SUKABUMIUPDATE.com - Serangkaian spekulasi muncul pasca banjir bandang yang melanda sebagian kawasan Cicurug, Cidahu dan Parungkuda pada 21 September 2020 lalu. Apalagi setelah diketahui ada tiga warga yang meninggal dunia akibat banjir bandang tersebut. Orang pun bertanya-tanya, apa penyebab utama air bah bisa tumpah hingga membawa musibah.
Bahkan, tak sedikit warganet yang berteori di situs jejaring sosial Facebook, meski tanpa acuan referensi dan disiplin ilmu yang mumpuni. Meski sudah ada saluran dan sumber resmi, beberapa orang bersikukuh mempercayai adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan tangan-tangan jahil dan berujung malapetaka, bukan faktor alamiah.
Tak ingin opini demi opini mengenai asal muasal banjir bandang ini terus menjadi bola liar, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III atau Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Pitra Panderi akhirnya dihadirkan sebagai salah satu narasumber di acara Live Tamu Mang Koko edisi Sabtu, 3 Oktober 2020.
Lalu, seperti apa temuan TNGHS di lapangan pasca banjir bandang? Betulkah ada pembalakan liar? Atau hanya faktor alam? Simak wawancara berikut.
Empat kali TNGHS melakukan pendakian untuk memastikan banjir bandang, apa saja temuannya?
Ketika kami mendapatkan informasi itu, kami langsung melakukan pengecekan ke Kampung Cibuntu dan juga Curug Citaman sampai jam 12 malam hari Selasa.
Besoknya kami bersama lainnya, pagi dengan Pak Dandim sampai ke pos Cimelati, dengan Polres. Hari Rabu dengan teman-teman Polres, KLHK, komunitas. Dan hari terakhir kami juga mengecek sampai ke ketinggian yang namanya blok 61 baru, sekitar 1.480 DPL. Itu hari Kamis, 1 Oktober bertepatan Hari Kesaktian Pancasila.
Melihat fakta-fakta, bahwasanya betul di sana ada kurang lebih lima titik longsoran. Titik longsoran terbesar adalah di curug sekitar area blok 61 baru. Itu kurang lebih panjang longsorannya 300 meter, yang atas itu kurang lebih 100 meter, yang bawah 200 meter.
Kami penasaran, kami tidak bisa menggunakan drone di situ karena kendala teknis, karena banyak medan magnetik. Kami masih penasaran apa penyebab longsoran itu. Karena informasi yang kami dapat bahwa ada kegiatan illegal logging di sana, jangan sampai seperti itu.
Kami cek betul-betul keseluruhan area itu, kami tidak menemukan fakta-fakta adanya bekas aktivitas illegal logging. Perjalanan kami dari pos Cimelati itu kurang lebih 3,5 sampai 4 jam.
Sepanjang perjalanan itu ditemukan empat titik longsoran kecil. Jaraknya bisa dikatakan hampir 100 atau 200 meter. Kita sudah petakan area longsoran itu, dan longsoran itu masuk ke arah sungai, dan sungai itu juga yang enggak lama kemudian menyempit di sekitar Curug Citaman.
Ada apa di Curug Citaman?
Curug Citaman itu idola, karena di situ ada embung, atau ada bak. Pengunjung itu bisa lihat curug dan bisa mandi-mandi di situ. Sekarang sudah enggak bisa karena terhantam oleh banjir bandang.
Jadi total ada berapa longsoran?
Ada lima titik. Satu titik besar, dan empat titik kecil di bagian bawah. Material yang tersisa tinggal tanah berupa longsoran.
Pohon kayu yang mendominasi di situ seperti pohon puspa, pohon rasamala, memang berjatuhan juga, tercabut akar-akarnya oleh longsoran itu. Nah penyebab longsoran itu yang kami sendiri masih sulit memprediksi. Karena memang tidak ada bekas-bekas aktivitas illegal logging.
Menurut anda, ada faktor penyebab lain?
Apakah mungkin akibat getaran, karena Gunung Salak merupakan gunung api aktif. Material longsoran itu ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimandiri, batu itu Sub-DAS-nya Cicatih. Terdiri dari banyak anak sungai. Itu banyak sekali. DAS Cimandiri yang jatuhnya ke arah Palabuhanratu.
Ada foto yang memperlihatkan longsoran, itu memang benar, tetapi setelah dipetakan berbeda dengan terjadinya banjir bandang di Kampung Cibuntu. Ini masuknya ke DAS Ciliwung yang arah ke Jakarta. Secara administrasi masuknya ke Kabupaten Bogor.
Apakah betul gempa akibat aktivitas sesar lokal ikut andil menyebabkan longsor?
Saya hari Senin di Pos Cimelari, dan hari Minggu kan ada gempa di Cireunghas. Terasa besar sekali, tuh. Kaitan gempa itu mungkin benar, namun kami dari Tamana Nasional tidak mempunyai di bidang itu. Tapi beberapa orang (ahli) yang datang, dengan kejadian banjir bandang itu kami sempat diskusi hal yang menarik, bahwa wilayah itu merupakan bagian dari Sesar Citarik.
Apa kesimpulan anda?
Yang jelas faktanya, dari hasil itu, saya bisa sampaikan, kejadian ini, banjir bandang, secara alami longsor disebabkan adanya intensitas hujan tangal 21-21 September. Kalau dikatakan ada illegal logging, saya katakan tidak.
Adapun yang sempat viral, tentang potongan-potongan pohon, itu bisa kita lihat saja. Apakah bekas potongannya itu kan bersih banget. Kalau misalkan itu akibat illegal logging di atas, logikanya, karena ada banjir, ya bekas potongan itu mestinya, penampangnya itu agak kotor. Berarti asumsi kami itu sudah dipotong ketika sudah di bawah, dibersihkan.
Ketika disebut itu merupakan potongan pohon ketika di dalam kawasan, pastikan tidak. Untuk menyimak lebih lengkap dan lebih lugas pemaparan TNGHS, klik di sini.
*Ingat Pesan Ibu: Bersama lawan virus corona. Sukabumiupdate.com mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan. Ingat pesan ibu, 3M (Masker, rajin Mencuci tangan dan selalu Menjaga jarak).