SUKABUMIUPDATE.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II minus 5,23 persen. Salah satu penyebabnya adalah terjadi penurunan konsumsi rumah tangga hingga minus 5,51 persen. Dan lagi-lagi akibat pandemi Covid-19.
Sebab itu, pemerintah akan menambah paket bantuannya berupa Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp 600.000 untuk pekerja swasta (15,7 juta orang), dengan kualifikasi gaji di bawah Rp 5 juta secara simultan selama empat bulan.
Lalu, siapakah yang berhak menerima bantuan tersebut? Dalam upaya menggali sudut pandang yang lebih luas, Tamu Mang Koko edisi Sabtu, 15 Agustus 2020 menghadirkan Ketua SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi, Mochamad Popon. Bagaimana pemaparannya? Berikut wawancara singkatnya.
Bagaimana anda menyikapi tentang BSU ini?
Pertama, bicara motif, kita belum tahu. Tapi ketika kita bicara soal benefit buat publik, tidak ada alasan untuk menolak. Tentu kita terima. Kalau kita tolak, tentu akan kontradiktif, karena publik sedang membutuhkan itu.
Terus yang kedua, ketika pemerintah berbicara bahwa salah satu alasan memberikan bantuan subsidi gaji ini karena konsumsi yang merosot, sementara PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) itu didukung besar juga dari sektor konsumsi, maka pemerintah sadar bahwa buruh terganggu konsumsinya, itu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kalau boleh berkomentar, saya lihat program ini, kalau lihat dari enam syarat tadi, sebagai reward kepada para pekerja aktif yang tepat waktu membayar BPJS Ketenagakerjaan. Itu lebih pas sebagai reward.
Kenapa disebut reward?
Kalau bicara upaya pemerintah kepada kelompok yang terdampak, sebenarnya kelompok masyarakat yang terdampak justru bukan di sektor ini. Tapi mereka yang tidak menerima gaji, yang perusahaannya tidak jelas, yang tidak juga tercover bantuan sosial, itu yang terdampak.
Kelompok pekerja ini memang terdampak, tapi harus saya katakan tidak ada alasan untuk menolak. Tetapi kita tegaskan, sepanjang ada benefit buat publik, maka tidak ada masalah. Kita terima saja. Pertanyaan soal ada motif politik atau apapun, itu persoalan lain.
Bisa digali lagi, menurut pandangan anda seperti apa motif pemerintah memberi BSU ini?
Yang saya lihat justru pemerintah ini ada kekhawatiran. Dua kuartal pertama kita, pertumbuhannya begitu mengalami kontraksi yang sangat dalam. Jadi kalau dua yang sudah lewat, dan kuartal ketiga ini terjadi kontraksi juga, maka semua orang, termasuk pemerintah, khawatir mengalami resesi. Ketika terjadi resesi, tidak ada pergerakan ekonomi di situ. Dan ketika tidak ada pergerakan maka ekonomi akan lumpuh, bank akan banyak gagal bayar.
Itu artinya, upaya kita bagaimana untuk recovery ekonomi itu akan semakin dalam. Yang dilakukan pemerintah secara ekonomi hari ini cukup pragmatis, bagaimana mendorong tingkat konsumsi.
Menurut anda, apakah ini bisa berhasil meningkatkan konsumsi masyarakat?
Kalau kita lihat karakteristik para buruh penerima gaji, kita pernah melakukan riset kecil, orang yang bisa saving (menabung) dengan gaji di bawah Rp 5 juta itu tidak lebih dari 20 persen. Kebanyakan justru tingkat konsumsinya untuk menutupi kredit motor, kredit rumah, kos-kosan, segala macam.
Maka ketika penghasilan mereka berkurang, mereka lebih fokus untuk menutupi kewajiban yang tadi itu, cicilan, angsuran, dan semacamnya, sehingga mengurangi konsumsi. Walaupun kalau kita lihat turun lagi ke bawah, pada bulan-bulan sebelumnya konsumsi itu menurun.
Mau tidak mau, jangankan dengan orang gaji di bawah Rp 5 juta, yang gajinya di bawah Rp 5 juta saja, orang lagi nahan karena ada kebutuhan lain, seperti untuk kesehatan dan pendidikan misalnya.
Respon dari kawan-kawan buruh sendiri bagaimana?
Responnya masih abu-abu. Karena ini prosesnya masih pendataan, baru proses verifikasi pada tingkat perusahaan dan ini menjadi otoritas manajemen perusahaan. Kita hanya melakukan pengawalan saja. Dan kita ingin memastikan baik ke BPJS Ketenagakerjaan maupun ke manajemen perusahaan, minimal semua anggota kita masuk.
Karena sembilan perusahaan yang afiliasi ke kita, dan anggotanya masuk ke kita, itu semuanya tidak ada yang komplain untuk bayar ke BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut anda, apakah pekerja atau buruh di Kabupaten Sukabumi bisa terjamin akan mendapatkan bantuan tersebut?
Pertama, banyak karyawan atau perusahaan yang rentan tidak didaftarkan. Karena ada beberapa klasifikasi, yang pertama daftar sebagian. Di BPJS Ketenagakerjaan itu ada klasifikasi, ada daftar sebagian, misal karyawannya 1.000, didaftarkan 700. Berarti yang 300 tidak.
Kedua, daftar upah sebagian. Gaji Rp 5 juta, tapi untuk mengurangi beban perusahaan membayar iuran yang tiga persen itu, itu tidak didaftarkan dengan apa yang mereka terima. Jadi kebanyakan didaftarkan mereka adalah dengan gaji UMK. Gaji pokoknya saja yang didaftarkan.
Ketiga adalah daftar program sebagian. Biasanya di perusahaan besar itu biasanya daftar programnya semuanya. Tetapi masalahnya adalah soal upah yang didaftarkan sebagian, dan soal tenaga kerja yang didaftarkan sebagian. Dimana kelompok yang rentan itu adalah di perusahaan yang status hubungan kerjanya yang relatif fleksibel. Tiga bulan kerja, keluar. Enam bulan kerja, keluar. Tidak menjadi permanen seperti karyawan tetap.
Tetapi di Sukabumi ini tidak lebih dari 10 persen dari total populasi perusahaan yang ada, yang mempunyai status hubungan kerja yang menggunakan hubungan kerja permanen. Kebanyakan kontrak. Itu yang jadi persoalan.