SUKABUMIUPDATE.com - Rencana pembangunan bioskop di Desa Karangtengah, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, tampaknya mengingatkan masyarakat Sukabumi Utara pada masa lalu, era 70an hingga 90an silam.
Tokoh Masyarakat Cicurug Sukabumi, Subagyo, menyampaikan pada medio 1970 hingga 1990an, Cicurug merupakan rumah bagi tiga bioskop yang menjadi legenda di Sukabumi Utara, yaitu Bioskop Gempar, Bioskop Mega, dan Bioskop CT.
Menurut Subagyo, pertama-tama adalah Bioskop Gempar, yang pada tahun 1972 hingga 1973 berdiri di lokasi yang sekarang menjadi toko kelontong di depan Outlet Target.
Baca Juga: Ramai Boikot Produk Pro Israel Demi Bela Palestina, Ada Banyak di Indonesia!
Bioskop ini, meskipun hanya bertahan selama satu tahun, sudah menerapkan konsep yang cukup modern pada zamannya. Namun, karena penolakan dari warga sekitar, yang mungkin merasa terganggu oleh aktivitas bioskop tersebut, bisnis ini terpaksa ditutup.
"Bioskop Gempar lokasinya yang sekarang menjadi toko kelontong di depan Outlet Target, tapi cuma bertahan setahun, karena adanya penolakan dari warga sekitar bioskop yang dikelola oleh keluarga dari Ram Punjabi itu terpaksa tutup," ujar Subagyo kepada sukabumiupdate.com, Selasa (31/10/2023).
Setelah tiga tahun berselang dari penutupan Bioskop Gempar, kata Subagyo, kemudian muncul Bioskop Mega pada tahun 1975 di lokasi yang sama. Lokasi tersebut menjadi tempat nongkrong favorit bagi warga Sukabumi Utara.
Baca Juga: Sapi dan Kambing Terbawa Arus, Dampak Longsor di Kalapanunggal Sukabumi
"Menampilkan film-film populer pada masanya, seperti karya Bing Slamet, Ateng Iskak, serta film "Si Buta dari Gua Hantu" yang diperankan oleh Ratno Timoer dan Maruli Sitompul," ungkapnya.
Namun, sambung Subagyo, pada tahun 1977, nasib yang sama menimpa Bioskop Mega ketika masyarakat sekitar kembali menolak keberadaannya. "Mungkin dengan kekhawatiran bahwa bioskop ini menjadi tempat maksiat," tuturnya.
Lalu, pada era 90-an, bioskop kembali berdiri di Cicurug, namun kali ini di CT Pasar Cicurug. Sayangnya, bisnis bioskop ini hanya bertahan selama satu tahun.
"Salah satu alasan kebangkrutannya adalah karena masyarakat saat itu lebih memilih membeli kaset bajakan daripada pergi ke bioskop. Selain itu, terbatasnya teknologi perfilman pada masa itu juga menjadi kendala," jelasnya.
Baca Juga: Kisah Bayi di Bojonggenteng Sukabumi, Ingin Sembuh dari Kondisi Jantung Bocor
Subagyo menyatakan, penayangan film masih menggunakan reel yang harus digunakan bergantian oleh hampir tiga bioskop, sehingga film terbaru harus menunggu hingga 3 bulan sebelum bisa ditayangkan. Ini membuat masyarakat lebih memilih menonton film bajakan yang lebih mudah diakses.
“Waktu itu sudah banyak film bajakan dan lagi di lantai 2 pasar Cicurug itu dan khawatir dijadikan tempat prostitusi, maka dari itu masyarakat sangat menolak,” pungkasnya.