SUKABUMIUPDATE.com - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengatakan banyak aparatur sipil negara (ASN) yang masih gagal paham atau salah paradigma dalam memahami netralitas.
"Banyak teman-teman di ASN yang gagal paham atau salah paradigma dan masih memiliki pola pikir yang belum tepat," kata Tjahjo saat webinar bertema 'Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak 2020', Selasa, 27 Oktober 2020, dikutip dari Tempo.co.
Menurut Tjahjo kalangan ASN selalu berdalih bahwa posisi mereka dilematis dalam menjaga netralitas pada ajang pemilihan kepala daerah, pemilihan umum, maupun pemilihan presiden. "Mereka selalu berdalih posisi ASN dilematis. Maju kena, mundur kena, netral pun kena," ujar Tjahjo.
Padahal, kata dia, aturannya tidak seperti itu karena perundang-undangan sudah jelas mengatur posisi ASN dalam menjaga netralitas dalam pilkada tanpa mengurangi hak pilihnya.
Tjahjo menilai potensi gangguan netralitas ASN sebenarnya justru terletak pada individu-individu, bukan secara kelembagaan. "Kami yakin Korpri masih netral. Tapi bagaimana dengan individu-individu ASN?" ujarnya.
Netralitas ASN dilihat dari konstruksi undang-undang, kata dia, menempatkan mereka sebagai unsur perekat dan pemersatu bangsa. Mereka juga membawa identitas negara.
"ASN bukanlah aparatur sipil pemerintah, tapi negara. Makanya, harus tegak lurus. Siapapun presidennya, gubernurnya, bupati wali kotanya, kepala desanya, ASN harus tegak lurus," katanya.
Tjahjo berujar ASN masih memiliki kesempatan mengartikulasikan hak pilihnya dalam ruang tertutup, yakni bilik suara.
"Makanya, saya kurang sepakat hak pilih ASN dicabut. Karena dalam negara hukum yang matang, supremasi sipil hak pilih betul-betul dapat diwadahi," katanya.
Sumber: Tempo.co