SUKABUMIUPDATE.com - Nasir (48 tahun) dan Titih (45 tahun), pasangan suami istri asal Kampung Cibiru RT 4 RW 3, Desa Cicantayan, Kabupaten Sukabumi terlihat piawai menggerakan jari jemarinya. Mereka adalah bagian dari pengrajin bilik bambu yang tersisa di kampungnya, di tengah derasnya arus zaman.
Setiap hari, rutinitas membuat anyaman bilik bambu sudah dimulai Nasir dan Titih sejak subuh. Sebelum dianyam, prosesnya dimulai dari membelah bambu, dan menjemurnya hingga kering.
BACA JUGA:Â Dilanda Hujan, Produksi Ikan Asin di Palabuhanratu Sukabumi Menurun
"Menganyam bambu mah sudah dari kecil, jadi sudah biasa," ujar Nasir ditemui sukabumiupdate.com di sela kesibukannya, Minggu (11/2/2018).
Keahlian menganyam bilik bambu Ia dapatkan secara turun temurun dari orang tuanya. Ada dua jenis bilik yang dibuat, yakni bilik hate bambu yang dibuat dari bagian dalam bambu, serta bilik hinis dibuat dari bagian kulitnya.
BACA JUGA:Â Semangat Pasutri Perajin Gerabah di Cigintung Sukabumi Lawan Gempuran Produk Modern
Meski penghasilannya tidak seberapa, Nasir tetap menggeluti pekerjaan ini. Setiap bilik bambu berukuran 2,5 x 5 meter dijual dengan harga bervariatif, mulai dari Rp 45 ribu hingga Rp 120 ribu. Tergantung tingkat kesulitan dan unsur seninya.
"Penghasilan dari bilik bambu sebulannya paling Rp 1 juta," kata Nasir.
BACA JUGA:Â Kesulitan Pemasaran, Omzet Pengrajin Ukiran Kayu di Tegalbuleud Kabupaten Sukabumi Menurun
Untuk pemasaran, Nasir kini lebih banyak mengandalkan jasa tengkulak. Setelah kerajinan bambu yang dibuat terkumpul, tengkulak akan mengambil dan menjualnya ke toko bangunan. Pembeli pengecer sudah jarang. Maklum, kini bangunan rumah yang menggunakan bilik bambu jumlahnya sudah tidak lagi banyak.
"Alhamdulillah, meski hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari saja," kata Nasir bersyukur.