP yang sudah Tes VCT ada 638 orang dan hasilnya 13 orang positif HIV. Adapun sebanyak 5 orang di antaranya menolak mengakses ARV.
Berdasarkan data tersebut, temuan positif HIV yang tinggi tak berbanding lurus dengan kesadaran mereka mengakses ARV. Penyebabnya banyak, di antaranya ODHA tak merasa butuh obat, sudah hilang kontak dan pindah tempat kerja, takut efek samping ARV, dan alasan teknis lain. Sementara di komunitas PSP, alasan paling umum adalah cenderung mengecilkan bahaya penyakit ini.
Sumber: old.magdalene.co