SUKABUMIUPDATE.com - "Semua orang menyebut kami pahlawan, tapi saya tidak merasa seperti itu," tutur Paolo Miranda, perawat di rumah sakit Italia yang menangani pasien positif virus corona Covid-19.
Dilansir dari suara.com, Paolo Miranda adalah seorang perawat di ruang perawatan intensif di satu-satunya rumah sakit di Cremona—kota kecil di wilayah Lombardy, Italia, ini merupakan pusat wabah virus corona.
Setidaknya, 2.167 orang telah terinfeksi virus itu dan sebanyak 199 di antara mereka telah meninggal.
Seperti banyak rekan-rekannya, dia bekerja sif selama 12 jam tanpa henti selama sebulan terakhir.
"Kami adalah profesional, tetapi kami kelelahan. Saat ini, kami merasa seperti berada di parit dan kami semua takut," kata Paolo Miranda seperti diberitakan BBC, Selasa (24/3/2020).
Paolo suka mengambil foto, dan memutuskan untuk mendokumentasikan situasi suram di dalam unit perawatan intensif.
"Saya tidak pernah ingin melupakan apa yang terjadi. Ini akan menjadi sejarah, dan bagi saya gambar lebih kuat daripada kata-kata."
Dalam fotonya, ia ingin menunjukkan kekuatan rekan-rekannya, tetapi juga kerapuhan mereka.
"Suatu hari, tiba-tiba salah seorang kolega saya mulai berteriak dan melompat-lompat di koridor. Dia telah diuji virus corona, dia baru tahu bahwa dia tidak terinfeksi.”
"Dia biasanya sangat tenang, tetapi dia takut, dan tidak bisa menahan rasa lega. Dia hanya manusia."
Ini adalah masa yang sangat sulit bagi Paolo dan timnya. Tapi mereka bersatu dan saling membantu.
"Kadang-kadang, sebagian dari kami hancur: kami merasa putus asa, kami menangis karena merasa tidak berdaya ketika kondisi pasien kami tidak membaik."
Ketika itu terjadi, para anggota tim segera mencoba membuat rekan mereka merasa lebih baik.
"Kami akan bercanda, membuat mereka tersenyum, dan bahkan tertawa - kalau tidak, kami akan kehilangan akal sehat."
Lebih dari 5.400 orang tewas di Italia akibat pandemi yang sedang terjadi.
Dengan lebih dari 35.000 kasus yang dikonfirmasi, para dokter dan perawat negara itu - terutama di kota-kota yang paling terpukul, yakni di utara—berjuang untuk menghadapinya.
Selama sembilan tahun menjadi perawat, Paolo telah terbiasa melihat banyak orang mati.
Tetapi apa yang mengejutkannya, selama pandemi ini, ia melihat begitu banyak orang mati sendirian.
Biasanya, ketika pasien meninggal di unit perawatan intensif, mereka dikelilingi oleh keluarga.
"Ada martabat dalam kematian mereka. Dan kami ada untuk mendukung mereka, itu sudah menjadi bagian pekerjaan kami. "
Biasanya, keluarga dan teman-teman diizinkan untuk mengunjungi dan berkumpul di samping tempat tidur pasien. Tapi selama sebulan terakhir, itu sudah dilarang demi menghindari penularan virus corona.
Keluarga dan teman-teman pasien bahkan tidak bisa datang ke rumah sakit.
"Kami merawat semua orang ini dengan virus yang pada dasarnya membuat mereka ditelantarkan."
"Mati sendirian adalah hal yang sangat buruk, saya tidak berharap itu terjadi pada siapa pun."
Rumah sakit kewalahan
Rumah sakit Cremona telah berubah menjadi "rumah sakit virus corona".
Mereka sekarang hanya merawat pasien yang terinfeksi virus corona - sekitar 600 orang - dan semua pelayanan medis lainnya telah ditiadakan.
Pasien baru terus datang tetapi mereka kehabisan tempat tidur di unit perawatan intensif.
"Kami telah menyiapkan tempat tidur di mana pun kami bisa, di setiap sudut rumah sakit - sekarang rumah sakit sudah penuh sesak."
Mereka membangun rumah sakit di lapangan, di luar pintu masuk utama rumah sakit, yang menyediakan 60 tempat tidur tambahan untuk perawatan intensif. Tapi itu tidak cukup.
Lantas, bagaimana Paolo mengatasi situasi ini?
Dia mengatakan cinta yang ditunjukkan pada perawat di seantero negeri membuat mereka tetap hidup.
Banyak yang dipuji sebagai pahlawan. Tim di rumah sakit di Cremona ini dibanjiri oleh hadiah.
"Setiap hari kami mulai bekerja, kami menemukan sesuatu yang baru," kata Paolo.
"Pizza, permen, kue, minuman ... beberapa hari yang lalu, kami punya seribu mesin kopi espresso. Kami menjaga semangat kami dengan karbohidrat."
Hadiah memberi Paolo kenyamanan, tetapi ia tidak pernah bisa sepenuhnya memisahkan dirinya dari rumah sakit.
"Saya hancur berkeping-keping ketika pulang ke rumah di akhir sif. Saya tidur, dan terbangun beberapa kali di malam hari. Sebagian besar rekan kerja saya mengalami hal itu juga."
Satu-satunya hal yang membuatnya terus maju adalah adrenalin. Tapi situasi ini mulai memakan korban, dan Paolo merasa lebih lelah setiap hari.
"Saya tidak melihat 'cahaya di ujung terowongan' untuk saat ini. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi, saya hanya berharap ini berakhir."
Sumber : suara.com