SUKABUMIUPDATE.com - Perempuan identik dengan bisnis fashion hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Apalagi soal fashion muslim, model-model terbaru biasanya terlahir dari gagasan kreatif perempuan masa kini.
Namun, apakah bisnis fashion hanya bermodal perempuan berikut idenya?
Jawabannya adalah tidak. Mengapa?
Hal ini kembali pada konsep bisnis yang tentunya memerlukan pekerja untuk merealisasikan ide yang dirancang.
Pada bisnis fashion, buruh perempuan sangat menjamur dimana-mana.
Sosok buruh perempuan ini tak pernah absen baik di perusahaan, pabrik hingga toko kecil fashion sekalipun.
Baca Juga: Clean Hijab Jadi Tren Fashion 2023, Gen Z: Model Simpel dan Gak Ribet!
Industri mode Muslim di Indonesia kini mencapai nilai US$ 12,69 triliun (Rp 182.780 triliun) dimana ujung tombak suksesnya bisnis fashion adalah perempuan.
Annisa R. Beta seorang Lecturer in Cultural Studies, School of Culture and Communication, Faculty of Arts, The University of Melbourne menuangkan ulasan singkat dalam situs voxpop.id bertajuk "Eksploitasi Buruh Perempuan di Tengah Gemerlap Bisnis Fesyen Busana Muslim".
Penelitian Annisa menunjukkan di balik kilau bisnis mode Muslim di Indonesia, terdapat praktik eksploitasi buruh perempuan.
Perempuan Jadi Penggerak Bisnis Fashion Muslim Indonesia
Pemerintah Indonesia memang sudah lama menggaungkan keinginan untuk menjadi kiblat mode Muslim dunia. Sejak tahun 2009, ambisi Susilo Bambang Yudhoyono saat menjadi presiden untuk mengembangkan ekonomi kreatif berperan penting dalam hal ini.
Alhasil, acara besar seperti Indonesian Islamic Fashion Fair berhasil diadakan rutin bersama Indonesia Islamic Fashion Consortium (IIFC) dan Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI).
Industri mode Islami yang melambung di Indonesia bukan hanya hasil kerja keras program pemerintah tetapi disokong oleh banyak tokoh dan pekerja yang terlibat.
Menariknya, figur publik yang paling sering dikaitkan dengan suksesnya industri fashion Islami adalah perempuan pengusaha Muslim muda.
Nama-nama besar seperti Dian Pelangi dan Ria Miranda mencuat di tahun 2010-an mewakili ambisi Indonesia menjadi pusat mode Muslim dengan mengadakan peragaan busana di Eropa, Amerika, dan negara-negara Timur Tengah.
Menurut kacamata gender, semakin banyak perempuan Muslim muda yang menjadi tenar karena kiprah mereka di industri mode telah menunjukkan perbaikan di sisi ekonomi kreatif Indonesia dengan hampir 20% bisnis kreatif ini dimiliki perempuan.
Para desainer muda ini memperlihatkan gaya hidup sukses dan kosmopolitan yang dibungkus nilai-nilai Islami. Perlu diingat, jika dilihat dari kacamata nasionalis yang merayakan kiprah perempuan di luar negeri maka tidak ada yang salah dengan kesuksesan tersebut.
Baca Juga: Tak Hanya UMK 2023, Buruh Sukabumi Minta Ada Aturan Upah Pekerja di Atas Satu Tahun
Potensi Eksploitasi Buruh Perempuan dalam Kilauan Fashion Muslim
Pertanyaan yang menjadi concern adalah mengapa daya tarik industri fashion muslim cenderung berpusat di para desainer dan tidak secara adil mempertimbangkan nasib dan kualitas hidup para pekerjanya?
Menjawab persoalan tersebut maka ditilik lebih lanjut, ditemukan lebih dari setengah pekerja kreatif di Indonesia adalah perempuan yang menyalurkan tenaganya bukan sebagai pemilik bisnis atau pemimpin, tapi justru sebagai pekerja pabrik.
Seperti diketahui, perempuan yang tinggal di daerah rural menjadi mayoritas pekerja informal usaha konveksi di Indonesia meski buruh jahit ini hanya penghasilan sekitar Rp 500.000 per bulan.
Angka tersebut jauh di bawah rata-rata upah buruh lepas dengan angka mencapai hampir Rp 1,4 juta per bulan.
Artinya, terdapat ketimpangan di antara kesuksesan yang diwakili desainer perempuan Muslim ternama dengan kenyataan nasib kerja buruh jahit dan konveksi.
Penelitian Annisa telah memperlihatkan pentingnya gagasan ‘wiraswasta etis’ atau ethical entrepreneurs dalam pola pikir perempuan muda kelas menengah atas yang terlibat di industri mode Muslim di Indonesia.
Gagasan tersebut menjadi justifikasi untuk membenarkan kesuksesan perempuan bertalenta dan mengaburkan isu kondisi tenaga kerja.
Dalam gagasan ini, sukses menjadi gambaran hasil dari ketaatan beragama dan kesalehan individual terkait etika hidup Islami – contohnya promosi penggunaan hijab melalui bisnis model Islami, sementara isu mengenai nasib buruh yang menopang kesuksesan usaha para pebisnis dikesampingkan.
Baca Juga: UMP Jabar 2023 Naik 7,88 Persen, Ridwan Kamil: Selamatkan Buruh dan Dunia Usaha
Pentingnya Kesejahteraan bagi Pemerintah dan Wiraswasta Etis
Pembentukan lapangan kerja melalui wirausaha dan kesejahteraan buruh yang dalam hal ini pekerja perempuan, merupakan bagian dari Sustainable Development Goals (SDGs).
Dimana SDGs harus dikejar negara-negara pada tahun 2030 mendatang.
Apabila pemerintah ingin menjadikan Indonesia sebagai pusat mode Muslim, sudah semestinya buruh konveksi rumahan turut menjadi perhatian pemerintah dalam pengembangan bisnis fesyen dan mendapatkan perlindungan dan jaring pengaman.
Sementara itu, jika pious performance menjadi elemen penting dalam bisnis model Muslim, para desainer perlu memperhatikan kesejahteraan buruh yang secara langsung berkontribusi pada produksi barang yang mereka komersialkan dan citra yang mereka bangun.
Sumber : voxpop.id