SUKABUMIUPDATE.com - Fraksi Partai Demokrat DPRD Kabupaten Sukabumi mengapresiasi kepada pemerintah daerah yang sangat memperhatikan perlunya Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Raperda PDRD).
Hal itu disampaikan Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Kabupaten Sukabumi, Wawan Juansyah, dalam rapat paripurna beragendakan Penyampaian Pandangan Umum (Pandum) Fraksi-Fraksi DPRD terhadap Nota Pengantar Bupati atas Raperda PDRD, Kamis 20 Juli 2023.
Wawan mengatakan, pajak adalah iuran wajib kepada negara yang mana tidak mendapatkan kontra prestasi secara langsung dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan tugas negara sebagai penyelenggara negara.
"Jenis pajak dibedakan menjadi dua yaitu pajak pusat yang contohnya pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai barang & jasa (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPN-BM) serta pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak daerah contohnya seperti pajak reklame, pajak bahan bakar, pajak hiburan, pajak kendaraan bermotor dan lain sebagainya," ujar Wawan.
Baca Juga: Fraksi-fraksi DPRD Tanggapi Nota Pengantar Raperda Pajak Daerah dan Restribusi
Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, kata Wawan, atau sejak Indonesia merdeka sampai saat ini, pajak daerah dan retribusi daerah telah menjadi sumber penerimaan yang dapat diandalkan bagi daerah. Otonomi daerah dan desentralisasi, memberi peluang kepada daerah untuk menyelenggarakan perekonomian secara otonom dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
"Diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangannya sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta antara provinsi dan kabupaten/kota yang mempunyai prasyarat dalam pemerintahan," tuturnya.
"Latar belakang reformasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah di Indonesia dewasa ini tidak terlepas dari pemberlakuan undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah, yaitu undang-undang nomor 18 tahun 1997 dan undang-undang nomor 34 tahun 2000. Undang-undang nomor 18 tahun 1997 lahir sebagai upaya untuk mengubah sistem pajak daerah dan retribusi daerah yang berlangsung di Indonesia, yang banyak menimbulkan kendala, baik dalam penetapan maupun pemungutannya," lanjutnya.
Wawan menuturkan, adanya ketidakjelasan dalam penetapan objek pajak daerah maupun objek retribusi serta kemungkinan timbulnya pengenaan berganda telah mengakibatkan proses pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kondisi ekonomi dan dinamika masyarakat sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pemungutan pajak.
Adapun hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Perlawanan Pasif;
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif;
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. bentuknya antara lain sebagai berikut :
a. Tax avidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang;
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).
"Dengan demikian perlu adanya pengaturan tentang pungutan pajak daerah dan retribusi daerah dalam satu peraturan daerah (Perda) sebagai mana diamanatkan dalam undang-undang nomor 1 tahun 2022 pasal 192. Berdasarkan amanat undang-undang tersebut pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi hanya memiliki waktu selama 2 tahun sejak undang-undang tersebut diterbitkan yakni sampai dengan tanggal 5 Januari 2024," kata Wawan. (ADV)