SUKABUMIUPDATE.com - Keputusan pemerintah meniadakan pemberangkatan haji tahun ini memicu beragam isu liar di tengah masyarakat. Sejumlah hoaks pun beredar, mulai dari dana haji dipakai untuk membangun infrastruktur hingga Kementerian Agama memiliki utang pembayaran pelayanan atau akomodasi di Arab Saudi.
Kepala Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji Anggito Abimanyu menepis semua kabar tidak benar itu. Anggito mengatakan dana haji yang tersimpan saat ini berjumlah Rp 150 triliun, dihitung per Mei 2021. Ia menegaskan dana tersebut tetap aman.
"Tidak ada utang akomodasi Arab Saudi dan tidak ada alokasi investasi di infrastruktur yang menimbulkan risiko tinggi bagi dana haji," kata Anggito dalam webinar bertajuk "Dana Haji Aman", kemarin dikutip dari Tempo. Anggito kemudian meluruskan setidaknya sembilan hoaks dan menjawab pertanyaan seputar dana haji.
1. Apakah pembatalan haji 2021 karena alasan keuangan haji?
"Tidak. Alasan utama pembatalan adalah kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah haji," tuturnya. Alasan utama itu tertuang dalam Keputusan Menteri Agama/KMA Nomor: 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M.
2. Apakah pemerintah/Kementerian Agama/Badan Pengelola Keuangan Haji memiliki utang pembayaran pelayanan (akomodasi) di Arab Saudi?
Anggito menegaskan Indonesia tidak memiliki catatan hutang dalam kewajiban Badan Pengelola Keuangan Haji atau BPKH kepada pihak penyedia jasa perhajian di Arab Saudi dalam laporan keuangan (LK) BPKH sampai dengan 2020.
Anggito mempersilakan masyarakat untuk mengeceknya melalui situs resmi BPKH dan membuka Laporan Keuangan BPKH. Di sana tersedia Laporan Keuangan BPKH pada 2019 (sudah diaudit) dan 2020 (belum diaudit).
3. Apakah BPKH mengalami kesulitan keuangan dan gagal investasi?
"Tidak ada kesulitan dan gagal investasi," ujar Anggito. Pada 2020, ujar dia, BPKH membukukan surplus keuangan sebesar lebih dari Rp 5 triliun dan dana kelolaan tumbuh 15 persen.
4. Apakah investasi BPKH dialokasikan ke pembiayaan infrastruktur?
Anggito menegaskan dana haji tidak diinvestasikan untuk infrastruktur. Alokasi investasi ditujukan kepada investasi dengan profil risiko low-moderate. Adapun 90 persen dari investasi yang dilakukan BPKH berbentuk surat berharga syariah negara dan suku korporasi.
5. Apakah ada fatwa MUI terkait dengan investasi infrastruktur BPKH?
Anggito juga menjelaskan fatwa itu tidak ada. Justru yang ada itu ialah Ijtima Ulama 2012 yakni fatwa tentang pengembangan dana haji di instrumen perbankan syariah dan sukuk.
Dalam keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH yang Masuk Daftar Tunggu (Waiting List) dijelaskan ketetapan hukumnya sebagai berikut: Dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Menteri Agama, boleh ditasharrufkan untuk hal-hal yang produktif (memberikan keuntungan), antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk.
6. Apakah BPKH melakukan investasi dana haji dengan izin pemilik?
Pertanyaan itu dibenarkan Anggito. Ia menerangkan sudah ada izin dalam bentuk surat kuasa (akad wakalah) dari jemaah haji kepada BPKH sebagai wakil yang sah dari jemaah untuk menerima setoran, mengembangkan dan memanfaatkan, untuk keperluan jemaah haji melakukan perjalanan haji.
7. Apakah dana haji di Bank Syariah dijamin oleh LPS?
Ia memastikan dana haji milik jemaah dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) jadi terlindungi dari gagal bayar.
8. Apakah dana lunas tunda jemaah haji mendapatkan nilai manfaat BPKH?
Anggito membenarkannya. Ia mengatakan jemaah mendapatkan nilai manfaat dari dana lunas pada tahun 2020 dan 2021. Untuk hal itu bisa dicek di VA.BPKH.GO.ID mengenai alokasi dana ke rekening virtual.
9. Apakah BPKH sudah diaudit oleh BPK?
Anggito mengatakan BPKH sudah diaudit. Dana haji di BPKH diaudit oleh BPK untuk Laporan Keuangan (LP) BPKH 2018 dan 2019 dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Sementara LK BPKH 2020 masih dalam proses audit BPK.
Sumber: Tempo