SUKABUMIUPDATE.com - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sore ini menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa atau RUPSLB PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Salah satu agenda yang akan dibahas antara lain adalah perombakan direksi perusahaan penerbangan pelat merah tersebut.
Dalam keterbukaan informasi, manajemen Garuda menyebut dua agenda RUPSLB selain perubahan pengurus perusahaan atau direksi, yakni laporan kinerja perseroan semester I 2018 serta laporan perkembangan rencana transaksi penerbitan obligasi global dan pendanaan pada 2018. Perubahan pengurus perseroan merupakan usul tambahan dari Kementerian BUMN.
Salah satu yang disebut-sebut akan diganti adalah Direktur Utama Pahala Mansury. Adapun nama kandidat pengganti Pahala yang muncul antara lain Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) Muhammad Awaluddin dan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra.
Namun Deputi Bidang Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN, Gatot Trihargo, tidak memberikan respons saat Tempo meminta konfirmasi atas informasi tersebut.
Kepada Tempo, Ketua Harian Serikat Pekerja Garuda (Sekarga) Tomy Tampatty mengatakan, selain Pahala, ada beberapa direksi yang akan diganti melalui RUPSLB. Dia menyatakan pergantian direksi dilakukan sesuai dengan aspirasi dari Serikat Karyawan Garuda atau Sekarga.
Serikat karyawan, kata Tomy, sempat mengusulkan kepada Kementerian BUMN agar posisi direksi diisi oleh sosok yang mengenal dan berpengalaman di industri penerbangan. Tommy pun menilai latar belakang Pahala tidak pas mengisi posisi Direktur Utama Garuda. Menurut dia, jabatan utama mesti diisi oleh orang yang mengenal industri penerbangan. "Pak Pahala lebih cocok di perbankan," kata dia, Selasa, 11 September 2018.
Adapun Pahala mengatakan belum mengetahui soal rencana perubahan direksi Garuda. Dia meminta publik menunggu hasil RUPSLB. "Tunggu saja bagaimana putusan pemegang saham. Kalau ditugaskan harus siap, misalnya diganti," kata Pahala saat ditemui di Garuda City Centre, Tangerang, Banten.
Direksi yang baru nanti, menurut Tomy, memiliki tiga tantangan di tengah ketatnya persaingan antar-maskapai penerbangan. "Direksi harus meneruskan renegosiasi pengadaan pesawat yang terlalu mahal, konsistensi pembukaan rute baru, dan berupaya menjadi pemimpin pasar penerbangan full services," kata dia.
Renegosiasi pesawat dan konsistensi menentukan rute sebagai upaya Garuda Indonesia menekan kerugian, yang selama ini menghantui keuangan perusahaan. Sebelumnya, manajemen Garuda menyatakan hingga triwulan ketiga lalu telah merenegosiasi kontrak penyewaan pesawat sehingga biaya leasing per bulan turun US$ 2,5-3 juta.
Ihwal pembukaan rute baru, Tomy mengatakan perusahaan harus konsisten lantaran perubahan atau penghapusan pada kemudian hari akan mengurangi tingkat kepercayaan konsumen. "Kelayakannya harus diuji, jangan begitu dibuka lalu ditutup lagi," ucapnya.
Sepanjang semester I lalu, Garuda sudah mengurangi 11 rute yang dianggap merugikan. Adapun pada semester I 2017, sebanyak 22 rute dikurangi dengan alasan yang sama.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov, mengatakan manajemen Garuda menghadapi tantangan semakin ketatnya persaingan antar-maskapai serta kenaikan beban operasional akibat mahalnya harga bahan bakar dan pelemahan nilai tukar rupiah.
Abra memproyeksikan peluang Garuda Indonesia untuk tumbuh masih terbuka lebar. Faktor yang akan menjadi pendorong ialah adanya tren kenaikan kunjungan wisatawan. "Jumlah wisatawan mancanegara Januari-Juli 2018 mencapai 9,06 juta kunjungan. Tumbuh 12,92 persen," kata dia.
Kinerja Garuda Indonesia dibayangi oleh kerugian. Pada semester I lalu, Garuda Indonesia merugi US$ 114 juta atau sekitar Rp 1,65 triliun. Nilai tukar rupiah yang terus melemah dan kenaikan harga avtur menjadi salah satu penyebab kerugian. Namun angka kerugian pada awal tahun ini relatif membaik jika dibanding periode yang sama pada 2017, saat Garuda merugi US$ 284 juta atau sekitar Rp 4,11 triliun.
Sebelumnya, Pahala mengatakan kerugian tersebut bisa ditekan karena Garuda Indonesia bisa mencatatkan pertumbuhan pendapatan operasional US$ 1,9 miliar atau sekitar 5,9 persen. Adapun pengeluaran operasional tumbuh 0,3 persen atau senilai US$ 2,1 miliar.
Sumber: Tempo