SUKABUMIUPDATE.com - Pesan berantai berisi klaim vaksin Nusantara ampuh 100 persen hancurkan semua jenis virus Corona, beredar di media sosial Facebook. Pesan tangkapan layar aplikasi WhatsApp itu diketahui diunggah di Facebook pada 6 September 2021.
Terdapat dua pesan berbeda dalam tangkapan layar tersebut. Kedua pesan itu disebut-sebut bersumber dari pernyataan mantan Menkes Siti Fadilah Supari mengenai vaksin Nusantara.
“Vaksin Nusantara dengan teknologi dendritik diklaim ampuh 100 persen hancurkan semua jenis virus Corona (alpha, beta, delta, delta plus, lambda & jenis virus lainnya)," demikian bunyi isi dari pesan pertama.
Di pesan berikutnya, masih dalam tangkapan layar yang sama, memuat klaim bahwa tingkat efikasi dan efektivitas sebesar 100 persen, serta diklaim aman bagi yang memiliki penyakit penyerta (komorbid), anak dan ibu hamil.
Berdasarkan hasil verifikasi Tim Cek Fakta Tempo, menunjukkan klaim tersebut tidak memiliki basis ilmiah sesuai prosedur pembuatan vaksin. Proses verifikasi informasi tersebut dilakukan kepada sejumlah ahli.
Ahli Biologi Molekuler Ahmad Utomo menerangkan vaksin Nusantara belum melakukan uji klinis tahap 3. Dengan demikian klaim yang menyebutkan vaksin tersebut dapat ampuh hancurkan semua jenis virus Corona dengan efikasi dan efektivitas 100 persen, tidak memiliki rujukan data ilmiah.
“Itu omong kosong karena sama sekali tidak ada bukti uji klinis tahap 3,” ungkap Ahmad Utomo kepada Tempo, Senin 13 September 2021.
Hal senada juga dikatakan Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Prof Hindra Irawan Satari. Dikatakannya uji klinis vaksin Nusantara hanya pada tahap 1 yang hanya menjangkau puluhan orang.
Lebih lanjut Prof Hindra menyebutkan bahwa vaksin tersebut belum sampai pada uji klinis fase 2 yang melibatkan seratus orang dan fase 3 terhadap ribuan orang.“Jadi terlalu dini klaim tersebut,” ujarnya.
Ia mengingatkan, hasil uji klinis setiap fase harus dipublikasikan di jurnal terpandang. Hingga saat ini dia belum mengetahui publikasi atas klaim bahwa vaksin Nusantara ampun 100 persen melawan semua virus Corona, dan aman bagi mereka yang memiliki komorbid, anak dan ibu hamil.
Dikutip dari Pusat Pencegahan dan Penanganan Penyakit Amerika Serikat, CDC, untuk pengembangan vaksin baru membutuhkan sejumlah tahapan kesepakatan internasional. Terdiri dari tahap eksplorasi, tahap pra-klinis, perkembangan klinis, peninjauan dan persetujuan peraturan, manufaktur dan kontrol kualitas.
Dalam tahapan klinis atau uji coba pada manusia memuat sejumlah fase. Selama Fase I, sekelompok kecil orang menerima vaksin percobaan. Pada Fase II, studi klinis diperluas dan vaksin diberikan kepada orang-orang yang memiliki karakteristik (seperti usia dan kesehatan fisik) yang serupa dengan mereka yang menjadi sasaran vaksin baru tersebut.
Pada Fase III, vaksin diberikan kepada ribuan orang dan uji kemanjuran dan keamanannya. Banyak vaksin menjalani studi formal Fase IV yang sedang berlangsung setelah vaksin disetujui dan dilisensikan.
Uji Klinis Vaksin Nusantara
Sementara itu pada April 2021 silam, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI tidak meloloskan hasil uji klinis fase 1 vaksin Nusantara. Alasannya karena tidak sesuai prosedur.
Pertama, uji klinis tahap satu Vaksin Nusantara di RS Kariadi berjalan tanpa pengawasan Komite Etik. Padahal, menurut Kepala BPOM Penny Lukito, komite etik di lokasi penelitian harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan uji klinik dan subjek penelitian.
Ditemukan dari data baseline imunogenitas yang diterima BPOM, ternyata semua subjek yang diuji klinis ternyata sudah memiliki antibodi terhadap Covid-19. Padahal seharusnya subjek yang diuji belum terpapar.
Pada hasil dari uji klinis fase 1 terkait keamanan, efektivitas atau kemampuan potensi imunogenitas untuk meningkatkan antibodi juga belum meyakinkan. Dengan begitu penelitian vaksin ini memang belum bisa melangkah untuk fase selanjutnya. Selain itu, vaksin Nusantara tidak melalui tahap pra-klinis atau uji pada hewan.
Terkait dengan temuan tersebut Kementerian Kesehatan bersama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan TNI Angkatan Darat, membuat nota kesepahaman. Isinya, vaksin Nusantara dapat diakses oleh masyarakat dalam bentuk pelayanan berbasis penelitian secara terbatas.
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi menegaskan bahwa vaksin Nusantara tidak dapat dikomersialkan lantaran autologus atau bersifat individual.
“Sel dendritik bersifat autologus artinya dari materi yang digunakan dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri, sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain. Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri,” jelas dr. Nadia dalam siaran pers Kementerian Kesehatan pada 28 Agustus 2021,
Dari pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa vaksin Nusantara ampuh hancurkan semua jenis virus Corona dengan efektivitas dan efikasi 100 persen adalah keliru. Vaksin Nusantara belum menjalani uji klinis tahap 3 yang dilakukan terhadap ribuan orang untuk mengetahui tingkat keamanan dan efikasi.
Sel dendritik yang menjadi basis vaksin Nusantara bersifat autologus artinya dari materi yang digunakan dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri, sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain.
SUMBER: Tim Cek Fakta Tempo