SUKABUMIUPDATE.com - Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) dan Pertiwi Indonesia mendukung pendaftaran Kebaya sebagai salah satu warisan tak benda yang berasal dari Indonesia ke UNESCO.
Usul pendaftaran tersebut disampaikan saat acara jalan santai dengan menggunakan kebaya di hari bebas kendaraan bermotor di Jalan Sudirman, Jakarta, pada Minggu 19 Juni 2022 lalu.
Melansir dari tempo.co, sebelumnya telah ada Kongres Berkebaya Nasional yang diadakan PBI pada 5 dan 6 April 2021. Kongres mengusulkan penetapan Hari Kebaya Nasional dan mendaftarkan kebaya ke lembaga PBB itu.
Ketua Umum PBI Rahmi Hidayati mengatakan proses pendaftaran usulan agar kebaya menjadi warisan budaya tak benda asal Indonesia ke UNESCO butuh dukungan semua pihak.
“Saya senang kaum muda sekarang senang berkebaya,” kata dia seperti dikutip laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kemdikbud.go.id.
Menurut Konvensi Unesco, warisan budaya tak benda merupakan segala bentuk kebudayaan yang diakui masyarakat saat ini termasuk sebagai bagian dari budaya mereka sendiri.
Selain itu, warisan budaya tak benda dapat diwariskan dari generasi ke generasi untuk memberikan rasa identitas yang berkelanjutan.
Kebaya adalah busana tradisional yang umumnya terbuat dari kain ringan seperti brokat, katun, atau renda.
Kebaya juga sering dihiasi dengan bordiran untuk variasi. Biasanya kebaya dipasangkan dengan kain panjang atau sarung.
Sejarah Kebaya
Jurnal berjudul Kebaya Kontemporer Sebagai Pengikat Antara Tradisi dan Gaya Hidup Masa Kini menulis bahwa asal-usul kebaya tidak luput dari pengaruh tiga bangsa besar, yaitu Arab, Tiongkok, dan Portugis.
Sejarawan Denys Lombard mencatat bahwa kebaya dalam bahasa Arab adalah abaya penunjuk busana labuh yang memiliki belahan di bagian depan. Kata abaya dari bahasa Arab menandakan kain tunik panjang khas.
Sejarah kebaya melalui Bahasa Portugis berasal ketika mereka mendarat di kawasan Asia Tenggara pada abad ke 15 dan 16.
Saat itu, bangsa Portugis menggunakan kata kebaya untuk menunjuk busana bagian atas atau blouse yang sering dikenakan oleh perempuan Indonesia.
Kebaya juga dipakai untuk acara formal oleh perempuan Eropa pada masa penjajahan Belanda.
Pada masa itu, mereka hanya mengenakan tenunan mori dan sutera, serta dipasangkan dengan sarung dan kaus.
Pada abad 19, bukan hanya kalangan atas yang mengenakan kebaya, melainkan oleh semua kelas sosial.
Kebaya sempat diwajibkan oleh pemerintah untuk perempuan Belanda yang berkunjung ke Hindia Belanda.
Kemunduran budaya mengenakan kebaya terjadi pada masa penjajahan Jepang. Mereka menyebut kebaya berhubungan dengan pribumi tahanan dan pekerja paksa perempuan.
Pamor kebaya naik kembali pasca kemerdekaan. Kebaya disimbolkan sebagai bentuk perjuangan dan sifat nasionalisme perempuan Indonesia.
Saat ini, kebaya telah memiliki banyak model seperti kebaya encim, kebaya jawa, dan janggan. Beberapa perancang mode menjadikan kebaya sebagai sajian utama desain mereka. Salah satu di antaranya adalah desainer Anne Avantie.
SOURCE: TEMPO.CO | FATHUR RACHMAN