SUKABUMIUPDATE.com - Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada kerap diwarnai dengan ragam hasil survei dan konten politik. Baik survei elektabilitas sebelum hari pencoblosan, maupun hasil penghitungan suara pasca pencoblosan.
Di Pilkada Jawa Barat 2024, ditemukan ada satu "Survei Palsu" yang mengatasnamakan Poltracking Indonesia. Nama Lembaga Survei Poltracking Indonesia dicatut dengan angka hasil survei awal September 2024.
Direktur Lembaga Survei Poltracking Indonesia Muhammad Aditya Pradana menyatakan, hasil survei yang beredar merupakan hal yang tidak benar. Ia menyebut pihaknya tidak pernah melakukan, bahkan merilis survei terkait pasangan calon pada Pilkada Karawang untuk periode survei 1-7 September 2024.
Fenomena survei palsu juga pernah muncul saat Pilpres 2024 dan Pilpres 2019.
Di Pilpres 2024, sejumlah konten di media sosial menarasikan survei dibuat oleh Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Didin S Damanhuri. Faktanya, konten mengenai hasil survei Pilpres 2024 di 34 provinsi dari Guru Besar IPB merupakan narasi yang keliru. Guru besar IPB Didin S Damanhuri menyatakan tidak pernah membuat survei terkait Pilpres 2024.
Sementara di Pilpres 2019, survei palsu mencatut Komisi Pemilihan Umum (KPU), yakni akun fanpage Facebook (Fb) Voting KPU Pusat yang menyebarkan polling palsu lewat fitur live. Dalam survei itu, pasangan Prabowo-Sandi menang atas Jokowi-Ma'ruf.
Menyikapi hal itu, KPU responsif membuat klarifikasi dan menyatakan tidak pernah dan tidak akan pernah membuat voting atau survei. Adapun fan page Fb tersebut juga bukan milik KPU dan tidak terkait dengan KPU.
Sementara di Sukabumi, analisis prediksi kasar pemenang Pilkada Kabupaten Kota di Jawa Barat sempat ramai di Grup Diskusi Pilkada Sukabumi 2024, yang diunggah oleh salah satu pengguna pada 5 November 2024 lalu.
Unggahan itu melampirkan sejumlah nama paslon yang berpartisipasi dalam kontestasi Pilkada di 27 Kabupaten/Kota di Jawa Barat, termasuk di dalamnya ada Kabupaten dan Kota Sukabumi. Namun demikian, tidak ada keterangan darimana data tersebut diperoleh dan apa metode analisis yang digunakan.
Baca Juga: Kawal Pilkada 2024, Koalisi Cek Fakta Gelar Pemeriksaan Fakta Serentak Terbesar di Indonesia
Fenomena Survei dan Hoaks di Masa Pemilu
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Sukabumi Imam Sutrisno mengatakan, data yang dihasilkan oleh lembaga survei terkait elektabilitas atau hasil penghitungan cepat tidak memiliki hubungan langsung dengan prosedur dan mekanisme yang di tempuh oleh KPU sebagai penyelenggara.
Terkait fenomena survei dan data di momen Pilkada, lanjut Imam, ada indikator tertentu yang digunakan saat melakukan survei. Masyarakat dapat mengidentifikasi informasi yang diperoleh sebelum percaya dan membagikannya.
"Ciri-cirinya itu biasanya kalau yang valid itu indikatornya jelas, melakukan survei dengan metode sampling di beberapa titik, melibatkan berapa responden kemudian apakah wilayah yang diambil sebagai sampling itu representatif (mewakili keseluruhan atau tidak) itu salah satu caranya" jelas Imam saat ditemui di Gudang Logistik KPU Kota Sukabumi, Selasa, 26 November 2024.
Lebih detail, pedoman pendaftaran Lembaga Survei atau Jajak Pendapat dan Penghitungan Cepat hasil pemilihan telah resmi diatur oleh Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 328 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran Pemantau dan Lembaga Survei atau Jajak Pendapat dan Penghitungan Cepat Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Walikota dan Wakil Walikota.
Lembaga Survei atau Jajak Pendapat dan Penghitungan Cepat hasil Pemilihan wajib memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam peraturan tersebut. Meski begitu, selain KPU, lembaga survei yang terpercaya juga bisa diakui oleh asosiasi resmi.
"Selama lembaga survei itu terdaftar dalam asosiasi, secara legal formal, punya keabsahan dari Kemenkumham, masuk dalam organisasi lembaga survei tertentu" terang Imam.
Guna mengawal perhelatan Pilkada Serentak 2024, masyarakat juga dapat melaporkan informasi yang berpotensi meresahkan kepada Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu, "Sekarang Bawaslu itu punya pengawasan siber juga dan mereka bisa bekerjasama dengan Komdigi untuk melakukan Takedown" pungkas Imam.
Terpisah, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU Kota Sukabumi Seni Soniansih mengatakan, lembaga survei merupakan kajian awal untuk mendapatkan hasil secara cepat kepada masyarakat. Adapun lembaga survei yang resmi terdaftar di KPU Kota Sukabumi hanya ada satu, yakni Lembaga Survei Indikator.
"Lembaga survei yang daftar hari ini ke kita adalah Indikator dan itu sudah di bentuk, karena pendaftarannya dari Februari sampai kemarin tanggal 27 Oktober, sebelum pasca penghitungan" terang Seni.
Seperti diketahui, Pemilu adalah salah satu pesta demokrasi yang melibatkan partisipasi masyarakat sebagai pemilih. Hasil Pemantauan Hoaks pada Semester I 2024 oleh Mafindo menunjukkan, sepanjang tahapan Pemilu 2024 hoaks tetap menjadi alat penting dalam memanipulasi opini publik. Contohnya pada bulan Januari 2024, 33,3% dari hoaks yang tersebar berfokus pada dukungan terhadap capres-cawapres dan reaksi terhadap debat.
Sementara itu, isu kecurangan menguat di bulan Februari-April (antara 13%-22%), ketika beberapa tahapan krusial yang menentukan hasil pemilu berlangsung. Dinamika isu ini menunjukkan bahwa hoaks beradaptasi dengan momentum sekaligus menunjukkan bagaimana hoaks digunakan secara strategis untuk membentuk persepsi publik pada momen-momen kritis dalam proses Pemilu.
Dosen Ilmu Pemerintahan STISIP Widyapuri Mandiri Sukabumi, Hamzah menuturkan, fenomena-fenomena hoaks dan berita-berita palsu seringkali timbul dalam Pemilu/Pilkada 2024, "Tujuan berita-berita hoaks itu salah satunya untuk menyerang pribadi atau mempengaruhi para pemilih. Nah, dampaknya tentu, dampak dari hoaks itu akan sangat berdampak bagi pemilih atau masyarakat terutama anak-anak muda yang terjun politik dan orang tua yang secara literasi politiknya itu minim." kata Hamzah kepada sukabumiupdate.com, Selasa (26/11/2024).
Perihal survei yang kerap marak saat Pemilu, menurutnya, masyarakat perlu membedakan mana survei yang kredibel dan yang tidak. Sebab, pamor dan jejak rekam dari Lembaga Survei itu bisa dilihat oleh masyarakat.
"Pertama, karena hari ini berbagai lembaga survei ini banyak di Indonesia, kita bisa mengecek lembaga survei yang benar-benar kredibel, seperti Lembaga Survei Indonesia" terang Hamzah.
Survei yang kredibel, lanjut Hamzah, memuat data yang ditampilkan, seperti data pemilih atau responden.
Sementara soal keakuratan data yang dimuat dalam sebuah konten di media sosial, masyarakat bisa melakukan komparasi, "Alangkah baiknya sebagai masyarakat kita harus punya data yang bisa dikomparasikan. Contoh, untuk pengumuman kemenangan si paslon itu kita bisa cross check, misalnya dari hasil KPU."
Di media sosial seperti Instagram, TikTok dan X bisa dilihat dari penggunanya. Sebab, kata Hamzah, terkadang, akun-akun annoying atau akun-akun tidak jelas sering menggunakan nama 00. Akun ini diduga sengaja dilakukan oleh kelompok tertentu, untuk mengacaukan sebuah narasi atau informasi yang disebarkan di masyarakat.
"Pertama, kita bisa cross check dari akunnya, dari penyebaran di aktivitas di akunnya. Apakah kontennya lebih merujuk pada salah satu paslon. Itu bisa dilihat, bisa di crosscheck." jelas Hamzah.
Baca Juga: Catat! Ini Link Real Count Resmi KPU untuk Cek Hasil Pilkada Sukabumi dan Jabar
Cek Fakta: Mengenali Survei Kredibel Agar Tidak Terjebak Konten Keliru
Di momen Pilkada 2024 ini, masyarakat Sukabumi dapat melakukan Cek Fakta agar tidak terjebak konten keliru. Jangan percaya "Ceuk" sebelum "Cek", berikut 5 tips agar tidak terjebak hoaks di masa Pilkada:
5 Tips Cek Fakta Sebelum Percaya
1. Cek kredibilitas
Langkah pertama yang paling mudah untuk mencegah terjebak konten hoaks adalah dengan mencari tahu sumber informasi. Hal ini dapat dimulai dari pertanyaan kritis, seperti:
- Siapa yang menulis informasi tersebut?
- Apa jenis domain yang digunakan oleh pengirim sumber?
- Apakah situs/konten sudah memenuhi standar pengutipan akademik?
Tips: Apabila sumber informasi adalah website, latar belakang dapat dicek melalui menu ‘Tentang/About Us’. Jika informasi berasal dari individu, latar belakang konten dapat dilihat dari rekam jejak digital di masa lalu.
2. Cek penulisan
Perhatikan tata cara penulisan informasi yang diterima, dengan mengajukan pertanyaan berikut:
- Apakah informasi yang disampaikan sistematis?
- Atau informasi tersebut justru berlebihan dan memiliki banyak kesalahan ketik?
Sebuah penelitian ‘Truth of Varying Shades’ (2017) dari University of Washington, ada keterkaitan bahasa dan berita bohong. Merujuk laman Kemenkeu, informasi keliru biasanya dibangun dengan kata-kata yang relatif seperti “paling” atau “buruk”, serta kata-kata yang bersifat subjektif seperti “mengerikan”.
3. Cek keakuratan fakta
Untuk mengecek keakuratan informasi yang diterima, Updaters dapat membandingan informasi yang didapat dari satu sumber dengan sumber lainnya.
Kutipan yang dirujuk oleh sumber informasi wajib diperhatikan. Jika informasi yang didapat penting dan kompleks, tetapi tidak disertai kutipan yang cukup, Anda bisa mencurigai bahwa ada sesuatu yang salah.
4. Cek gambar dengan Google Image
Di era digital, penelusuran informasi gambar bisa dengan mudah dilakukan, salah satunya fitur "Google Lens".
Google Lens adalah aplikasi image recognition yang menggunakan analisis visual untuk memunculkan informasi yang relevan. Google Lens dapat digunakan untuk mengidentifikasi objek, menerjemahkan teks, dan menampilkan informasi relevan seperti menu dan ulasan.
Google Lens tersedia baik di perangkat komputer maupun ponsel, dan bisa digunakan melalui aplikasi maupun browser. Caranya adalah dengan mengarahkan kamera ke objek yang ingin ditelusuri, unggah foto dari galeri atau buka situs Chrome dan pilih "Telusuri dengan Google Lens".
5. Cek informasi di kanal Cek Fakta atau sumber resmi
Sumber: Berbagai Sumber.
Andre Librian dan Putri Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.