SUKABUMIUPDATE.com - Rumah baca Bambu Biru yang terletak di kampung Cibiru RT 04 RW 03 Desa Cicantayan Kecamatan Cicantayan Kabupaten Sukabumi berupaya merawat budaya membaca. Rumah Baca Bambu biru banyak didatangi pengunjung dari berbagai daerah.
Rumah baca Bambu Biru digagas seorang pemuda berama Pibsa (34 tahun). Sejak didirikan pada 2016 lalu, kini suda mengoleksi sekitar 1.000 buku bacaan.
BACA JUGA:Â Belajar di Perpustakaan Insan Kamil Desa Sukaraja Kabupaten Sukabumi, Bonus Makan Bakso
 "Awalnya saya hanya punya 150 buku, seiring berjalannya waktu rumah baca banyak yang menyumbang. Hingga saat ini sudah sekitar 1.000 buku lebih tersedia," ujar Pibsa sukabumiupdate.com di Kampung Cibiru, yang lebih populer dengan panggilan Kampung Egrang, belum lama ini.
Buku yang tersedia bukan hanya bacaan anak-anak. Ada banyak buku dengan jenis yang beragam. Misalnya berisi literasi tentang musik Khas Sunda dan permainan tradisional.
"Disini (kampung egrang) tempat kami berkumpul serta menjaga kelestarian permainan trasidisional yang kini seakan hilang tergerus oleh modernnya zaman," tutur Pibsa.
BACA JUGA:Â Per Hari, 400 Warga Sukabumi Kunjungi Perpustakaan
"Biasanya anak-anak lebih senang nongkrong di warnet untuk maen game online atau yang lainnya. Tapi disini anak-anak diajarkan agar mencintai permainan trasidional seperti congklak, egrang, sondah dan masih banyak lagi permainan tradisional," jelasnya.
Pengunjung rumah baca bambu biru tak hanya datang dari lokasi setempat, atau sekitar Sukabumi. Banyak pula pengunjung dari luar kota.Â
Sementara itu, Dani Sudirman kelas XII IPS di MAN Cibadak kepada sukabumiupdate.com mengatakan, Ia dan sejumlah temannya memilih Kampun Egrang sebagai lokasi observasi. Ia mempelajari bagaimana masyarakat di kampung tersebut mengajarkan cara bermain musik tradisional dan mencintainya agar bisa menjaga kelestarian permainan tradisional.
BACA JUGA:Â Yuk Baca Buku Digital di PerpuSeru Kelurahan Citamiang Kota Sukabumi
"Disini kami lebih mengenal lagi tentang permainan tradisonal dan seni musik yang terbuat dari bambu seperti karinding dan lain-lain. Biasanya di kelas kami hanya mendapatkan materi saja, tetapi disini saya bisa belajar langsung memainkan alat musik tradisional dan permainannya," ujarnya.
Kedepannya Dani berharap, generasi muda harus bisa menjaga permainan tradisional dan tetap mencintainya.