SUKABUMIUPDATE.com - DPRD Kabupaten Sukabumi telah menyetujui 15 Raperda yang akan dibahas pada tahun 2023 ini sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan DPRD Kabupaten Sukabumi no. 17 tahun 2022 tentang Propemperda.
Dari 15 usulan Raperda tersebut salah satunya adalah Raperda tentang Kabupaten Layak Anak (Raperda KLA). Pimpinan DPRD yang membawahi Komisi IV, Muhammad Sodikin mengungkapkan, bahwa alasan Kabupaten Sukabumi membutuhkan Perda KLA (Kabupaten Layak Anak) merupakan harapan semua pihak agar pembangunan berbasis anak di Kabupaten Sukabumi dapat terintegrasi.
"Kota layak anak merupakan harapan semua pihak. Dimana pembangunan berbasis hak anak yang mengintegrasikan berbagai sumber daya. Sehingga tumbuh kembang anak didukung sarana pendidikan, kesehatan lingkungan, sanitasi dan hak anak lainnya,". jelas Sodikin kepada sukabumiupdate.com, Jumat (06/1/23).
Selain itu, Lanjut Sodikin, dengan adanya Perda KLA, kekerasan pada anak juga menjadi bagian yang kita harapkan bisa diantisipasi.
"Kekerasan pada anak juga menjadi bagian yang kita harapkan bisa diantisipasi dengan perumusan raperda KLA tersebut,". tambah Sodikin.
Menurut Wakil Ketua DPRD Kab. Sukabumi tersebut, Raperda KLA merupakan salah satu indikator untuk Kabupaten Sukabumi mendapatkan predikat kota layak anak yang lebih tinggi.
Baca Juga: Sukabumi Raih Kabupaten Layak Anak 2022, Bupati: Motivasi bagi OPD
“Karena kalau tidak ada Perda tersebut status Kabupaten Sukabumi masih akan di bawah terus,” terang Sodikin.
Kabupaten Sukabumi sendiri telah mendapatkan penghargaan sebagai Kota Layak Anak kategori madya pada 22 Juli tahun 2022 lalu dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Sebagaimana diketahui, Kementerian PPPA mengategorikan kota/kabupaten dalam lima peringkat yaitu Pratama, Madya, Nindya, Utama, dan yang paling tinggi adalah KLA (Kota Layak Anak).
“Setelah Perda KLA ini nanti ditetapkan, harapan saya Kabupaten Sukabumi akan mendapatkan peringkat Utama. Jelas Sodikin.
Kata Sodikin, Ini merupakan implementasi peran DPRD Kabupaten Sukabumi dalam bidang legislasi, menginisiasi terbentuknya peraturan untuk menyiapkan anak-anak bisa layak hidup baik dari segi pendidikan, kesehatan, dan juga yang lainnya,"
"Perda Kabupaten Layak Anak sebagai inisiatif DPRD ini nantinya akan menguatkan upaya penerapan program dan kebijakan pembangunan Pemkab Sukabumi yang menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak yang terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan," ungkap Sodikin yang juga menjabat Ketua DPD PKS Kab. Sukabumi tersebut.
Baca Juga: Harapan Wabup Sukabumi Soal Kota Layak Anak: Naik Grade ke Madya
Terkait dengan tahapan, menurut Sodikin, saat ini tahapannya baru propemperda.
"Ya baru tahapan awal propemperda 2023. Program pembentukan peraturan daerah yang dilakukan secara terencana, terpadu dan sistematis, dan disusun berdasarkan skala prioritas," pungkas Sodikin.
Merujuk pada Peraturan Menteri PPPA no. 12 tahun 2011 tentang indikator kabupaten/kota layak anak, bahwa sebuah Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), idealnya harus memenuhi semua indikator yang ditetapkan oleh Konvensi Hak Anak (KHA).
Untuk memudahkan klasifikasi pemenuhan hak anak tersebut, dilakukan
pengelompokan indikator ke dalam 6 (enam) bagian, yang meliputi bagian
penguatan kelembagaan dan 5 (lima) klaster hak anak.
1. Penguatan Kelembagaan
Ini termasuk terlembaga kabupaten/kota layak anak, tersedia peraturan atau kebijakan daerah tentang kabupaten/kota layak anak, dan adanya keterlibatan lembaga masyarakat, dunia usaha, dan media massa dalam pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak.
Baca Juga: DPRD Kabupaten Sukabumi Studi Banding ke Depok, Pelajari Soal Kota Layak Anak
2. Hak sipil dan kebebasan
Persentase anak yang di registrasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran, tersedia fasilitas informasi layak anak, dan terlembaganya partisipasi anak.
3. Hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif
Persentase perkawinan anak, tersedia lembaga konsultasi penyedia layanan pengasuhan anak bagi orang tua/keluarga, persentase lembaga pengasuhan alternatif terstandarisasi, dan tersedia infrastruktur (sarana dan prasarana) di ruang publik yang ramah anak.
4. Hak kesehatan dasar dan kesejahteraan
Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan, prevalensi status gizi balita, persentase cakupan pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) usia di bawah 2 tahun, persentase fasilitas pelayanan kesehatan dengan pelayanan ramah anak, persentase rumah tangga dengan akses air minum dan sanitasi yang layak, dan ketersediaan kawasan tanpa rokok.
5. Hak pendidikan dan kegiatan seni budaya
Persentase Pengembangan Anak Usia Dini Holistik dan Integratif (PAUD-HI), persentase Wajib Belajar 12 Tahun, persentase Sekolah Ramah Anak (SRA), tersedia fasilitas untuk kegiatan budaya, kreativitas, dan rekreatif yang ramah anak.
6. Hak Perlindungan khusus
Anak korban kekerasan dan penelantaran yang terlayani, persentase anak yang dibebaskan dari Pekerja Anak (PA) dan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA), anak korban pornografi, NAPZA dan terinfeksi HIV/AIDS yang terlayani, anak korban bencana dan konflik yang terlayani, anak penyandang disabilitas, kelompok minoritas dan terisolasi yang terlayani, kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) (khusus pelaku) yang terselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif dan diversi, anak korban jaringan terorisme yang terlayani, dan anak korban stigmatisasi akibat pelabelan terkait kondisi orang tuanya yang terlayani.
Writer: Bah Rowi