SUKABUMIUPDATE.com - Realisasi bantuan sosial tunai atau BST Covid-19 dari APBD Kabupaten Sukabumi untuk tahap pertama menjadi sorotan, pemicunya pernyataan anggota DPRD nengenai adanya selisih realisasi.
Selain itu, dugaan adanya pengendapan BST tahap kedua yang semestinya sudah direalisasikan pada Juni 2020 lalu. Pansus III DPRD Kabupaten Sukabumi tentang pengawasan penanganan dan pencegahan Covid-19 pun berjanji akan meneceknya ke lapangan atas penjelasan dari dinsos dua hari lalu.
Berikut wawancara dengan Kabid Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinsos Kabupaten Sukabumi Subagio, kemudian Ketua Pansus III Usep Wawan dan Direktur Fitra Jabar AA Hasan alias Amo dalam acara Tamu Mang Koko Sabtu (8/8/2020) di kantor sukabumiupdate.com.
Anggota Pansus III yang ketuanya adalah pak Usep, menyebut ada selisih realisasi BST Covid-19. Bisa anda jelaskan awal mula dugaan itu terjadi?
Sebelumnya saya ingin menjelaskan jadi pansus III memang dibentuk karena desakan masyarakat yang ingin mengetahui dan transparan dalam pemanfaatan anggaran yang sebegitu besar, total Rp 300 miliar. Pansus ini akan mereview anggaran yang telah digunakan dan ikut mengarahkan anggaran yang belum dilaksanakan. Yang paling penting, (pansus III) tidak mengorek-ngorek kesalahan. Tapi semuanya untuk kepentingan masyarakat, supaya tidak terjadi gaduh. Kami ingin mendampingi semaunya.
Adanya selisih yang memang muncul saat ini memang merupakan temuan kami di pansus pada saat terjadi pertemuan antara banggar (badan anggaran) dengan gugus tugas Covid-19 (Kabupaten Sukabumi). Dimana pada (pertemuan) saat itu, laporan dari TAPD, senyerapan anggaran di tahap pertama (BST) diangka 99,72 persen. Akan tetapi tentunya ada masukan-masuk dari masyarakat dan setelah dikroscek ada anggaran yang memang selisih. (Selisih anggaran) sudah dikembali ke kas daerah, (nilainya) kalau tidak sebesar Rp 4 miliar.
Sehingga dalam hal ini, saya selalu ketua pansus dalam rapat pertama. Dalam acara (rapat) penyusunan program atau langkah kerja pansus dimana salah satu itu yang harus kita dalami, pertama selesih Rp 4 miliar sekian, keduanya adanya dana bantuan cadangan yang sebesar 2.500 orang, yang ketiga adanya pemindahan penyaluran yang dulu melalui pos, sekarang diberikan ke penerima.
Kepada Pak Usep, katanya ada pengendapan realisasi. Seharusnya tahap II itu sudah disalurkan pada Juni lalu. Apa itu akan dijadikan temuan bagi dewan?
Istilahnya pendalaman, bukan temuan. Kami (DPRD) berjuang di ranah politik, sekarang musim politik. Dalam hal ini dikhawatirkan, bukan kami (tapi) masyarakat akan bertanya-tanya soal ini.
Saya ke Pak Kabid, dua hari yang lalu Bu Kadis memberikan rincian soal hal ini, bisa diberikan penjelasan lagi?
Kita ketahui dengan hadirnya Covid-19, secara tidak langsung bagi kami (menjadi) penempaan bagi proses pendataan. Kita ketahui bahwa data itu menjadi sumber informasi yang luar biasa. Kita ketahui ada dua data yang kita maknai, DTKS dan non DTKS.
Pada saat berbicara non DTKS itu terjadi pendataan di akhir Maret. Pemerintah menyatakan dengan Kepresnya tentang penetapan bencana non alam penyebab corona virus itu nomor 11 tahun 2020. Disitu diikuti dengan peraturan bupati nomor 25 tahun 2020 tentang jaring pengaman sosial bagi masyarakat yang terdampak sosial akibat pandemi corona virus. Kami mencoba dengan seluruh jajaran aparat desa menghimpun data-data masyarakat yang terdampak Covid-19.
Banyak masyarakat memberikan data-data yang (sampai) hari ini masih ganda, tidak lengkap. Yang memang hari ini juga, pemahaman tentang bagaimana pendataan masih hal yang krusial. Dari 128.016 KK, itu ada yang melalui pos atau ada juga yang tidak melalui pos, yaitu melalui rekening kelembagaan.
Nah 128.016 ini memang kalau diasumsikan bahwa anggaran BST untuk JPS itu ada Rp 170 miliar. Dan diberikan untuk masyarakat. Dan untuk tahap pertama dicairkan hanya Rp 84. 973.627.000 dengan bukti SP2D nomor 017/4.04/01 tanggal 14 Mei. Jadi kami tidak melakukan pengambilan Rp 170 miliar. Ditahap satu (untuk) 128.016 (KRTS) hanya Rp 84. 973.627.000.
Dari situ dari sisi penyaluran lewat PT Pos, ternyata dari yang direncanakan tersalur sebanyak 127.997 keluarga rumah tangga sasaran (KRTS). Sisanya tidak tersalur ada 19 KRTS, tidak mengambil. (Rinciannya) yaitu Desa Sukaraja sebanyak 5 KRTS, Desa Pasirhalang 12 KRTS, Desa Cibentang 1 KRTS, Desa Mangkalaya 1 KRTS. Jadi alasan mereka (PT Pos) tidak datang (KRTS).
Untuk selanjutnya, bansos lain seperti yang tadi disampaikan Pak Usep (Ketua Pansus III) ada 8.500 tersalurkan hanya 3.281. Itu untuk guru MDTA, MTQ, ustadz pondok yang diusulkan sebanyak 6.439, tersalurkan 1.511.
Saya menghitung, untuk non DTKS ada 127.997 kemudian yang diluar yang tadi ada berapa?
3.281. Untuk yang lainnya, yang tadi cadangan (yang jumlahnya disebutkan Ketua Pansus III) 2.500 itu untuk jompo, yang memang pada hari ini banyak yang belum terisir oleh pada kades atau para pendata dilapangan. Dan kita berikan secara langsung oleh TKSK. (Disabilitas dan jompo) dia memerluka orang lain. Data yang ada kemarin 438 (disabilitas dan jompo) itu, juga ada untuk pekerja perikanan dan kelautan diangka 1.106 KRTS.
Dari apa yang tadi diuraikan, ternyata untuk tahap satu yang Rp 84. 973.627.000 itu terealisikan Rp 80. 584.27. 000, dengan sisa 4.389.600.000 telah dikembalikan ke kas daerah mulai pemindah bukuan tanggal 16 Juli 2020.
Saya ke FITRA, sejak awal FITRA konsen meminta Pemkab Sukabumi membuka proses perencanaan dan pelaksanaan. Apa saja catatan FITRA tentang perencanaan dan pelaksanaan khususnya BLT ini?
Pemerintah kan disediakan standar akuntansi pemerintah (SAP) tapi kok pengelolaannya, kualitasnya penyelenggaraanya dalam konteks transparansi tidak lebih dari kualitas pengelolaan keuangan oleh DKM (Dewan Kemakmuran Masjid, red). Ini yang kemudian menurut kami salah satu aspek bergelindingnya pansus. Terakhir FITRA ingat di jaman (pemerintahan oleh bupati) Sukmawijaya, membuka APBD-nya. (Disaat) kepemimpinan Marwan-Adjo, sampai saat ini, informasi soal anggaran ini tidak kami dapatkan. Bahkan di web-nya pemerintah (Kabupaten Sukabumi) itu tidak ada informasinya.
Jadi masalah utama kita adalah masalah kemauan membuka informasi anggaran kepada publik. Sehingga muncul kemudian kecurigaan, mungkin di pelaksana eksekutif ini hal yang biasa. Tapi persoalannya anggaran daerah itu ditetapkan melalui proses-proses politik.
Kalau melihat perintah dari regulasi yang mengatur refocusing anggaran, salah satu prinsipnya adalah transparansi. Apa yang akan diinformasikan kepada publik? yang pertama Rencana Kegiatan Belanja (RKB). RKB-nya, sampai saat ini publik tidak mengetahuinya. Padahal ada saluran medsos yang dimiliki oleh pemda, kemudian ada web-nya, itu kan bisa dimanfaatkan (untuk menyampaikan informasi soal anggaran).
Dari tidak jelasnya RKB ini ditambah lagi eksekutif diberi diskresi untuk menyusun anggaran tanpa meminta persetujuan legislatif. Sehingga di era Covid-19, FITRA merumuskan
Potensi korupsi itu dapat dibaca dari beberapa hal, yang pertama soal anggaran, kemudian yang kedua soal informasi yang ketiga soal sasaran. Anggaran tanpa informasi ini ada potensi penyelewengan. (Keterbukaan informasi publik itu) perintah Undang-Undang. Paling tidak pemda harus membuka informasinya melalui Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Lakip) per semester, itu harus diumumkan kepada publik.
Terakhir (di Kabupaten Sukabumi membuka informasi Lakip) terakhir itu saat kepemimpinan pak Sukma. Sementara di Kota (Sukabumi) (saat dijabat) oleh pak Muraz.
Kepada Dinsos, non DTKS 128.016 KRTS itu nilainya Rp 76 miliar sekian. Kemudian ada cadangan 2.500 KK, kemudian ada kelompok guru MDTA, lembaga pendidikan Alquran, dan ustadz pesantren, totalnya 8.516. Totalnya ada 1.39.032 calon penerima BST. Kalau dikalikan Rp 600 ribu, itu angkanya Rp 83.419.200.000. Sementara alokasinya Rp 84.973.627.000. Disini ada selesih Rp 1.554.427.000, sebetulnya itu selisih alokasi untuk apa?
Tadi kan sudah dijelaskan di awal ada yang melalui (pengiriman menggunakan) jasa (kantor) pos dan itu legal.
Soal keterbukaan, saya mencontohkan Bansos Kota Sukabumi bisa diakses melalui web, bantuan provinsi diakses di Pikobar. Tapi Bansos Kabupaten Sukabumi bagaimana?
Kalau untuk masyarakat desa bisa langsung mencoba membuka file di teman-teman Puskesos. Kita bisa (mendapatkan) data di Dinsos, kita terbuka. Dalam kesempatan ini kami (menyampaikan) belum membuat sistem itu. Artinya masih konvensional.
Selengkapnya mengenai wawancara data bansos Kabupaten Sukabumi saksikan disini!