SUKABUMIUPDATE.com – Hari ini Rabu (27/2/2019), genap 30 hari Faeyza Putra Ferdian tak sadarkan diri. Bayi berusia sembilan bulan ini dinyatakan menuju koma oleh tim medis rumah sakit R Syamsudin SH Kota Sukabumi, dampak dari kejang yang dialami akibat radang selaput otak (meningitis), gangguan paru paru yang dideritanya.
Mata anak kedua dari pasangan Andreas Ferdian dan Nela Sari ini harus ditutup karena sejak kemarin siang terus membuka (melek), untuk menghindari infeksi debu atau kotoran lainnya. “Belum merespon, tangan dan kakinya mulai bengkok,” jelas Andreas kepada sukabumiupdate.com Selasa.
Saat ini seluruh biaya penobatan balita malang ini sudah ditanggung negara melalui JKN BPJS. Namun BPJS baru didapatkan sejak tanggal 18 Februari 2019 silam, atau setelah berhari-hari balita malang ini menjalani perawatan di rumah sakit.
“Untuk biaya pengobatan sebelum BPJS aktif menjadi tagihan yang harus kami bayar nanti setelah proses perawatan ini selesai. Tagihan di RS Syamsudin mencapai 22 juta rupiah,” sambung Andreas.
Andreas mengakupun mengakui jika banyak barang milik keluarganya yang sudah dijual untuk biaya perawatan RS Betha Medika sebelum dirujuk ke RS Syamsudin. “RS Syamsudin meminta kami tidak terlalu terbebani dengan tagihan tersebut, dan lebih fokus pada upaya penyembuhan Raeyza, tadi juga sudah difasilitasi oleh Wakil Ketua DPRD Kota Sukabumi.”
Orang tua balita malang ini dikunjungi oleh Tatan Kustandi Wakil Ketua DPRD Kota Sukabumi. “Saya dapat videonya semalam, trus pagi ini saya ke bunut untuk bertemu orang tua balita ini dan manajemen rumah sakit. Walaupun warga kabupaten tapi keluarganya sempat ke rumah untuk konsultasi, secara kemanusiaan saya kesini ingin memastikan pelayanan rumah sakit tetap maksimal dan tidak terganggu dengan tagihan perawatan sebelum dicover oleh BPJS,” jelas Tatan.
Masalah tunggakan perawatan ini, juga mendapat sorotan dari aktivis GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia) Jawa Barat. “Ini akibat kebijakan Jamkesda yang dicabut oleh pemerintah daerah setempat. Jamkesda yang merupakan alokasi APBD untuk kesehatan publik yang sangat diperlukan oleh masyarakat, terutama kalanga pra sejahtera,” jelas sekjen GMNI Jawa Barat Dewek Sapta Anugrah kepada sukabumiupdate.com, Selasa (26/2/2019).
BACA JUGA: Cerita Ayah Faeyza, Balita Asal Cisaat Sukabumi yang Sudah 28 Hari Tak Sadarkan Diri
Kasus tunggakan biaya rumah sakit sebelum dicover BPJS seperti dialami keluarga bocah Raeyza, menurut Dewek merupakan cerminan dari tidak maksimalnya Pemerintah Kabupaten Sukabumi soal pelayanan kesehatan masyarakat. “Kita semua tahu Pemkab Sukabumi mencabut kebijakan jamkesda dengan Surat Edaran Bupati Sukabumi Nomor : 440/8204 bertanggal 30 November 2018 lalu, ini salah satu dampaknya,” sambung pemuda yang tinggal di Bojonggenteng Kabupaten Sukabumi ini lebih jauh.
Walaupun niat dari kebijakan tersebut merupakan upaya mengintegrasikan Jamkesda ke JKN-KIS, sesuai aturan pemerintah, namun harus ditimbang dengan kesiapan di lapangan. “Banyak pemegang kartu jamkesda atau masyarakat pra sejahtera yang belum tercover JKN-KIS, ini nasibnya gmana? harus berhutang tagihan perawatan ke RS,” pungkas Dewex.