SUKABUMIUPDATE.com - Komisi II DPRD Kabupaten Sukabumi, desak pabrik semen milik PT Semen Jawa, yakni Siam Cement Group (SCG) untuk membeli alat pendeteksi polusi, guna mengungkap kebenaran dugaan masyarakat terjadinya kebocoran mesin produksi milik SCG, sehingga masyarakat sekitar pabrik alami gangguan kesehatan akhir-akhir ini.
"Kami telah merekomendasikan kepada SCG, agar membeli alat pedeteksi polusi untuk membuktikan kebenaran, apa yang diduga masyarakat, yaitu terjadinya pencemaran udara. Sehingga kesehatan masyarakat terganggu, seperti sesak nafas, dan gatal-gatal," tandas Ketua Komisi II DPRD, Budi Azhar Mutawali, kepada sukabumiupdate.com, usai rapat di Pendopo Kabupaten, Jalan A Yani, Kota Sukabumi, Rabu (20/9/2017).
BACA JUGA:Â Warga Kebonmanggu Kabupaten Sukabumi Gatal-Gatal Diduga Akibat Pabrik SCG, Ini Respon DLH
Budi menilai, dengan adanya alat pendeteksi tersebut akan menjawab permasalahan dan kebenaran yang terjadi di masyarakat, apakah benar polusi atau tidaknya.
"Masyarakat mengklaim, gangguan kesehatan akibat polusi dari pabrik, atau diduga adanya kebocoran alat produksi. Sementara pihak SCG pun yakin, tidak ada polusi yang diakibatkan pabriknya. Kalau begitu, ya tidak akan pernah selesai, jika tidak ada bukti," sampainya, seraya mengingatkan.
BACA JUGA:Â HMI Pertanyakan Transparansi Pengelolaan CSR PT Semen Jawa Kabupaten Sukabumi
Karena itu, Budi mendesak, agar pihak SCG secepatnya membeli alat tersebut sebagai jalan tengahnya.
"Kalau dari Pemerintah Daerah (Pemda), untuk pengadaan alat tersebut belum bisa, karena terkendala di anggaran. Alat itu bisa mencapai tiga sampai lima Miliar rupiah," terangnya.
BACA JUGA:Â Aksi Pemblokiran Jalan Hiasi Demo PT. SCG di Kabupaten Sukabumi
Sementara anggota Komisi II, Dini Sutiasih sepakat belum bisa memastikan gangguan kesehatan yang dialami masyarakat Kampung Nyalindung, Desa Kebonmanggu, Kecamatan Gunungguruh, berasal dari pencemaran udara atau air, lantaran harus diteliti lebih dalam lagi.
"Kami belum bisa memastikan, apakah betul gatal-gatal itu dari pencemaran air atau udara. Harus ada alat ukur, dan diteliti lebih dalam. Oleh karena itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) harus mempunyai alat ukur," singkat Dini, dalam kesempatan terpisah.