SUKABUMIUPDATE.com - Seorang gadis mengejutkan para dokter di rumah Rumah Sakit Umum Daerah R Syamsudin SH, Kota Sukabumi, Jawa Barat, karena meminta untuk disuntik mati. Alasannya sangat sepele, ia baru saja putus cinta. Setelah mendengarkan ceritanya, dokter menyimpulkan bahwa gadis itu tengah mengalami depresi hingga ingin bunuh diri.
Kasus bunuh diri di banyak negara, termasuk Indonesia, semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data WHO, angka bunuh diri di Indonesia pada 2010 sebesar 1,8 per 100 ribu jiwa atau sekitar 5.000 orang per tahun. Tapi angka itu naik pada 2012 menjadi 4,3 per 100 ribu jiwa atau sekitar 10 ribu per tahun. Dan secara global, setiap tahunnya lebih dari 800 ribu orang meninggal akibat bunuh diri atau satu kematian setiap 40 detik.
Remaja termasuk golongan yang rentan melakukan bunuh diri. Sebuah studi yang dilakukan Vanderbilt University, Amerika Serikat, yang diterbitkan tahun lalu melaporkan adanya kenaikan dua kali lipat anak-anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit karena pemikiran atau upaya bunuh diri. Studi itu dilakukan dari 2018-2015. Dan, dua pertiga anak-anak dirawat itu adalah perempuan.
Menurut Mayo Clinic, banyak remaja yang berusaha bunuh diri karena kondisi kesehatan mental. Mereka kesulitan mengatasi tekanan sebagai remaja, seperti hal-hal yang berhubungan dengan penolakan, kegagalan, putus cinta, dan kekacauan keluarga. Mereka juga belum mengetahui bahwa bunuh diri bukan solusi untuk masalah sementara seperti itu.
Seorang remaja berpotensi melakukan bunuh diri hanya karena hal-hal tertentu, seperti depresi, konflik dengan sahabat atau keluarga, kekerasan seksual, bullying, terekspos kasus bunuh diri keluarga atau teman, atau masalah dengan alkohol dan obat-obatan.
Meski kadang mengejutkan, kecenderungan untuk melakukan bunuh diri sebenarnya bisa dilihat dari perilaku sehari-hari. Misalnya berbicara atau menulis tentang bunuh diri, mood yang tidak stabil, peningkatan konsumsi alkohol dan obat-obatan, dan merasa terjebak atau tidak memiliki harapan pada situasi tertentu.
Tanda-tanda lainnya adalah rutinitas yang berubah termasuk pola makan dan tidur, melakukan tindakan yang berisiko, memberikan barang-barangnya tanpa alasan yang jelas, dan mengalami perubahan kepribadian atau merasa cemas dan gelisah yang berlebihan.
Jangan pernah mengabaikan tanda-tanda kecenderungan bunuh diri pada remaja. Hal yang bisa dilakukan orang tua adalah membantu remaja melewati masa-masa sulit itu dengan beberapa cara. Salah satunya adalah memberi perhatian, Dengarkan apa yang dikatakan anak dan perhatikan perilakunya. Jangan pernah mengabaikan ancaman bunuh diri saat remaja mengalami melodrama.
Lalu, jangan biarkan ia sendiri. Dorong anak remaja untuk menghabiskan waktu bersama teman dan keluarga. Dan jangan lupa terapkan gaya hidup sehat seperti mengatur pola makan, olahraga, dan tidur teratur.
Jika menemukan tanda-tanda bunuh diri, rencanakan perawatan yang tepat untuknya. Ingatkan dia bahwa mungkin perlu waktu untuk merasa lebih baik, bantu ia mengikuti anjuran dokternya. Hal lain adalah mendorongnya berpartisipasi dalam kegiatan yang dapat membangun kembali kepercayaan dirinya.
Sumber: Tempo