SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold akan membuat banyak suara rakyat menjadi sia-sia.
Jika parliamentary threshold naik menjadi 7 persen, ia memperhitungkan ada sekitar 29 juta suara pemilih yang terbuang. "Ada wasted vote sebesar 29 juta atau setara seperlima dari suara sah, besarnya 21,07 persen," kata Herzaky dalam diskusi virtual, Ahad, 14 Juni 2020.
Perkiraan ini merujuk pada perolehan suara partai-partai politik di Pemilu 2019. Dengan parliamentary threshold 4 persen, ada tujuh partai yang tak lolos ke Senayan. Jika digabung, perolehan suara ketujuh partai ini sebesar 13,5 juta.
Jika ambang batas parlemen menjadi 7 persen, dengan asumsi perolehan suara Pemilu 2019, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan juga tak bisa lolos ke parlemen. Perolehan suara keduanya di Pemilu 2019 adalah 6,84 persen (9,5 juta suara) dan 4,52 persen (6,3 juta suara).
"PPP dan PAN akan terberangus. Padahal, ini adalah partai dengan segmen masyarakat Islam, kalau PAN masyarakat Islam perkotaan, PPP masyarakat Islam pedesaan," kata Herzaky.
Dengan demikian, Herzaky menilai kenaikan ambang batas parlemen akan memberangus keberagaman dan keterwakilan masyarakat di parlemen. Selain itu, dampak negatif lainnya ialah menguatkan pragmatisme dan politik uang karena partai-partai akan berlomba bagaimana bisa lolos.
Sejumlah partai di Dewan Perwakilan Rakyat berencana menaikkan ambang batas parlemen dari 4 persen. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa mengusulkan kenaikan menjadi 5 persen.
Sedangkan, Partai NasDem dan Golkar mengusulkan agar angka ambang batas parlemen ini naik menjadi 7 persen. Saat ini, DPR tengah menyusun Rancangan Undang-undang untuk merevisi sejumlah aturan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut.
sumber: tempo.co