SUKABUMIUPDATE.com - Aisyah Cahyu Cintya merupakan seorang pejuang cerebral palsy yang dari kecil sudah dididik untuk hidup mandiri. Ia mampu membantu ibunya memasak, mencuci pakaian hingga bersepeda.
Bahkan di umurnya yang 25 tahun ini, Aisyah mampu pergi kepasar sendirian untuk membantu ibunya membeli bumbu dapur. Ia juga telah mengenyam pendidikan paket B, Paket C dan kuliah di perguruan tinggi.
Hebatnya lagi, Aisyah telah menulis novel karangannya sendiri yang berjudul “Say Hello to My World”. Tak berhenti disitu, Aisyah bermimpi ingin terus menyemangati saudaranya sesama penyandang cerebral palsy untuk terus berkarya.
Baca Juga: 10 Cara Memperbaiki Mental Anak yang Sering Dimarahi, Lakukan Hal Ini
Aisyah juga berkeinginan untuk terus mengedukasi masyarakat supaya memahami apa itu cerebral palsy agar dapat bebas dari diskriminasi.
Awal Diagnosa Cerebral Palsy Aisyah Cahyu Cintya
Aisyah bercerita saat pertama kali dirinya dibawa ke spesialis tumbuh kembang sejak usia satu tahun. Saat di umur yang masih satu tahun itu ia didiagnosa atau didiagnosis cerebral palsy.
Mengutip alodokter, cerebral palsy atau lumpuh otak disebabkan oleh gangguan perkembangan otak pada anak, yang menyebabkan gangguan pergerakan dan postur tubuh. Selain itu, kondisi ini juga dapat menimbulkan gangguan kecerdasan.
Sejak umur satu tahun hingga umur tiga belas tahun, Aisyah menjalankan terapi. Mulai dari fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara, hidroterapi dan lainnya.
Baca Juga: Kondisi Sopir dan Mobil Tertimpa Tronton yang Terguling di Cicurug Sukabumi
“Terapi paling lama itu fisioterapi dan aku pernah diiket-iket namanya itu stefin, kaya korset untuk perut tapi untuk tangan, itu juga ada di buku bab aku yang ketiga. Saat itu aku disuruh berdiri, terus tangannya digantung pakai solasi, terus dipalon. Tapi saat itu aku menjalankannya dulu menangis karena sakit. Tapi aku jadi mikir, terapi itu buat aku seperti sekarang ini,” kata Aisyah dikutip via channel YouTube Mimpi Jadi Nyata DAAI TV, Selasa (25/07/2023).
Aisyah Mendapat Diskriminasi di Sekolah
Aisyah mengaku mendapat diskriminasi dari orang-orang yang belum memahami kondisinya mengidap cerebral palsy. Ia menambahkan, awalnya cuma lulusan kelas satu SMP semester satu dan sempat putus sekolah karena mendapat perlakuan diskriminasi dari sekolah dan gurunya.
“Waktu itu aku UAS, UTS, nilaiku no semua. Bukan aku gak bisa jawab, tapi karena tulisan aku jelak,” ucap Aisyah.
Namun, setelah usia lima belas tahun aku kembali ke Jakarta dan mulai tertarik menjadi relawan disabilitas dengan mengedukasi teman-teman.
Baca Juga: 8 Tanda Seseorang Mengalami Gangguan Kepribadian, Yuk Kenali!
ketika menjadi relawan Aisyah dipercaya menjabat asisten humas di sebuah panti di daerah Tangerang.
“Disaat itu aku mikir, berarti aku gak boleh gini-gini aja, aku harus upgrade diri lagi. Akhirnya aku dapat ijazah kejar paket B setara dengan SMP dan aku menjadi volunteer sambil sekolah paket C. Akhirnya aku dapet ijazah paket C, lalu ijazahnya belum keluar, masih SKHU-nya. Aku Nekat daftar kuliah, saat itu aku kuliah di salah satu Universitas Swasta di daerah Kebun Jeruk, jurusan Hubungan Masyarakat semester tujuh.” kata Aisyah.
Kemudian di tahun 2019, Aisyah mendirikan komunitas Jendela Cerebral Palsy yang lahir dari diskriminasi yang selalu ia temui di tengah-tengah masyarakat.
Baca Juga: 12 Tanda Orang Memiliki Mental Kuat, Apakah Kamu Juga Termasuk?
Sikap diskriminasi yang ia kerap terima adalah saat dirinya bertugas menjadi relawan di sebuah daerah di Jakarta.
Aisyah mengatakan Indonesia perlu mendapatkan edukasi mengenai cerebral palsy. Ia berharap, suatu saat orang-orang dapat menyamaratakan penyandang disabilitas dengan orang pada umumnya.
Dari rasa prihatin itu, Aisyah bersama Jendela Cerebral Palsy melakukan kegiatan untuk mengedukasi masyarakat.
Baca Juga: 5 Cara Bicara yang Membuatmu Banyak Disukai Orang, Cobain Yuk
Aisyah juga mengatakan motivasinya untuk terus kuat demi menggapai yang ia citatakan. Ia selalu membawa kutipan yang kerap dibawa kemana-mana
“Hidup bukan hanya bertahan hidup, tapi juga memberikan arti hidup.” pungkas Aisyah.