SUKABUMIUPDATE.com – Banjir bandang yang menerjang tiga kecamatan di Kabupaten Sukabumi Senin petang 21 September 2020 lalu menarik minat sejumlah peneliti. Salah satunya ahli hidrologi hutan dan DAS (daerah aliran sungai), Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB (Institute Pertanian Bogor) DR. Ir. Nana Mulyana M.Si.
IPB menerjun tim khusus untuk mendokumentasi kondisi hulu sungai Cicatih di lereng gunung salak yang diduga memicu banjir bandang sejumlah anak sungai. Amukan banjir bandang ini menerjang 11 kampung dan 11 desa di tiga kecamatan (Cidahu, Cicurug dan Parungkuda), merusak 151 rumah, 924 jiwa terdampak, tiga meninggal dunia dan puluhan luka-luka (data BNPB).
Kerusakan DAS Cicatih hulu lereng gunung salak di ketinggian 1232 mdpl
Dalam berkas kajian tim IPB yang diterima redaksi sukabumiupdate.com, Jumat (25/9/2020) disimpulkan banjir bandang ini dipicu kombinasi curah hujan diatas 101.2 mm per 7 jam di lereng Gunung Salak dan areal yang baru terdampak gempa pada tanggal 20 April dan 10 Maret 2020 yang dipicu aktivitas sesar Citarik.
“Kondisi ini diduga menyebabkan tanah labil, dan mudah terjadi longsor, sehingga dengan curah hujan yang ekstrim di atas rata-rata menyebabkan longsoran di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Salak dan Halimun (TNGHS) dan memicu banjir bandang di Sub DAS Cicatih Hulu, pada tanggal 21 Septembr 2020 lalu” tulis Nana dalam laporan kajian tersebut.
Kerusakan DAS Cicatih di curug supit akibat longsor dan banjir bandang
“Intensitas Hujan tinggi pada tanggal 21 September 2020 merata dari Puncak Bogor, Ciawi, lereng Gunung Pangrango dan Taman Sari Bogor, lereng Gunung Salak di Selatan Bogor dan Kecamatan Cidahu - Cicurug di lereng Gunung Salak Kabupaten Sukabumi,” sambungnya.
Untuk memperkuat kesimpulan ini, Nana menyertakan sejumlah foto yang merekam jejak banjir bandang ini, diambil oleh tim IPB yang melakukan pendakian ke lereng gunung salak bersama ranger TNGHS. Foto longsor pemicu banjir bandang ini berada di dalam kawasan TNGHS (lereng Gunung Salak), sempat viral direkam oleh netizen dari kawasan Cigombong Bogor.
Curug citaman yang eksotispun hancur diterjang longsor dan banjir bandang
Kerusakan akibat longsor ii dimulai kawasa hulu sungai Cicatih tetapnya di atas Batu atau Curug Supit titik dengan ketinggian 1232 mdpl (meter diatas permukaan laut). Longsoran ini memicu melebarnya DAS Cicatih yang menerjang dan merusakan bahkan menimbulkan longsoran lainnya di Curug Supit yang membuat ketinggian air terjunnya bertambah.
Material longsor yang terbawa ke bagian hilir curug Supit menyebabkan curug Citaman yang berada dibagian bawahnya ikut terdampak. Air terjun curug tertutup oleh material batu dan pasir hasil longsoran, menyebabkan pelebaran anak-anak sungai Cicatih dan akhirnya menghantam pemukiman yang ada di sepanjang daerah aliran sungai.
Material longsor hulu das cicatih di lereng gunung salak turun hingga ke pemukiman di Cibuntu Sukabumi
Kerusakan di Curug Citaman, Curug cipariuk dan area sepajang sub DAS Cicatih ini juga didokumentasikan oleh tim IPB dengan apik. Curug Citaman bahkan sudah kehilangan poin eksotisnya akibat longsor tersebut, kolam renang alam yang sebelumnya menjadi daya tari utama di curug citamin hilang diterjang banjir bandang yang membawa material batu, tanah dan pohon-pohon besar.
Material batang pohon-pohon besar penghuni lereng gunung salak ini bahkan terseret hingga ke pemukiman seperti yang banyak ditemukan di Kampung Cibuntu Desa Pasawahan Kecamatan Cicurug, yang merupakan lokasi terdampak paling parah dari bencana ini.
Das Cicatih hulu dilereng salak yang rusak hingga ke pemukiman dari foto udara
Bahkan tim IPB melengkapi laporan ini dengan foto-foto udara (drone) yang memperlihatkan das hulu cicatih di lereng gunung salak yang makin lebar akibat lonsoran dan banjir bandang. “Timbulnya kerusakan dibeberapa pemukiman juga disebabkan bangunan-bangunan tersebut menempati lokasi yang tidak semestinya yaitu di sempadan sungai,” pungkas Nana mengakhiri laporan kajiannya.
Catatan redaksi: Judul berita mengalami perubahan pukul 10.22 wib.