SUKABUMIUPDATE.com – Pemerintah daerah di Sukabumi diminta cepat merespon kasus-kasus gesekan warga dan pelaku rentenir (bank emok). Dinas terkait diminta menertibkan praktik rentenir berkedok koperasi, karena menurut Lina Ruslinawati anggota Komisi 2 DPRD Jawa Barat, sejatinya koperasi itu berasaskan kekeluargaan, mensejahterahkan, bukan menindas demi keuntungan perusahaan.
Terbaru, Warga Desa / Kecamatan Bojonggenteng Kabupaten Sukabumi sempat bersitegang dengan tim penagih pinjaman dari salah satu koperasi simpan pinjam (KSP) karena disertai aksi penempelan stiker di rumah nasabah. Walaupun sudah dimediasi oleh pihak penegak hukum, kasus ini masih menyisahkan bara, berujung penolakan warga desa Bojonggenteng atas praktik KSP tersebut.
Terkait polemik bang emok yang makin memanas di Sukabui, Lina Ruslinawati anggota Komisi 2 DPRD Jawa Barat yang mengurusi masalah ekonomi termasuk koperasi angkat bicara. Ia berharap pemerintah daerah melalui dinas terkait segera turun tangan untuk menghindari aksi kontraproduktif.
“Saya juga prihatin dan berharap segera ada aksi dari pemerintah daerah. Perlu ada langkah penertiban lembaga keuangan simpang pinjam dengan nama koperasi yang ada di Sukabumi. Karena sejatinya asas koperasi adalah mensejahterakan anggotanya bukan mengintimidasi atau malah menyengsarakan anggota. Koperasi itu berasaskan kekeluargakan tapi buktinya sekarang koperasi malah sangat kapitalis,” jelas perempuan yang mewakili Kota dan Kabupaten Sukabumi di DPRD Jabar ini lebih jauh.
Menurut Lina, berdasarkan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1, koperasi adalah soko guru perekomian dan menjadi bagian tak terpisahkan dari ekonomi nasional. “Jelas sudah jika koperasi diharapkan sebagai pilar utama dalam sistem perekonomian nasional. Keberadaannya diharapkan memberi banyak peran dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Bukan malah mengintimidasi dan memiskinkan rakyat dengan perangkap utang dan bunga pinjaman tinggi,” sambung politisi Partai Gerindra ini kepada sukabumiupdate.com, Kamis (23/1/2020) melalui sambungan telpon.
Asas dan aturan main tentang koperasi juga sudah disusun oleh pemerintah, sehingga lanjut Lina jika ada koperasi yang menyalahi asas dan aturan bisa langsung ditindak. “Permasalahannya bukan hanya melihat perizinan dari lembaga koperasi yang berada di Sukabui tapi juga mengevaluasi praktik yang dijalankannya, kalau modusnya meminjamkan uang tanpa syarat dengan bunga tinggi kepada warga, bukan anggota kemudian menyita aset nasabah saya rasa harus dievaluasi izin operasionalnya. Pemda harus berani,” sambungnya.
BACA JUGA: Paling Banyak di Komisi 2 dan 5, Ini Bidang Kerja Wakil Sukabumi di DPRD Jawa Barat
Selain menutupi operasional koperasi menyimpang, pemerintah daerah menurut Lina juga harus mulai menghidupkan kembali koperasi berbasis lingkungan atau unit terkecil yang dikelolah oleh masyarakat. Koperasi berbasis warga (lingkungan) harus mendapatkan pembinaan yang intensif, “Harus kembali disosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya koperasi. Giliran bayar iuran koperasi warga susah tapi ditagih bang emok cepat karena takut. Harus kembali dibangun sistem perkoperasian berbasis masyarakat. Koperasi jelas keuntungan untuk bersama, beda dengan bang emok keuntungan untuk perusahaan,” beber Lina.
Perempuan kelahiran Sukabumi tahun 1967 ini mengakui praktik menyimpang koperasi simpan pinja yang disebut warga bank emok menjadi tema utama reses yang dilakukan akhir tahun 2019 silam. “Saya reses disejumlah lokasi di Kabupaten Sukabumi. Praktik bank emok ini selalu menjadi point yang dikeluhkan warga karena sistem simpan pinjamnya yang sangat kapitalis, merugikan bukan mensejahterakan warga,” pungkasnya.