SUKABUMIUPDATE.com - Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 menjadi momen penting bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Namun, di tengah antusiasme masyarakat, ancaman penyebaran hoaks dan informasi palsu kian menjadi perhatian serius.
Hoaks terkait Pemilu dan Pilkada kerap muncul di media sosial, menyasar berbagai isu sensitif seperti hasil survei hingga identitas kandidat. Hal ini dapat memicu konflik, merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi, bahkan menciptakan polarisasi di tengah masyarakat.
Penelusuran sukabumiupdate.com mencatat, ada beberapa gangguan informasi yang muncul di tahun politik 2024. Misalnya fenomena survei elektabilitas hingga hasil penghitungan suara yang kerap disalahtafsirkan. Ada juga klaim kemenangan Pilkada sebelum rapat pleno resmi KPU dari masing-masing paslon. Bahkan ada juga postingan di media sosial bernarasi diduga politik identitas.
Lantas, apa yang menyebabkan hoaks bisa muncul?
Merujuk artikel bertajuk "Fenomena Buzzer Di Media Sosial Jelang Pemilu 2024 Dalam Perspektif Komunikasi Politik" oleh Charisma Dina Wulandari, Munadhil Abdul Muqsith dan Fitria Ayuningtyas dari UPN Veteran Jakarta tahun 2023, ada tujuh faktor penyebab munculnya penyebaran disinformasi (hoaks) di Indonesia, yakni:
Penyebab Hoaks
- Humor murni untuk bersenang-senang.
- Hanya untuk buzzer di internet dan sosial media.
- Beberapa orang juga bertujuan untuk menyebar hoax agar mendapatkan banyak uang dengan cara bekerja sama dengan oknum tertentu.
- Hanya untuk bergabung dan membuatnya terlihat lebih menarik (termasuk strategi pemasaran Internet, dengan menyajikan berita yang dilebih-lebihkan)
- Kampanye hitam terhadap partai politik tertentu (gerakan black campaign).
- Bertujuan sengaja menimbulkan kecemasan.
- Bertujuan untuk menjatuhkan lawan (politik konfrontatif).
Hamzah, Dosen Ilmu Pemerintahan STISIP Widyapuri Mandiri Sukabumi, mengatakan saat ini ada pergeseran tren politik ke media sosial.
"Ada pergeseran tren politik. Lebih masifnya tuh dikampanyekan di media-media sosial. Kalau X kan lebih menjarah masyarakat secara luas. X tuh lebih mudah, lebih luas. Cari keyword saja pasti ketahuan. Apalagi di momen-momen politik secara masif" kata Hamzah kepada sukabumiupdate.com, Selasa (26/11/2024).
Meski begitu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah berkomitmen untuk menangani penyebaran informasi palsu ini. Langkah konkret dilakukan melalui kerja sama dengan platform digital dan Kementerian Komunikasi Digital untuk mengidentifikasi dan menghapus konten hoaks.
Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Sukabumi, Idan, menerangkan ketika ada laporan Bawaslu Kabupaten Sukabumi akan melakukan kajian sebelum melaporkan ke Bawaslu RI.
"Bawaslu RI berkolaborasi dengan Komdigi jika ada konten yang memang mengarah dengan isu dan SARA, kita melakukan kajian dan melaporkan ke bawaslu RI" terang Idan ketika ditemui di Kantor Bawaslu Kabupaten Sukabumi, Selasa (26/11/2024).
Hal itu sejalan dengan artikel ilmiah yang ditulis oleh Mhd. Rasidin, dkk pada tahun 2020 bertajuk "Peran Pemerintah dalam Mencegah Penyebaran Hoaks Tentang Pemilu 2019 di Media Sosial". Disebutkan, ada landasan hukum yang berkaitan dengan hoaks di ruang digital, yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Bab 25 tentang Perbuatan Curang Pasal 378, dan lain sebagainya.
Selain Undang-Undang tersebut, pemerintah juga telah melakukan pemblokiran
terhadap ribuan situs dan akun media sosial yang menyebarkan hoaks, "Pemerintah juga melakukan kerjasama dengan Dewan Pers dan pihak Facebook" tulis keterangan artikel, dikutip sukabumiupdate.com pada Kamis (26/12/2024).
Baca Juga: Waspada Isu Politik Identitas Di Masa Pilkada, Cek Fakta Sebelum Percaya!
Adapun untuk melawan hoaks, keterlibatan masyarakat sangat penting, sehingga diimbau untuk selalu memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya dan memilih sumber berita yang kredibel. Partisipasi aktif masyarakat tidak hanya dapat menjaga kondusivitas suasana Pemilu, tetapi juga memastikan demokrasi berjalan dengan sehat.
Dengan kolaborasi dari semua pihak, harapannya Pemilu dan Pilkada 2024 dapat berlangsung dengan berlandaskan LUBER JURDIL. Masyarakat diingatkan untuk bersikap kritis dan tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Maka dari itu, di tengah menjamurnya informasi politik yang kebenarannya masih dipertanyakan, masyarakat harus mengenal apa saja jenis konten misinformasi dan disinformasi. Merujuk media sosial Jabar Saber Hoaks yang dikutip dari firstdraftnews.org, ada tujuh jenis Mis-dan Disinformasi, diantaranya:
Jenis Mis-Disinformasi
- Fabricated Content: Konten baru yang sengaja dibuat dan di desain untuk menipu dan merugikan.
- Manipulated Content: Sebuah informasi yang dimanipulasi untuk merusak atau menipu.
- Imposter Content: Ketika sebuah sumber informasi asli ditiru.
- False Context: Ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi yang salah.
- Misleading Content: Penggunaan informasi yang sesat untuk membingkai sebuah isu atau individu tertentu.
- False Connection: Ketika judul, gambar, atau keterangan informasi tidak mendukung konten yang ditampilkan.
- Satire or Parody: Tidak ada niat untuk merugikan namun berpotensi mengelabui pembaca/penonton.
Baca Juga: Menguji Demokrasi di Tengah Arus Gangguan Informasi, Cek Fakta Dulu Baru Bicara!
Tips Menghadapi Gangguan Informasi
- Selalu cek sumber informasi (gunakan situs resmi dan kredibel serta cek di kanal terpercaya cekfakta.com atau turnbackhoax.id).
- Jangan gampang share informasi tanpa verifikasi kebenarannya.
- Ikuti diskusi politik yang sehat dan objektif.
Ingat! Sebagai pemilih, masyarakat memiliki tanggung jawab menjaga demokrasi tetap sehat. Jangan biarkan informasi palsu merusak pesta demokrasi Indonesia!
Tahun politik menjadi ajang pembuktian kedewasaan demokrasi Indonesia. Yuk, jadi pemilih yang cerdas dan kritis dan Kawal Pemilu dengan Bijak!
Jangan Percaya Ceuk Sebelum Cek, Saring Sebelum Sharing dan tentunya Cek Fakta Dulu Baru Bicara!