SUKABUMIUPDATE.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis mengatakan peretasan kepada situs resmi lembaganya sudah terjadi sejak 2004 atau saat pertama kali menggunakan internet sebagai perangkat kerja untuk akses publik. Melihat kejadian-kejadian sebelumnya ada beberapa faktor yang membuat situs KPU rentan diretas.
Pertama, kata Viryan, tergabungnya server yang digunakan untuk data produksi dan publikasi. "Ketika aplikasinya sama maka ketika ada serangan bisa langsung mengakses data," katanya dalam diskusi publik virtual “Keamanan Siber Teknologi Pilkada 2020”, Ahad, 19 Juli 2020.
Ia menjelaskan KPU sudah mengatasi hal ini dengan membedakan server untuk data produksi dan publikasi. "Sehingga bila terjadi serangan, andai efektif ke publikasi, itu tidak berpengaruh ke data," tuturnya.
Faktor kedua, menurut Viryan, kurangnya literasi tentang keamanan siber pada penyelenggara pemilu. Pengalaman 2014-2018, kata dia, pelaku peretasan bisa masuk ke web KPU lewat media sosial atau email penyelenggara yang berhasil dikuasai lewat metode phising.
"Ini penggunaan siber yang tidak sehat. Misal mengirim password lewat email gratisan. Maka sejak 2018 KPU mewajibkan komunikasi data wajib menggunakan email resmi KPU," ucap dia.
Adapun faktor ketiga adalah kurangnya perawatan terhadap perangkat sistem informasi KPU. Viryan berujar KPU kini bekerja sama dengan sejumlah pihak seperti Badan Siber dan Sandi Negara, Direktorat Cybercrime Mabes Polri, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan membangun gugus tugas pengamanan siber.
"Tim ini intens berkomunikasi dan ada perwakilan lembaga yang terus menerus melakukan penguatan semacam ronda cyber," kata Komisioner KPU Viryan.
sumber: tempo.co